Betapa gembiranya masyarakat Kota Payakumbuh, Sumatera Barat (Sumbar)
memiliki wali kota yang berhasil membawa kotanya meraih empat
penghargaan sekaligus di bidang lingkungan hidup tahun ini, yaitu
penghargaan Pembina Kalpataru, Piala Adipura, Piala Studi Lingkungan
Hidup, dan Piala Adiwiyata.
“Citra Payakumbuh semakin bersinar dan itu perlu terus dijaga dan lebih maju serta dikembangkan,” kata Yulvian Azrial, budayawan setempat ketika mengomentari kemajuan kotanya. Hal senada juga diungkapkan sejumlah masyarakat Kota Payakumbuh terhadap prestasi kota yang membanggakan itu.
Apa yang menjadi kunci suksesnya? Ternyata dambaan masyarakat itu dapat “ditangkap” dengan bijak oleh Josrizal Zain dan Benny Muchtar selaku wali kota dan wakil wali kota Payakumbuh, yakni dengan musyawarah dan kerja keras. “Dalam setiap program kerja, arah kita adalah mengembangkan ekonomi warga kota dengan pelibatan seluruh elemen masyarakat di delapan nagari dan 73 jorong secara gotong royong,” ujar Josrizal.
Salah satu strategi ke arah itu adalah memperhatikan gagasan-gagasan yang bernas dari berbagai lapisan masyarakat yang diformulasikan dalam bentuk cita-cita bersama, yaitu menjadikan Kota Payakumbuh sebagai kota agroindustri, kota perdagangan, dan kota wisata budaya. Menurutnya, kota akan berkembang pesat apabila warganya terdiri atas usahawan yang gigih, kreatif, yang didukung oleh warga kotanya yang tangguh, serta karyawan yang produktif. Sedangkan pemkot sendiri akan menempati kedudukannya sebagai fasilitator yang cerdas.
Hasil nyata dari kebijakan itu adalah tersedianya beberapa fasilitas sarana perkotaan yang kian meningkat, seperti di bidang usaha jasa, tempat usaha (pasar dan pertokoan), kawasan industri, pelayanan air bersih, sanitasi lingkungan, normalisasi sungai, drainase kota, taman kota serta ruang terbuka hijau (RTH) telah terbangun sesuai Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK).
Infrastruktur jalan dan jembatan juga terus dibangun dan ditingkatkan kondisinya, seperti jalan lingkar luar utara (10,45 km) dan selatan (15,34 km) yang disebut dengan Payakumbuh Bypass. Prasarana jalan itu mampu menunjang pengembangan ekonomi warga, selain mengalihkan kepadatan lalu lintas dalam kota.
Sanitasi
Kota ini juga dianggap berhasil dan berprestsi dalam bidang pengelolaan sanitasi lingkungan, utamanya di sektor pelayanan air bersih, persampahan, dan pengolahan limbah. Hal ini diakui Samsidar (30), warga Kelurahan Koto Baru, Payakumbuh Timur. Ia merasa senang setelah tersedia fasilitas jamban keluarga.
Ketika ditanya mengapa baru saat ini mau membuat WC, ia tertawa kecil sambil malu-malu. “Saya tak mau tersiksa lagi. Apalagi saya punya bayi, kini semakin repot kalau malam-malam harus ke sungai. Saya bisa saja menahan, tapi anak kecil ‘kan tidak bisa. Ya sudah, bikin WC saja,” ujarnya. Walau terbiasa buang hajat di sungai, kebun, jamban liar, kolam atau semak belukar, lama-lama Samsidar dan segenap warga merasa risi juga. Apalagi jika ia dan tetangga berpas-pasan di jalan. “Kalau sudah begitu, kepala cepat-cepat merunduk,” ucapnya menahan geli.
Oleh karena kebiasaan bertahun-tahun buang air besar sembarangan (BABS) dan warga tak menyadari perilaku itu mengundang penyakit diare, cacingan, hingga disentri. Malahan hal itu sudah dianggap biasa oleh mereka. Dulu mungkin warga bisa beralasan susah air bersih, tetapi sekarang tak lagi begitu karena pipa air bersih mulai masuk kampung mereka. Bahkan kini mulai diperkenalkan Program Air Minum Prima atau air minum yang dapat langsung diminum dari keran, tanpa harus dimasak terlebih dahulu.
Josrizal mengakui pertumbuhan penduduk Kota Payakumbuh yang begitu cepat memberikan dampak serius terhadap penurunan daya dukung lingkungan. Dampak tersebut harus disikapi dengan bijak dan tepat, khususnya dalam pengelolaan lingkungan.Diakuinya, membangun sanitasi lingkungan berarti membangun kesadaran masyarakat dan hal itu bukanlah perkara gampang karena menyangkut pola pikir, perilaku, serta kebiasaan masyarakat. Bukan soal wilayahnya yang terpencil, tetapi soal cara berpikir. Kendala lain menyangkut peraturan perundang-undangan, peran serta masyarakat, pembiayaan, institusi, serta aspek teknis teknologis lainnya.
Kini mayoritas masyarakat mulai sadar bahwa masalah sanitasi lingkungan sangatlah penting. Air bersih, sampah, drainase, limbah, dan jamban memang harus ada dan harus dikelola dengan baik, apalagi pemkot memberikan bantuan fasilitas secara penuh. Semua upaya yang dilakukan selama ini antara lain ditujukan untuk menciptakan Kota Payakumbuh sebagai tempat tinggal dan tempat berusaha yang aman, nyaman, dan menyenangkan.
Tujuan Wisata
Ke depan Payakumbuh semakin menjanjikan sebagai tempat tujuan wisata dan usaha. Letaknya yang strategis dilalui rute antara Bukittinggi dan Pekanbaru, sementara jarak antara Payakumbuh- Bukittinggi sepanjang 30 km akan mampu menampung wisatawan dari Pekanbaru dan Sumbar. Dampak lainnya, kegiatan perdagangan, perhotelan, restoran dan usaha jasa lainnya tentu akan lebih cepat berkembang. “Sebagai pintu gerbang wilayah timur Sumbar, kota ini diprediksi akan semakin ramai manakala Jembatan Kelok Sembilan (K9) yang dikerjakan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BPPJN) II Padang rampung dikerjakan akhir tahun 2012,” kata Kepala Pelaksanaan BBJN II Padang, Yusdhi Syukri kepada KIPRAH.
Alasannya, kawasan ini memiliki objek wisata yang menjanjikan. Kawasan sekeliling K9 misalnya, yang sebelumnya merupakan hutan lindung dirancang sebagai hutan wisata suaka alam. Zona penyangga yang diperuntukkan bagi wisatawan, yakni 2 km ke arah Pekanbaru, dan 2 km ke arah Payakumbuh. Keberadaan jembatan ini sangat penting untuk mengakomodasi pertumbuhan akses jalan strategis Padang-Dumai atau Bukittinggi-Pekanbaru terkait pergerakan arus barang dan jasa di wilayah itu. Jembatan ini dapat ditempuh dari Padang (147 km), Bukittinggi (55 km), dan Payakumbuh (23 km) ke arah Pekanbaru.
“Citra Payakumbuh semakin bersinar dan itu perlu terus dijaga dan lebih maju serta dikembangkan,” kata Yulvian Azrial, budayawan setempat ketika mengomentari kemajuan kotanya. Hal senada juga diungkapkan sejumlah masyarakat Kota Payakumbuh terhadap prestasi kota yang membanggakan itu.
Apa yang menjadi kunci suksesnya? Ternyata dambaan masyarakat itu dapat “ditangkap” dengan bijak oleh Josrizal Zain dan Benny Muchtar selaku wali kota dan wakil wali kota Payakumbuh, yakni dengan musyawarah dan kerja keras. “Dalam setiap program kerja, arah kita adalah mengembangkan ekonomi warga kota dengan pelibatan seluruh elemen masyarakat di delapan nagari dan 73 jorong secara gotong royong,” ujar Josrizal.
Salah satu strategi ke arah itu adalah memperhatikan gagasan-gagasan yang bernas dari berbagai lapisan masyarakat yang diformulasikan dalam bentuk cita-cita bersama, yaitu menjadikan Kota Payakumbuh sebagai kota agroindustri, kota perdagangan, dan kota wisata budaya. Menurutnya, kota akan berkembang pesat apabila warganya terdiri atas usahawan yang gigih, kreatif, yang didukung oleh warga kotanya yang tangguh, serta karyawan yang produktif. Sedangkan pemkot sendiri akan menempati kedudukannya sebagai fasilitator yang cerdas.
Hasil nyata dari kebijakan itu adalah tersedianya beberapa fasilitas sarana perkotaan yang kian meningkat, seperti di bidang usaha jasa, tempat usaha (pasar dan pertokoan), kawasan industri, pelayanan air bersih, sanitasi lingkungan, normalisasi sungai, drainase kota, taman kota serta ruang terbuka hijau (RTH) telah terbangun sesuai Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK).
Infrastruktur jalan dan jembatan juga terus dibangun dan ditingkatkan kondisinya, seperti jalan lingkar luar utara (10,45 km) dan selatan (15,34 km) yang disebut dengan Payakumbuh Bypass. Prasarana jalan itu mampu menunjang pengembangan ekonomi warga, selain mengalihkan kepadatan lalu lintas dalam kota.
Sanitasi
Kota ini juga dianggap berhasil dan berprestsi dalam bidang pengelolaan sanitasi lingkungan, utamanya di sektor pelayanan air bersih, persampahan, dan pengolahan limbah. Hal ini diakui Samsidar (30), warga Kelurahan Koto Baru, Payakumbuh Timur. Ia merasa senang setelah tersedia fasilitas jamban keluarga.
Ketika ditanya mengapa baru saat ini mau membuat WC, ia tertawa kecil sambil malu-malu. “Saya tak mau tersiksa lagi. Apalagi saya punya bayi, kini semakin repot kalau malam-malam harus ke sungai. Saya bisa saja menahan, tapi anak kecil ‘kan tidak bisa. Ya sudah, bikin WC saja,” ujarnya. Walau terbiasa buang hajat di sungai, kebun, jamban liar, kolam atau semak belukar, lama-lama Samsidar dan segenap warga merasa risi juga. Apalagi jika ia dan tetangga berpas-pasan di jalan. “Kalau sudah begitu, kepala cepat-cepat merunduk,” ucapnya menahan geli.
Oleh karena kebiasaan bertahun-tahun buang air besar sembarangan (BABS) dan warga tak menyadari perilaku itu mengundang penyakit diare, cacingan, hingga disentri. Malahan hal itu sudah dianggap biasa oleh mereka. Dulu mungkin warga bisa beralasan susah air bersih, tetapi sekarang tak lagi begitu karena pipa air bersih mulai masuk kampung mereka. Bahkan kini mulai diperkenalkan Program Air Minum Prima atau air minum yang dapat langsung diminum dari keran, tanpa harus dimasak terlebih dahulu.
Josrizal mengakui pertumbuhan penduduk Kota Payakumbuh yang begitu cepat memberikan dampak serius terhadap penurunan daya dukung lingkungan. Dampak tersebut harus disikapi dengan bijak dan tepat, khususnya dalam pengelolaan lingkungan.Diakuinya, membangun sanitasi lingkungan berarti membangun kesadaran masyarakat dan hal itu bukanlah perkara gampang karena menyangkut pola pikir, perilaku, serta kebiasaan masyarakat. Bukan soal wilayahnya yang terpencil, tetapi soal cara berpikir. Kendala lain menyangkut peraturan perundang-undangan, peran serta masyarakat, pembiayaan, institusi, serta aspek teknis teknologis lainnya.
Kini mayoritas masyarakat mulai sadar bahwa masalah sanitasi lingkungan sangatlah penting. Air bersih, sampah, drainase, limbah, dan jamban memang harus ada dan harus dikelola dengan baik, apalagi pemkot memberikan bantuan fasilitas secara penuh. Semua upaya yang dilakukan selama ini antara lain ditujukan untuk menciptakan Kota Payakumbuh sebagai tempat tinggal dan tempat berusaha yang aman, nyaman, dan menyenangkan.
Tujuan Wisata
Ke depan Payakumbuh semakin menjanjikan sebagai tempat tujuan wisata dan usaha. Letaknya yang strategis dilalui rute antara Bukittinggi dan Pekanbaru, sementara jarak antara Payakumbuh- Bukittinggi sepanjang 30 km akan mampu menampung wisatawan dari Pekanbaru dan Sumbar. Dampak lainnya, kegiatan perdagangan, perhotelan, restoran dan usaha jasa lainnya tentu akan lebih cepat berkembang. “Sebagai pintu gerbang wilayah timur Sumbar, kota ini diprediksi akan semakin ramai manakala Jembatan Kelok Sembilan (K9) yang dikerjakan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BPPJN) II Padang rampung dikerjakan akhir tahun 2012,” kata Kepala Pelaksanaan BBJN II Padang, Yusdhi Syukri kepada KIPRAH.
Alasannya, kawasan ini memiliki objek wisata yang menjanjikan. Kawasan sekeliling K9 misalnya, yang sebelumnya merupakan hutan lindung dirancang sebagai hutan wisata suaka alam. Zona penyangga yang diperuntukkan bagi wisatawan, yakni 2 km ke arah Pekanbaru, dan 2 km ke arah Payakumbuh. Keberadaan jembatan ini sangat penting untuk mengakomodasi pertumbuhan akses jalan strategis Padang-Dumai atau Bukittinggi-Pekanbaru terkait pergerakan arus barang dan jasa di wilayah itu. Jembatan ini dapat ditempuh dari Padang (147 km), Bukittinggi (55 km), dan Payakumbuh (23 km) ke arah Pekanbaru.
sumber : artikel http://pustaka.pu.go.id/
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini