TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Dalam lima tahun
mendatang, Pemerintah Kota Bandung akan membuat 30 kampung kreatif,
masing-masing satu di setiap kecamatan. Saat ini baru ada lima kampung
kreatif yang diresmikan.
"Ini bagian dari mimpi masa depan. Satu per satu kampung-kampung di
Bandung harus menunjukkan identitasnya, kemudian harus dirayakan," ujar Wali Kota Bandung Ridwan Kamil
setelah meresmikan Kampung Akustik di Jalan Cicadas Pasar 2 RW 04,
Kelurahan Cikutra, Kecamatan Cibeunying Kidul, Minggu (8/12/2013).
Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, mengatakan, Pemkot Bandung juga
berkomitmen membuat satu taman bermain di setiap satu kampung. Di
kampung akustik ini, sudah ditemukan sebidang tanah yang bisa dijadikan
taman bermain. "Mudah-mudahan tahun depan bisa dibebaskan dan kampung
ini punya tempat resmi taman bermain yang didedikasikan untuk
kreativitas anak di sini," katanya.
Emil menjelaskan, di setiap kampung kreatif akan ada ekologi taman
bermain, festival, dan keunikan lokal yang bisa menjadi potensi ekonomi.
Misalnya kampung akustik yang berpotensi besar di musik, maka
ruang-ruang bermain musik harus diperbanyak.
Di kampung kreatif juga harus ada minimal satu rumah hotel. Wisatawan
yang datang tidak hanya disuguhi pertunjukan kesenian, tapi juga
merasakan keseharian warga sekitar. "Rumah hotel sudah ada di tiga
kampung. Satu di Dago Pojok, satu di Cicukang, dan satu di Kampung
Pasundan," kata Emil.
Ada kriteria supaya suatu kampung menjadi kampung kreatif, yakni
kampung tersebut mau diadvokasi. Sudah banyak proposal mengenai kampung
kreatif yang diterima Pemkot Bandung.
"Tetapi tidak sesederhana diterima dan langsung dirayakan. Butuh proses, sehingga diharapkan inisiatif bukan dari luar saja, tapi dari dalam (kampung). Supaya kebanggaan lokalitasnya muncul karena mereka sendiri yang mengerjakan," tutur Emil. Advokasi kampung akustik sendiri membutuhkan waktu dua tahun.
"Tetapi tidak sesederhana diterima dan langsung dirayakan. Butuh proses, sehingga diharapkan inisiatif bukan dari luar saja, tapi dari dalam (kampung). Supaya kebanggaan lokalitasnya muncul karena mereka sendiri yang mengerjakan," tutur Emil. Advokasi kampung akustik sendiri membutuhkan waktu dua tahun.
Guntur Affandi (40), atau yang akrab dipanggil Abah Guntur, menjadi
penanggung jawab kampung akustik. Abah Guntur mengatakan, warga setempat
awalnya belum mengerti arah dan konsep kampung akustik. Namun perlahan
tapi pasti, warga mulai paham. "Di kampung akustik tak harus ada
penggerak secara khusus. Sekarang warga mulai mengerti konsep kampung
ini," ujarnya.
Abah Guntur mengatakan, saat ini warga sedang belajar menggambar.
Anak-anak muda sudah punya keberanian menggambar di tempat umum saja
sudah bagus. Lalu di kampung ini juga sedang dikembangkan pencak silat
dan tari-tari tradisional. Ada juga keahlian musik unik seperti musik
eksperimen dan musik dapur ibu-ibu yang alat musiknya berupa peralatan
dapur.
Abah Guntur menceritakan, awalnya di kampung ini memang banyak
pengamen. Seiring dengan waktu, para pengamen ini beralih profesi.
"Akustik sendiri berkonotasi tak selalu ke musik. Dalam bahasa seniman,
akustik itu dari alam," katanya. Warga di kampung ini ada sekitar 200
kepala keluarga yang sebagian besar berdagang.
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini