Perka 8/2012 tentang E-Tendering tergolong mengejutkan. Yang paling mengejutkan adalah tentang Jaminan Penawaran.
Perka 8/2012 tentang E-Tendering
Selama ini diakui memang permasalahan Jaminan Penawaran menjadi “beban” pengadaan baik disisi penyedia apalagi disisi pokja ULP. Terkhusus bagi pokja ULP yang wajib melakukan klarifikasi dan konfirmasi tertulis kepada penerbit (pasal 67 ayat 4 Perpres 54/2010). Tentu peniadaan jaminan penawaran merupakan langkah yang dapat mempengaruhi efisiensi disisi waktu.
Selama ini diakui memang permasalahan Jaminan Penawaran menjadi “beban” pengadaan baik disisi penyedia apalagi disisi pokja ULP. Terkhusus bagi pokja ULP yang wajib melakukan klarifikasi dan konfirmasi tertulis kepada penerbit (pasal 67 ayat 4 Perpres 54/2010). Tentu peniadaan jaminan penawaran merupakan langkah yang dapat mempengaruhi efisiensi disisi waktu.
Bagi
penyedia Jaminan Penawaran sering menjadi momok adalah ketentuan
persyaratan bahwa jaminan penawaran asli harus dikirimkan sebelum batas
akhir pemasukan penawaran. Tentu dengan tiadanya jaminan penawaran asli
kekhawatiran gugur administrasi sirna. Ingat artikel Gugur Jaminan Penawaran Asli?, Apa Perlunya Jaminan Penawaran Asli? dan Apa Perlu Jaminan dalam Pengadaan?.
Lampiran Perka 18/2012 romawi III angka 3 menjelaskan tentang jaminan. Dintaranya berbunyi :
-
Jaminan penawaran pada E-Tendering dengan metode E-Lelang tidak diperluan untuk pengadaan barang/jasa yang memiliki nilai paling tinggi Rp. 2,5 milyar atau tidak menimbulkan risiko apabila pemenang mengundurkan diri menyebabkan pekerjaan tidak dapat diselesaikan pada waktunya.
-
Jaminan penawaran sebagaimana dimaksud disampaikan dalam bentuk softcopy hasil pemindaian (scan) yang dimasukkan dalam dokumen penawaran.
-
Jaminan penawaran asli disampaikan pada saat pembuktian kualifikasi untuk pascakualifikasi dan pada saat sebelum penetapan pemenang untuk prakualifikasi.
-
Jika calon pemenang tidak memberikan jaminan penawaran asli sebagaimana dimaksud atau jaminan penawaran tidak dapat dicairkan maka akun SPSE penyedia barang/jasa dinonaktifkan dan dapat dimasukkan dalam daftar hitam.
Kalau
ditelaah secara tata kalimat maka angka 2 s/d 4 hanya untuk paket diatas
2,5 milyar, karena sesuai bunyi angka 1, dibawah 2,5 milyar tidak perlu
jaminan penawaran.
Tentu
muncul pertanyaan bagaimana dengan ketentuan Jaminan Penawaran yang
terdapat dalam Perpres 54/2010 yang telah dirubah keduakalinya dengan
P70/2012? Mari kita coba runut ketentuan tentang Jaminan Penawaran dalam
beberapa pasal.
Pasal
17 ayat 2 menyebutkan Tugas pokok dan kewenangan Kelompok Kerja
ULP/Pejabat Pengadaan meliputi salah satunya huruf c. menetapkan besaran nominal Jaminan Penawaran.
Pasal 68 :
-
Jaminan Penawaran diberikan oleh Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya pada saat memasukkan penawaran, yang besarnya antara 1% (satu perseratus) hingga 3% (tiga perseratus) dari total HPS.
-
Jaminan Penawaran dikembalikan kepada Penyedia Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya setelah PPK menerima Jaminan Pelaksanaan untuk penandatanganan Kontrak.
-
Jaminan Penawaran tidak diperlukan dalam hal Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dilaksanakan dengan Penunjukan Langsung, Pengadaan Langsung atau Kontes/Sayembara.
Pasal 85 :
-
Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan ketentuan bahwa Jaminan Penawaran peserta lelang yang bersangkutan dicairkan dan disetorkan pada Kas Negara/Daerah.
Dalam pengertian dunia keuangan dan bisnis fungsi Jaminan Penawaran (Bid/Tender Bond)
adalah untuk menjamin agar prinsipal/penyedia yang mengikuti tender
benar-benar bertanggung jawab atas penawaran yang di ajukannya. Fungsi
ini telah terakomodir dalam Perpres 54/2010 dan seluruh perubahannya.
Setidaknya ada 2 hal yang ingin dipastikan dengan jaminan penawaran. Pertama, memastikan kesungguhan/motivasi penyedia. Kedua, memastikan tidak terjadinya kerugian disisi pelaksana utamanya biaya (cost).
Apabila
kita kembali ke Lampiran Perka 18/2012 BAB III angka 3 angka 1 jelas
ketentuan tidak diperlukannya Jaminan Penawaran hanya untuk e-tendering
sedangkan untuk non e-tendering Jaminan Penawaran tetap diperlukan
sesuai dengan ketentuan P54/2010.
Penguatan
hukum atas ketentuan berbeda untuk e-tendering ada pada Perpres 54/2010
pasal 143 ayat 2 bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai teknis
operasional tentang Daftar Hitam, pengadaan secara elektronik,
dan sertifikasi keahlian Pengadaan Barang/Jasa, diatur oleh Kepala LKPP
paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Presiden ini ditetapkan.
Dan ini tertuang jelas dalam konsideran menimbang pada Perka 18/2012.
E-Tendering dianggap mampu memenuhi fungsi memastikan kesungguhan/ motivasi penyedia
dalam mengikuti proses pelelangan hingga penandatanganan kontrak.
Apalagi pada Lampiran Perka 18/2012 Romawi III angka 5 huruf a tegas
menyebutkan, apabila Penyedia Barang/Jasa melakukan pelanggaran terhadap persyaratan dan ketentuan penggunaan SPSE, pelanggaran terhadap peraturan perundangan yang berlaku, atau masuk dalam daftar hitam maka LPSE atau Pengelola Agregasi Data Penyedia dapat menonaktifkan kode akses Pengguna SPSE.
Tentang pemenuhan fungsi memastikan tidak terjadinya kerugian disisi pelaksana utamanya biaya, dapat maksimal dengan beratnya sanksi.
Meski begitu kemungkinan kerugian disisi biaya tetap ada. Apabila calon
pemenang yang ditunjuk tidak bersedia menandatangani kontrak atau dalam
jangka waktu 14 hari tidak menyerahkan jaminan pelaksanaan, maka lelang
gagal. Meski penyedia kena sangsi dinonaktifkan dari SPSE, namun lelang
ulang atau gagal lelang tetaplah menimbulkan beban biaya disisi pelaksana/pemerintah.
Saya yakin,
tentang kemungkinan gagal lelang/pelelangan ulang, ini telah melalui
perhitungan yang matang, sehingga dampaknya tidak memberatkan anggaran.
Untuk membuktikan mari kita pantau dan dukung bersama, semoga gagal
lelang akibat klausul pencairan jaminan penawaran berkurang bahkan tidak
ada di tahun mendatang. Aamiin.sumber http://samsulramli.wordpress.com/
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini