2014 adalah tahun politik, pesta demokrasi. Di mana Indonesia
mengusung politik demokrasi yang bersih, ternyata masih belum terlepas
pada praktik politik uang.
Dilansir dari koran Sindo, sabtu (22/03/2014) pada kolom Rakyat Memilih. Hal yang menjadi poin penting di sana adalah tagline “Indonesia Peringkat Kedua Politik Uang”. Ditulis bahwa: “Pakar
politik dari Australian National University (ANU), Edward Aspinall
menyatakan, hasil penelitiannya saat ini, di Asia Tenggara, Indonesia
menempati urutan kedua, negara-negara tertinggi praktik politik uang
dalam tiap proses pemilu yang dilakukan di Negeri ini. Sementara posisi
teratas adalah Philipina, sedangkan Thailand, menurutnya bersifat
kasuistik.”
Mungkin inilah penyebab Indonesia menjadi negara
yang regresif. Saat ini praktik politik uang di Indonesia menjadi
semacam budaya perpolitikan. Targetnya adalah rakyat yang sedang ‘menegar-negarkan’
diri bertahan di bawah garis kemiskinan. Orang-orang yang berharap
lebih pada sosok pemimpin yang baik, namun justru dijerumuskan kembali
pada lubang kemiskinan yang lebih dalam.
Budaya semacam ini
membuat semakin banyak melahirkan pemimpin-pemimpin yang menipu
rakyatnya sendiri demi kepentingan pribadi. Apa ini adil? Sebutan apa
yang pantas pada calon-calon pemimpin Negeri seperti ini? Jika praktik
politik uang masih saja menjadi budaya bagi para calon pemimpin, hal ini
akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan rakyat pada sosok pemimpin.
Dan figur atau sosok pemimpin hanya akan menjadi cerita dongeng yang
jauh dari Negeri antah berantah. Jadi, jangan hanya menyalahkan rakyat
jika pada akhirnya lebih memilih bersikap defensif (bertahan)
dengan beranggapan bahwa tidak ada satu pun sosok yang pas untuk menjadi
seorang pemimpin. Negeri ini memang sudah seperti perahu besar yang
sedang bocor di sana-sini, harapan terbaik rakyat adalah dipimpin oleh
pemimpin yang mampu membawa perahu bocor ini menyeberang dan melewati
badai dengan selamat tanpa mengorbankan satu nyawa pun.
Mengutip buku yang ditulis Dr. H. Dedi Rianto Rahadi dan Dr. Kristina Sedyastuti yang berjudul Menuju Kewirausahaan Sosial, “Seorang
Pemimpin adalah orang yang memimpin, jadi harus yang pertama dan yang
pertama belum tentu yang nomor satu. Seorang pemimpin yang handal selalu
pertama melangkah untuk membuka ‘lahan’ atau yang pertama maju
menyerang, karena dia mempunyai strategi, visi, dan misi yang kuat.”
Namun
saat merayakan kemenangan, seorang pemimpin justru harus membiarkan
rakyatlah yang pertama kali menikmati kemenangan itu, bukan dirinya.
Jika diadopsi ke dalam sudut pandang saat ini, itu berarti rakyatlah
yang harus dilayani. Menjadi pemimpin itu tidaklah mudah. Dan hal ini
memerlukan usaha juga kerendahan hati seorang pemimpin.
Setelah
menyaring informasi terpenting, ada tahapan di mana kita kemudian
memadatkan definisi tentang sosok pemimpin dan bagaimana cara memilih
pemimpin sesuai yang diharapkan rakyat. Sadarilah bahwa politik adalah
sebuah permainan kepribadian tiap pemimpin. Ada beberapa poin yang bisa
rakyat terapkan untuk menganalisis jenis pemimpin, dalam buku Put Your Power in Your Personality
yang ditulis Florence Littauer tentang analisa pemimpin-pemimpin besar
sesuai dengan jenis karakter dasar manusia, yaitu pemimpin dengan empat
pola kepribadian. Si Populer, si Sempurna, si Damai, dan si Kuat.
Dalam
analisanya Florence mengatakan kita bisa menjadi ahli psikologi amatir
dan menganalisis tipe-tipe pemimpin yang mendekati harapan. Ketika kita
sudah mengenal karakter dasar para calon pemimpin, paling tidak kita
bisa memproyeksikan kemungkinan kelemahannya.
- Si Populer, adalah tipe pemimpin yang menggabungkan bicara dan bekerja, janji dan perlindungan, kepribadian dan kedudukan, keyakinan dan pesona. Kekuatan pada kepribadian tipe ini adalah seorang pemimpin yang antusias, optimis, ramah, mempesona, dan memberi inspirasi. Namun kelemahannya adalah terlalu banyak bicara, buruk dalam tindak lanjut, dan tidak displin.
- Si Sempurna, adalah tipe pemimpin yang mempunyai perspektif luas, rinci, detail, artistik, perasa terhadap orang lain, mengatur di atas kertas, bertujuan jangka panjang, berorientasi jadwal, analitis, cerdas, dan pemikir dengan kekuatan pertimbangan akal. Kelemahannya adalah kaku, jarang tersenyum, terlalu perfeksionis dan perasa, mudah tertekan jiwanya dan mudah curiga.
- Si Pencinta Damai, adalah tipe pemimpin adil, jujur dan tidak menyimpang, tidak tergoyahkan oleh emosi atau kesempatan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Pemimpin dengan pola karakter seperti ini adalah orang yang mau diajak bekerjasama, diplomatis dan berprofil rendah, sabar, penuh tujuan, administratif, dan penengah dengan kemampuan mendengarkan. Kelemahannya yaitu seorang yang pasif, terlalu mudah menerima, membosankan, takut dan khawatir, tidak antusias, suka menunda-nunda dan tidak memotivasi diri.
- Si Kuat, adalah tipe pemimpin yang paling berpengaruh karena keinginan bawaan mereka untuk memimpin. Tipe pemimpin seperti ini selalu menjalankan proyek, bekerja dengan pikiran bisnis, gigih, praktis, kepribadian yang menguasai, pemikir logis, dinamis, unggul dalam keadaan darurat, berorientasi pada tujuan, dan berkeyakinan kuat. Namun tetap memiliki kelemahan yaitu suka memerintah, bukan pemain tim, tidak toleran, cepat marah, mengambil keputusan impulsif, dan tidak sabaran.
Florence berpendapat
dari empat pola karakter ini, seseorang juga bisa menggabungkan
beberapa tipe kepribadian yang paling dominan di dalam dirinya. Itu
tergambar ketika kita menemukan bahwa banyak pemimpin-pemimpin
berpengaruh yang menunjukkan kelebihan dari karakteristik dasar mereka.
Jadi, apapun pola paling dominan pada kepribadian seorang pemimpin.
Selalu ada kekuatan dan kelemahan yang menyertainya.
“Membaca.” Itulah poin utama yang dikatakan Florence. Membacalah
sebanyak mungkin artikel, buku, resume, dan referensi tentang orang itu
dan carilah kata-kata deskriptif yang memberikan penilaian tentang
sosok pemimpin ini. Kemudian track record (catatan masa lalu) karena ini
bagian penting dan merupakan petunjuk yang jelas tentang apa yang akan
dilakukannya di masa mendatang.
Florence juga menegaskan
bahwa yang membuat pemimpin itu besar adalah mereka yang mengetahui
kekuatan karakter dan kepribadian mereka. Sekaligus tahu membawa diri
sebagai pemimpin meskipun berangkat dari latar belakang berbeda,
pengetahuan yang berbeda, karakteristik yang berbeda, dan tingkat
kematangan berpikir yang berbeda. Dari hal inilah, publik atau rakyat
bisa menaruh kepercayaan penuh pada sosok pemimpin yang tentu saja sudah
terlebih dahulu mengenal dirinya sendiri.
Hilangnya Kepercayaan Publik
“Kepercayaan adalah dasar kepemimpinan. Rusak kepercayaan, berakhir pulalah sebuah kepemimpinan.” –Anne Ahira-
Berangkat
dari analisa karakter pemimpin melalui empat pola kepribadian yang
diulas Florence. Rakyat bisa menilai karakter-karakter pemimpin yang
bagaimana yang mampu memimpin Negeri ini pada fase Indonesia yang lebih
baik.
Seperti yang juga dijelaskan dalam artikel Anne tentang kepemimpinan bahwa “Seorang
pemimpin tidak pernah membuat komitmen kecuali ia melaksanakannya dan
ia benar-benar melakukan segalanya untuk menunjukan integritas,
sekalipun hal itu tidak nyaman baginya. Seorang pemimpin berkarakter
kuat akan dipercayai banyak orang. Kemudian yang terpenting adalah
karakter dan kredibilitas selalu berjalan bersama. Kepemimpinan tanpa kredibilitas cepat atau lambat akan hancur.”
Hal
inilah yang menjadi sorotan penting yang dilihat dari seorang pemimpin.
Indikator lain, pemimpin yang hebat adalah pasti seorang pendengar yang
baik dan mau mengimplementasikan harapan-harapan rakyat terhadapnya. Seorang pemimpin seharusnya memiliki karakter kuat, dan mempunyai kredibilitas yang mumpuni.
Saat ‘pesta’ usai, pernyataan yang muncul kemudian adalah “Masih
banyak persoalan yang seharusnya tergelar di atas kertas analisa
menjadi terjerembab di dalam laci yang dingin dan pengap.”
Itu
artinya, setelah Pemimpin baru terpilih, saatnya tanggalkan
sentimentalisme karena ada PR-PR besar di Negeri ini yang harus segera
diselesaikan. Dan perlu digaris bawahi (sekali lagi) hal itu memerlukan
usaha juga kerendahan hati seorang pemimpin.
Semoga rakyat tidak
menjadi terlalu naif memilih seorang pemimpin. Rakyat hanya perlu
diberikan ruang untuk berpikir siapa yang punya karakter dan
kredibilitas pada sosok pemimpin ini. Biarkan rakyat memilih dengan
cerdas!
Semoga pemimpin kita kedepan adalah pemimpin yang benar-benar Asli bukan topeng.
sumber artikel : http://writing-contest.bisnis.com/
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini