Latest Post
Showing posts with label Bendahara. Show all posts
Showing posts with label Bendahara. Show all posts

Penggunaan SPM-LS Bendahara

Written By Unknown on Tuesday, November 26, 2013 | 11/26/2013

Ditengah kesibukan melakukan validasi dan verifikasi atas pelaksanaan APBN, masih dijumpai beberapa satker yang menggunakan mekanisme pembayaran LS yang menurut saya kurang tepat. Ada beberapa satker yang mengajukan pembayaran konsultan perencanaan, pembayaran tenaga cleaning service, satpam dengan menggunakan mekanisme LS kepada bendahara. Malah pernah terjadi satker mengajukan dispensasi kepada Kanwil agar pembayaran konsultan tenaga asing dapat dibayarkan menggunakan SPM-LS bendahara.
Bagaimanakah seharusnya peruntukkan penggunaan SPM-LS bendahara itu?
Filosofi dari penggunaan SPM-LS adalah agar pembayaran atas hak tagih kepada negara dipastikan langsung diterima oleh penerima hak yang telah menyelesaikan pekerjaannya. Penerima hak tersebut bisa pihak ketiga (rekanan), perorangan, atau pegawai satker.
Kalau kita lihat dalam PMK 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN pada pasal 1 dijelaskan bahwa SPM-LS adalah surat perintah membayar yang dikeluarkan oleh PA/KPA kepada :
  1. Pihak ketiga atas dasar perikatan atau surat keputusan;
  2. Bendahara pengeluaran untuk belanja pegawai/perjalanan.
Yang termasuk belanja pegawai disini adalah gaji (gaji bulanan, kekurangan gaji, gaji susulan)  dan non gaji (lembur, uang makan, honor dan vakasi).
Ketentuan yang sama mengenai petunjuk pelaksanaan dari peraturan diatas dijabarkan dalam Perdirjen Perbendaharaan No Per-66/PB/2005  tentang mekanisme pelaksanaan pembayaran atas beban APBN.
Pada perkembangannya dalam pembayaran belanja pegawai selanjutnya diatur dalam Per-37/PB/2009 tentang Juknis pengalihan pengelolaan administrasi belanja pegawai PNS pusat kepada satker K/L bahwa pembayaran belanja pegawai gaji dilaksanakan secara langsung (LS) kepada pegawai melalui rekening masing-masing pegawai secara giral.
Disini dapat disimpulkan bahwa pembayaran dengan SPM-LS dibayarkan kepada :
  1. Pihak  ketiga atas dasar perikatan atau surat keputusan
  2. Pegawai satker untuk pembayaran belanja pegawai gaji
  3. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran belanja pegawai non gaji/perjalanan.
Jadi diluar ketiga point tersebut, tidak dibolehkan menggunakan mekanisme pembayaran LS kepada bendahara pengeluaran. Untuk pembayaran belanja pegawai non gaji dan perjalanan dapat juga dibayarkan menggunakan SPM-LS langsung kepada para pegawai satker tersebut.
Bagaimana dengan pembayaran honor dengan SPM-LS bendahara ?
Honor atau honorarium terdiri dari 2 jenis yaitu honor tetap dan honor tidak tetap. Pada awalnya keduanya termasuk kedalam kelompok belanja pegawai. Mulai tahun 2009, belanja pegawai berupa honorarium tidak tetap masuk ke dalam belanja barang yang dipisahkan sesuai dengan sifat belanja barang berupa belanja barang operasional dan belanja barang non-operasional.
Hingga saat ini kode akun yang digunakan untuk menampung alokasi pembayaran honor antara lain akun 521115 (honor yang terkait dengan operasional satker), akun 521213 (honor yang terkait dengan output kegiatan), akun 522115 (sekarang 522151 belanja jasa profesi), dan akun belanja modal terkait dengan honor dalam rangka perolehan aset belanja modal. (mengenai penggunaan akun lihat tulisan alokasi honor dalam DIPA).
Dari rangkaian uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembayaran menggunakan SPM-LS bendahara hanya diperuntukkan untuk keperluan pembayaran belanja pegawai non gaji (seperti lembur, uang makan, vakasi, honor tetap), belanja perjalanan dinas, dan belanja honor tidak tetap (pada akun belanja barang 521115, 521213, 522115 (sekarang 522151) dan akun belanja modal).
 
by http://mengelolaperbendaharaan.blogspot.com 

Uraian SPM Sesuai PMK Nomor 190/PMK.05/2012

Written By Unknown on Wednesday, July 03, 2013 | 7/03/2013

Format dan tatacara pengisian Surat Perintah Membayar (SPM) diatur pada lampiran XIII PMK Nomor 190/PMK.05/2012. Sebagian besar pengisian SPM masih sama dengan peraturan sebelumnya. Salah satu yang membedakan dengan peraturan sebelumnya adalah pada uraian SPM. Supaya tidak berlarut-larut menggunakan uraian lama, pada kesempatan ini akan saya berikan contoh penulisan uraian SPM sesuai PMK Nomor 190/PMK.05/2012
  1. SPM UP = Penyediaan Uang Persediaan
  2. SPM TUP = Penyediaan Tambahan Uang Persediaan
  3. SPM GUP = Penggantian Uang Persediaan untuk keperluan belanja barang/modal/lain-lain*
  4. SPM GUP NIHIL = Penggantian Uang Persediaan untuk keperluan belanja barang/modal/lain-lain*
  5. SPM PTUP = Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan untuk keperluan belanja barang/modal/lain-lain*
  6. SPM Pengesahan = Pengesahan belanja barang/modal/lain-lain*
  7. SPM LS Honorarium = Pembayaran belanja pegawai/barang/modal/lain-lain* sesuai SK No.1/SK/2013 tanggal 10 Januari 2013
  8. SPM LS Perjalanan Dinas =  Pembayaran belanja pegawai/barang/modal/lain-lain* sesuai ST/SPD No.1/ST/SPD/2013 tanggal 12 Januari 2013
  9. SPM LS Uang Muka =  Pembayaran belanja barang/modal/bantuan sosial/lain-lain* sesuai Kontrak No. 12/KTRK/2013 tanggal 15 Januari 2013 dan Jaminan Uang Muka No. 13244/JU/2013  tanggal 15 Januari 2013
  10. SPM LS Termin = Pembayaran belanja barang/modal/bantuan sosial/lain-lain* sesuai Kontrak No. 12/KTRK/2013 tanggal 15 Januari 2013 dan BAP No. 1/BAP/2013 tanggal 15 Maret 2013
  11. SPM LS Sekaligus atau 95% = Pembayaran belanja barang/modal/bantuan sosial/lain-lain*   sesuai Kontrak No. 12/KTRK/2013 tanggal 15 Januari 2013 dan BAST No. 1/BAST/2013 tanggal 20 April 2013 
  12. SPM LS Retensi (5%) = Pembayaran belanja barang/modal/bantuan sosial/lain-lain* sesuai Kontrak No. 12/KTRK/2013 tanggal 15 Januari 2013 dan BAST II No. 1/BAST/2013  tanggal 20 Juni 2013 (kalau masa pemeliharaan belum selesai, BAST II diganti Jaminan  Pemeliharan)
sumber http://bendahara-apbn.blogspot.com/

Bukti Pengeluaran Tak Harus Kuitansi

Ada beberapa istilah yang sering kita dengar dan gunakan yang mungkin bisa membuat bingung kita sendiri, yaitu “bukti pembelian”, “bukti pembayaran”, “bukti perjanjian”, dan ”bukti pengeluaran”. Beberapa ketentuan dalam pelaksanaan APBN menggunakan istilah-istilah diatas. 
Bukti Perjanjian, dikenalkan dalam Perpres 70/2012 merupakan perubahan kedua Perpres 54/2010 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah. Dalam pasal 55 disebutkan, tanda bukti perjanjian terdiri atas : 
  1. Bukti pembelian, digunakan untuk pengadaan barang/jasa yang nilainya sampai dengan Rp 10 juta. 
  2. Kuitansi, digunakan untuk pengadaan barang/jasa yang nilainya sampai dengan Rp 50 juta. 
  3. Surat Perintah Kerja (SPK), digunakan untuk pengadaan barang /pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai sampai dengan Rp 200 juta, dan untuk jasa konsultansi dengan nilai sampai dengan Rp 50 juta. 
  4. Surat Perjanjian/Kontrak digunakan untuk pengadaan barang/ pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai diatas Rp 200 juta, dan untuk jasa konsultansi dengan nilai diatas dengan Rp 50 juta. 
Dalam pertanggungjawaban atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa tentunya harus dilengkapi dokumen pendukung pembayaran/ pertanggungjawaban keuangan diantaranya bukti-bukti pengeluaran. 

PMK 190/2012 pada pasal 51 dijelaskan bahwa salah satu bukti-bukti pengeluaran diantaranya kuitansi/bukti pembelian. Istilah “pembayaran” terkadang digunakan dalam PMK 190/2012 sebagai pengganti kata “pembelian”. Dengan demikian bukti pembelian dan bukti pembayaran memiliki arti yang sama. Bukti pembelian atau bukti pembayaran merupakan salah satu bukti pengeluaran. 

Pada prakteknya sehari-hari, saat kita melakukan pengeluaran yang kecil-kecil ke toko, warung, SPBU, mini market, tambal ban dan sejenisnya untuk keperluan kantor, sulit didapatkan kuitansi sebagai bukti pembayaran. Untuk pengeluaran tersebut biasanya kita memperoleh bukti pengeluaran berupa struk pembayaran BBM, bayar tol), nota pembelian, atau sejenisnya. 

Dalam hal penyedia barang/jasa tidak mempunyai bukti pembelian/kuitansi seperti tambal ban, bendahara pengeluaran membuat kuitansi sesuai format dalam PMK 190/2012

Dengan mengedepankan prinsi pengelolaan keuangan (termasuk pengadaan barang/jasa) yaitu efisiensi dan efektif serta tidak mengurangi akuntabilitas, pada prinsipnya bukti pengeluaran tidak harus dalam bentuk kuitansi namun dapat dalam bentuk dokumen lainnya dipersamakan (seperti bukti pembelian berupa nota, struk pembayaran dan sejenisnya). 

Dalam rangka penyederhanaan administrasi dokumen bukti-bukti pengeluaran pada satker yang tidak dapat dikuitansikan, maka dapat dilakukan rekapitulasi dengan menggabungkan beberapa bukti pembelian dalam jumlah sampai dengan Rp 1 juta dalam bentuk Daftar Rincian Pembayaran (akun dan uraian pembayarannya sama) yang ditandatangani oleh PPK (dengan terlebih dahulu mengesahkan bukti pembelian). 

Dengan demikian dapat disimpulkan kuitansi merupakan bukti pembayaran/pembelian dan dapat difungsikan sebagai bukti perjanjian. Bukti pembelian berupa nota, struk pembayaran dan sejenisnya dianggap sah sebagai bukti pembayaran dan dapat difungsikan sebagai bukti perjanjian. Bukti-bukti pengeluaran dapat berupa kuitansi dan bukti pembelian (nota, struk pembayaran dan sejenisnya). Bukti pembelian dengan nilai kecil dan sejenis (akun dan uraian pembayarannya sama) dapat digabungkan menjadi Daftar Rincian Pembayaran yang dianggap sah sebagai pengganti kuitansi. 

Bendahara Mahir Pajak 2011

Written By Unknown on Sunday, April 28, 2013 | 4/28/2013


Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.

Daftar Isi

Recent Post

Download Gratis

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Blogs Aksara - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger