Jakarta (VoA-Islam) – Bukan
rahasia umum lagi, jika keberadaan mal di sejumlah kota besar kian
menggurita. Bahkan kehadiran minimarket sampai masuk ke kampung-kampung.
Yang pasti, ini akan mematikan pedagang kecil di sekitarnya. Atas dasar
itu, Gubernur DKI Joko Widodo bakal menghentikan izin pembangunan mal
untuk tahun 2013 di Jakarta. Namun untuk izin yang sudah terlanjur
dikeluarkan, Jokowi tak bisa berbuat apa-apa.
"Untuk mal stop dululah, ya sudah tapi kan sudah ada izin yang
keluar, dan masih banyak izin yang beredar," kata Jokowi di Jl Palmerah,
Jakarta Barat, Selasa (13/11/2012).
Untuk tahun mendatang, Jokowi akan fokus untuk membangun perumahan guna menormalisasi Kali Ciliwung. Rencana ini masih dibahas antara Pemprov DKI, Kemenpora dan Kementerian Pekerjaan Umum. Menginjak 2013 segera akan dimulai perumahannya.
Sebelumnya, Jokowi sudah meninjau sejumlah mal di Jakarta. Rencananya, dia juga akan menata sejumlah mal di Jakarta agar lebih bisa menampung kreatifitas publik. Nantinya, kawasan Blok M-Thamrin akan dijadikan creative public space. Tujuannya agar membangkitkan kreatifitas masyarakat.
Untuk tahun mendatang, Jokowi akan fokus untuk membangun perumahan guna menormalisasi Kali Ciliwung. Rencana ini masih dibahas antara Pemprov DKI, Kemenpora dan Kementerian Pekerjaan Umum. Menginjak 2013 segera akan dimulai perumahannya.
Sebelumnya, Jokowi sudah meninjau sejumlah mal di Jakarta. Rencananya, dia juga akan menata sejumlah mal di Jakarta agar lebih bisa menampung kreatifitas publik. Nantinya, kawasan Blok M-Thamrin akan dijadikan creative public space. Tujuannya agar membangkitkan kreatifitas masyarakat.
Seperti diketahui, beberapa mal baru hadir di Jakarta hingga akhir
tahun 2012 ini. Jakarta bakal mempunyai 75 mal akhir tahun ini. Hal ini
menyebabkan Jakarta menjadi satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki
mal terbanyak. Jakarta menempati urutan pertama disusul Surabaya
sebagai kota-kota terbanyak yang memiliki mal. Namun demikian, jumlah
mal di Jakarta masih kalah dengan Singapura maupun Hong Hong.
Jumlah mal di Indonesia saat ini kurang lebih mencapai 300 mal
tersebar di Jawa maupun luar Jawa. Beberapa daerah yang masih minim mal
antara lain Kalimantan dan Papua. Sementara itu di Jawa, Provinsi Jawa
Tengah termasuk yang masih minim jumlah malnya. Perusahaan mal yang
mendominasi antara lain Ciputra, Pakuwon, APG, Palm, Lippo dan
lain-lain.
Menurut Litbang Kompas (2/1-2012), Minimarket di Jakarta ada 1.868
buah (meningkat 5% dalam 3 tahun terakhir), sementara itu Pasar
Tradisional hanya 153 buah. Ada fakta yang sungguh miris: di
Jakarta ada 2.162 minimarket tanpa ijin, di Bogor ada 400 minimarket
tanpa ijin, Di Bandung ada 70 persen minimarket tanpa ijin, di Surabaya
hanya 6 dari 209 mini market yg telah memiliki ijin operasi.
Inilah sejumlah minimarket yang menggurita di tengah masyarakat:
Indomaret, Alfamart, Supermarket Hero, Carrefour, Superindo, Foodmart,
Yogya, Ramayana, Hypermart Carrefour, Hypermart, Giant, LotteMart, dan
Indogrosir. Kondisi ini jelas mengarah pada praktik monopoli atau
oligopoli, yang bertentangan dengan semangat UU no. 5 th 1999 mengenai
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pihak Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) sudah sering
minta kepada pemda-pemda untuk menghentikan izin pendirian minimarket
tanpa batas karena sangat merugikan pengusaha mikro.
Menurut pemantauan APPSI, pertumbuhan minimarket pada satu titik
lokasi otomatis mematikan minimal 20 warung masyarakat. Jika
pendiriannya yang liar itu dibiarkan, kelangsungan hidup masyarakat pada
strata paling bawah akan punah. Kematian 20 warung di sekitar
minimarket, berarti jumlah jiwa anggota keluarga yang kehilangan sumber
pendapatan lebih besar dibandingkan daya tampung satu minimarket.
Memang pada era globalisasi sekarang ini, semua kegiatan usaha
diizinkan. Tentu saja perlu regulasi dan pengendalian yg baik di
lapangan. Sehingga jika pertumbuhan minimarket dalam jumlah tertentu
serta zonasi yg tepat, itu tidak akan mematikan usaha masyarakat warung
rumahan.
Bayangkan, 1 mall mematikan sekitar 100 pedagang, dan 1 minimarket
mematikan sekitar 20 pedagang warung / toko kelontong. Sementara yg
menikmati profit yang luar biasa itu hanya segelintir pemodal.
Kebanyakan franchise minimarket itu milik konglomerat. Dengan matinya
usaha – usaha kecil maka makin melebarkan gap, yang kaya makin kaya,
yang miskin makin miskin dan terkubur.
Ketika para pedagang di kampung – kampung atau di pasar – pasar
tradisional itu gulung tikar, karena tidak kuat menyewa lapak yang
seiring dengan menurunnya omset, maka untuk bisa tetap survive,
kebanyakan mereka memilih untuk berjualan secara liar (di pinggir
jalan), yg tentunya beresiko terjadinya penggusuran oleh petugas tibum
(ketertiban umum) dari dinas tata kota. Inilah mengapa pedagang kaki
lima tumbuh subur di negeri ini.
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini