Rasulullah SAW adalah sosok agung yang mampu membimbing sekaligus melindungi siapa pun, menjadi penggerak perjuangan pembela kaum miskin, menyayangi siapapun tanpa kecualik. Pribadi beliau layak untuk kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari, khususnya dimulai dari diri kita terlebih dahulu.
Terimakasih http://dhikalovedhea.blogspot.com/ yang sebagian besar adanya post ini,:
Pertama, kualitas moral-personal yang prima, yang dapat disederhanakan menjadi empat, yakni: siddiq, amanah, tabligh, dan fahtanah:
jujur, dapat dipercaya, menyampaikan apa adanya, dan cerdas. Keempat
sifat ini membentuk dasar keyakinan umat Islam tentang kepribadian Rasul
saw. Kehidupan Muhammad sejak awal hingga akhir memang senantiasa
dihiasi oleh sifat-sifat mulia ini. Bahkan sebelum diangkat menjadi
Rasul, ia telah memperoleh gelar al-Amin(yang sangat dipercaya)
dari masyarakat pagan Makkah. Pentingnya kualitas moral yang prima ini
kembali ia tekankan setelah menjadi utusan Tuhan dalam haditsnya:
Dari Abu Hurairah, Rasul saw. bersabda: Sesungguhnya aku diutus guna menyempurnakan kebaikan akhlak. (H.R. Ahmad, 8595).
Kedua, Integritas.
Integritas juga menjadi bagian penting dari kepribadian Rasul Saw. yang
telah membuatnya berhasil dalam mencapai tujuan risalahnya. Integritas
personalnya sedemikian kuat sehingga tak ada yang bisa mengalihkannya
dari apapun yang menjadi tujuannya. Ketika dakwahnya sudah mulai
dianggap sebagai gangguan serius oleh masyarakat Makkah, para pemukanya
mencoba membujuk Muhammad untuk berhenti. Namun ia dengan tegas menolak
setiap bujukan tersebut. Puncaknya adalah ketika kepadanya ditawarkan
kedudukan yang tinggi dalam sistem masyarakat Makkah serta sejumlah
besar kekayaan material. Pada lazimnya kedua tawaran tersebut akan
membuat orang goyah pendiriannya. Tetapi tidak demikian halnya dengan
Rasul saw. Dengan sangat tegas namun tetap santun ia menjawab: Kalaupun
mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan
kiriku, aku tetap tak akan bersedia menghentikan dakwah Islam. Tidak ada
yang dapat dipikirkan oleh para pembesar Makkah lagi untuk membobol
benteng integritas Muhammad, dan karena itu mereka pun lalu beralih pada
jalan kekerasan. Namun cara ini pun dihadapinya dengan kesabaran yang
berbuah keberhasilan.
Ketiga, kesamaan di depan hukum.
Prinsip kesetaraan di depan hukum merupakan salah satu dasar terpenting
manajemen Rasul saw. Menanggapi sebuah masyarakat yang memberlakukan
hukuman potong tangan kepada pencuri dari kelas bawah, tetapi tidak
menerapkannya kepada pencuri dari kalangan atas, Rasul saw. dengan tegas
bersabda:
Demi Allah, kalau sekiranya Fathimah binti Muhammad mencuri, maka aku sendiri yang akan memotong tangannya. (H.R. Bukhari, 3216)
Keempat, Penerapan pola
hubungan egaliter dan akrab. Salah satu fakta menarik tentang
nilai-nilai manajerial kepemimpinan Rasul saw. adalah penggunaan konsep sahabat (bukan
murid, staff, pembantu, anak buah, anggota, rakyat, atau hamba) untuk
menggambarkan pola hubungan antara beliau sebagai pemimpin dengan
orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya. Sahabat dengan jelas
mengandung makna kedekatan dan keakraban serta kesetaraan. Berbeda
dengan, misalnya, murid, staff, atau pengikut yang kesemuanya
berkonotasi tingkatan tinggi-rendah. Sahabat lebih bermuatan kerjasama
dua arah, saling melengkapi dan saling menyempurnakan. Sahabat terasa
sedemikian dekat, seolah tanpa jarak. Konsep persahabatan memang
benar-benar tepat menggambarkan realitas hubungan yang terbina antara
Rasul saw. dengan orang-orang di sekitarnya. Inilah antara lain
motivator yang telah membuat para sahabat rela mengorbankan apa saja
(seperti jiwa, raga, harta, waktu) demi perjuangan Rasul saw. Sebab di
dalam hati mereka merasakan bahwa cita-cita Rasul saw. adalah juga
cita-cita mereka sendiri, dan keberhasilan beliau adalah juga
keberhasilan mereka.
Kelima, kecakapan membaca kondisi dan merancang strategi.
Keberhasilan Muhammad saw. sebagai seorang pemimpin tak lepas dari
kecakapannya membaca situasi dan kondisi yang dihadapinya, serta
merancang strategi yang sesuai untuk diterapkan. Model dakwah rahasia
yang diterapkan selama periode Makkah kemudian dirubah menjadi model
terbuka setelah di Madinah, mengikuti keadaan lapangan. Keberhasilan
Rasul saw. dan para sahabatnya dalam perang Badr jelas-jelas berkaitan
dengan penerapan sebuah strategi yang jitu. Demikian pun peristiwa pahit
perang Uhud, adalah saksi kegagalan dalam menerapkan strategi yang
sesungguhnya sudah tersusun rapi dan rinci.
Keenam, tidak mengambil kesempatan dari kedudukan.
Rasul Saw. wafat tanpa meninggalkan warisan material. Sebuah riwayat
malah menyatakan bahwa beliau berdoa untuk mati dan berbangkit di
akhirat bersama dengan orang-orang miskin. Jabatan sebagai pemimpin
bukanlah sebuah mesin untuk memperkaya diri. Sikap inilah yang membuat
para sahabat rela memberikan semuanya untuk perjuangan tanpa perduli
dengan kekayaannya, sebab mereka tidak pernah melihat Rasul saw. mencoba
memperkaya diri. Kesederhanaan menjadi trade mark kepemimpinan
Rasul saw. yang mengingatkan kita pada sebuah kisah tentang Umar ibn
al-Khattab. Seseorang dari Mesir datang ke Madinah ingin bertemu dan
mengadukan persoalan kepada khalifah Umar ra. Orang tersebut benar-benar
terkejut ketika menjumpai sang khalifah duduk dengan santai di bawah
sebatang kurma. Tak ada tanda-tanda bahwa ia adalah seorang pemimpin
besar yang sangat berkuasa—ia tak berbeda dari orang-orang yang
dipimpinnya.
Ketujuh, visioner–futuristic. Sejumlah
hadits menunjukkan bahwa Rasul saw. adalah seorang pemimpin yang
visioner, berfikir dan mereka masa depan. Meski tidak mungkin merumuskan
alur argumentasi yang digunakan olehnya, tetapi banyak hadits Rasul
saw. yang dimulai dengan kata ‘akan datang suatu masa…’, lalu
diikuti sebuah deskripsi berkenaan dengan persoalan tertentu. Kini,
setelah sekian abad berlalu, banyak dari deskripsi hadits tersebut yang telah mulai terlihat dalam realitas nyata. Berikut adalah beberapa contoh hadits futuristik:
Kedelapan, menjadi prototipe bagi seluruh prinsip dan ajarannya.
Pribadi Rasul Saw. benar-benar mengandung cita-cita dan sekaligus
proses panjang upaya pencapaian cita-cita tersebut. Beliau adalah
personifikasi dari missinya. Oleh karena itu ia dengan mudah dimengerti
dan dengan berhasil menggerakkan masyarakatnya untuk sama-sama berupaya
keras mencapai tujuan bersama. Terkadang kita lupa bahwa kegagalan
sangat mudah terjadi manakala kehidupan seorang pemimpin tidak
mencerminkan cita-cita yang diikrarkannya. Sebagaimana sudah disebut di
atas, Rasul saw. selalu menjadi contoh bagi apa pun yang ia anjurkan
kepada orang-orang di sekitarnya.
Selaku umat Islam, merupakan kewajiban bagi kita untuk
mengikuti, mencontoh dan menteladani semua perilaku terpuji Rasulullah
yang lebih dikenal dengan istilah akhlakul karimah. Akhlakul karimah
tersebut dapat kita temui dalam berbagai literatur baik berupa sirah
nabawiyah, riwayat-riwayat sahabat beliau, maupun firman Allah yang
termaktub dalam Al-Qur’an. Bahkan sebagai pengamal dzikrullah kita telah
mengenal dzikir Lathaif, yang merupakan senjata ampuh untuk menanamkan
akhlakul karimah dan membunuh berbagai macam akhlak tercela.
Lathaif merupakan bentuk jamak
dari lathifah, yang artinya zat yang sangat halus atau lembut. Lathaif
yang dikenal dalam amalan thariqat Naqsyabandiyah secara umum adalah
sebagai berikut :
Ø Lathifathul Qalbi: merupakan
sentral dari rohaniah manusia dan merupakan induk dari latifah-latifah
lainnya. Mazmumahnya (keburukannya) adalah hawa nafsu iblis dan setan,
cinta dunia, kafir dan sirik. Mahmudahnya (kebaikannya) adalah iman,
Islam, tauhid makrifat dan malaikat
Ø Lathifatur Ruh : berhubungan
dengan paru-paru atau ruh jasmani. Mazmumahnya adalah sifat-sifat yang
tidak disukai oleh Allah yaitu sifat loba, tamak, rakus dan bakhil.
Sifat mazmumah lathifatur ruh ini juga dikatakan sifat Bahimiyah yaitu
sifat binatang ternak yang suka mengikuti hawa nafsu, makan, tidur,
seksual bersenang-senang dan segala sifat buruk lainnya. Mahmudahnya,
dengan hilangnya semua sifat sifat buruk tadi berganti dengan sifat
qanaah yaitu sifat menerima dengan syukur apa yang ditetapkan oleh Allah
untuknya, sambil berusaha menurut cara yang wajar sesuai dengan
ketentuan syari’at Allah SWT.
Ø Lathifatus Sir : berhubungan
dengan hati kasar jasmani. Mazmumahnya adalah amarah (buas), pemarah,
pembengis dan pendendam kesumat. Sifat-sifat itu dikatakan juga sifat
Subu’iyah (sifat binatang buas) yang suka berbuat onar, kekejaman,
penganiayaan, permusuhan, penindasan, penzaliman dan sebagainya.
Mahmudahnya manakala lenyap sifat mazmumahnya, bergantilah dengan sifat
kesempurnaan, terutama sifat rahman dan rahim.
Ø Lathifatul Khafi : berhungan
dengan limpa jasmani. Sifat mazmumah latifatul khafi ini dikatakan juga
sifat Syaithaniyah yang menimbulkan sifat was-was, khasad dengki,
khianat, cemburu, dusta, busuk hati, munafik mungkir janji dan
sebagainya. Mahmudahnya sifat syukur, ridho, sabar dan tawakkal.
Ø Lathifatul Akhfa : berhubungan
dengan empedu jasmani. Mazmumahnya adalah segala sifat keakuan antara
lain sombong, takabbur, ria, loba tamak, ujub (membanggakan diri) dan
segala sifat-sifat keakuan yang lain, seperti akulah yang pandai, akulah
yang kaya, akulah yang gagah. Sifat mazmumah lathifatul akhfa ini
dikatakan juga sifat Rububiyah atau sifat Rabbaniyah yaitu sifat yang
hanya pantas bagi Allah SWT, sebab dialah pada hakekatnya yang memiliki
dan mengatur alam semesta ini. Mahmudahnya adalah sifat ikhlas, khusuk,
tadarruk dan diam untuk bertafakkur terhadap keagungan dan kebesaran
Allah SWT.
Ø Lathifatu Nafsin Nathiqah : berhubungan
dengan otak jasmani. Mazmumahnya panjang angan-angan, banyak khayal dan
selalu merencanakan hal-hal yang jahat untuk memuaskan hawa nafsu.
Mahmudahnya nafsul muthmainnah yaitu sifat sakinah, tentram, berfikir
tenang.
Ø Lathifatu Kulli Jasad : Mazmumahnya adalah jahil, lalai, malas dan sebagainya. Mahmudah adalah
berilmu dan beramal sesuai dengan syariat dan hakikat.
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini