Pendekatan pemerintah yang mengandalkan impor daging sapi dan sapi
siap potong dari Australia untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
sekaligus menekan harga yang sudah terlalu tinggi di pasaran, ternyata
menyisakan masalah. Pertama, setelah pedagang sempat menolak menjual
daging beku, kualitas daging impor pun dipertanyakan.
Kritik tajam datang dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
yang melihat proses importasi 3.000 ton daging dari Australia
terburu-buru dan pemerintah tak memberi jaminan tegas bahwa daging dari
Negeri Kanguru itu aman dikonsumsi.
terlebih, Australia masih melegalkan penggunaan hormon pemacu
pertumbuhan ternak, yang dilarang di Eropa karena diduga memicu kanker.
"Nah, apakah daging sapi beku yang diimpor dari Australia sudah
diendapkan selama minimal dua bulan? Jika belum, berarti daging sapi
impor itu mengandung hormon, dan pemerintah melanggar aturannya
sendiri," kata Tulus.
Setelah dikritik, Kementerian Pertanian dan otoritas terkait,
langsung bereaksi. Kementerian mengaku sudah melakukan pemeriksaan
daging beku Badan Urusan Logistik (Bulog) yang diimpor dari Australia.
Hasilnya, memang ada kandungan hormon pemicu pertumbuhan. Namun
diklaim masih dalam batas aman dan sesuai standar. Sesuai acuan lembaga
internasional Codex, residu hormon di daging impor Bulog masih dalam
batas aman.
Kepala Badan Karantina Kementan Banun Harpini menegaskan, sebelum dan
sesudah pemotongan, pihaknya sudah menghubungi otoritas Australia untuk
menghentikan vaksinasi dan pemberian hormon.
"Dari data terakhir Juni 2013, di tempat pemasukan karantina 375
sample, di pasaran 1.306 sample, hasilnya terhadap kandungan residu
hormon, belum ditemukan residu hormon yg melebihi batas oleh codex 2,2,"
kata Banun.
Penggunaan hormon pemacu pertumbuhan memang harus diawasi karena
dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Pihak karantina menjamin,
pengawasan dilakukan dua kali, sehingga keamanannya terjamin.
Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan menegaskan bahwa pengawasan
dan pengujian mutu produk hewan, termasuk untuk produk impor Bulog,
dijalankan tanpa pembedaan.
"Pemeriksaan Badan Karantina untuk daging ketat sekali. Sama yang
kita lakukan kepada Bulog yang diimpor, sama seperti impor pelaku usaha
swasta selama ini," ujar Rusman.
Masalah lain yang menyeruak ke permukaan adalah halal tidaknya daging
impor dari Australia. Untuk urusan ini, Kementerian Pertanian lepas
tangan. Menurut pihak kementerian, yang bertanggungjawab dan paling
berwenang untuk urusan cap halal adalah Majelis Ulama Indonesia.
Persoalan status halal mengemuka selepas Bulog menjelaskan bahwa
daging yang mereka datangkan berasal dari trader di Australia, bukan
langsung ke peternakan. Daging yang dibeli sudah dalam bentuk kotak
(meat box), sumbernya pun dari pelbagai peternakan yang cara memotongnya
kemungkinan bervariasi.
Meski tidak secara langsung menegaskan bahwa daging sapi di Australia
dipotong dengan standar Islam, namun Rusman menjamin salah satu syarat
bisa mendatangkan daging ke Indonesia adalah sertifikat halal dari MUI.
"Jadi di Australianya pun rumah potong hewan sudah disertifikasi, sudah diakreditasi oleh LPPOM MUI," cetusnya.
Banun menambahkan, dalam standar pengawasan pangan impor, pihaknya
selalu berkoordinasi dengan MUI. Di Pelabuhan, pihaknya selalu memeriksa
label halal dari eksportir.
Tidak hanya daging sapi beku yang bermasalah, sapi siap potong dari
Australia pun bermasalah. Pada pertama pengiriman sapi siap potong
kemarin, sebagian sapi ditolak lantaran tidak memenuhi kriteria.
Penyebab utama sapi potong pesanan pemerintah tak diloloskan
karantina adalah berat badan. Standarnya, hewan ternak itu seharusnya
berbobot minimal 400 kilogram. Banun menuturkan, gelombang pengiriman
pertama sapi siap potong dilakukan pada 25 Juli lalu. Diperkirakan tiba
di Tanah Air pada 30 Juli mendatang.
"Data kami, berangkat dari Australia pengapalan pertama 25 Juli,
sebanyak 1.478 ekor, diperkirakan tadinya 1.600, dari hasil seleksi ada
beberapa yang tidak memenuhi persyaratan," jelasnya.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan mengaku bertahap mendatangkan
3.000 sapi siap potong impor hingga Agustus mendatang. Angka ini akan
terus bertambah sampai harga daging di pasaran kembali normal.
Dampak turunan dari persoalan-persoalan itu, daging sapi impor tidak
laku di pasaran. Sebut saja di Banyumas. Di beberapa pasar di Banyumas,
daging sapi impor yang diyakini bisa menurunkan harga daging yang
terlalu tinggi, ternyata tidak sesuai harapan. Harga daging sapi segar
masih di atas Rp 100.000 per kg.
Paguyuban Pedagang Sapi Banyumas Endar Susanto mengatakan, kebijakan
impor daging sapi yang dilakukan pemerintah hingga hari ini terbukti
tidak mampu menahan naiknya harga daging sapi lokal.
Sementara itu di Purbalingga Jawa Tengah, dinas peternakan dan
perikanan (dinnakan), mewaspadai peredaran daging sapi gelonggongan
menjelang Lebaran dengan memasang imbauan lewat spanduk.
"Kami memasang 'banner' (spanduk) yang berisi imbauan tentang
ciri-ciri daging segar dan halal," kata Kepala Bidang Peternakan
Dinnakan Purbalingga, Sri Maharsih Wulan.
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini