Penulis : Sandro Gatra | Selasa, 11 Desember 2012 | 11:48 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -
Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Ganjar Pranowo menilai
tindak pidana korupsi yang dilakukan kepala daerah terjadi karena sudah
ada niat untuk merampas uang negara. Menurut Ganjar, tidak mungkin
korupsi terjadi karena ketidaktahuan kepala daerah atas peraturan
perundang-undangan.
"Korupsi itu niat, korupsi itu kesempatan,
korupsi itu keberanian, korupsi itu otak kotor. Dia itu tahu, enggak ada
yang enggak tau jadi kepala daerah. Maka ketika dia melanggar, dia
sudah ada niatan," kata Ganjar di Gedung Kompleks Parlemen Senayan,
Jakarta, Selasa (11/12/2012).
Hal itu dikatakan Ganjar ketika dimintai tanggapan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika peringatan Hari Anti Korupsi se-Dunia. Dalam pidatonya, Presiden mengatakan, banyak kasus korupsi terjadi akibat ketidakpahaman jajaran pemerintah terhadap peraturan perundang-undangan.
Ganjar
mengatakan, ketidaktahuan atas peraturan perundangan hanya alasan.
Kalaupun kepala daerah tak tahu, kata dia, para pejabat di ring satu kepala daerah pasti sangat paham terhadap peraturan perundang-undangan karena sudah berada di birokrasi puluhan tahun.
"Ketika kemudian menyodorkan sebuah keputusan, pasti sudah sesuai. Kecuali mereka kongkalikong untuk nyopet, garong. Jadi mereka sangat tahu," kata politisi PDI Perjuangan itu.
Ganjar
menambahkan, semua kembali kepada masing-masing kepala daerah, apakah
memang ingin memimpin untuk kesejahteraan rakyat atau hanya ingin
mencari uang.
"Kalau keterpanggilan memimpin, enggak ada urusan kayak gitu (korupsi). Tapi kalau keterpanggilannya untuk mencari uang, mencari kaya, dia akan cari, diakal-akalin," katanya.
"Kalau keterpanggilan memimpin, enggak ada urusan kayak gitu (korupsi). Tapi kalau keterpanggilannya untuk mencari uang, mencari kaya, dia akan cari, diakal-akalin," katanya.
Ketika
dimintai tanggapan rencana Presiden mengumpulkan kepala daerah untuk
diberikan penjelasan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh
untuk mencegah terjerat hukum, Ganjar menjawab, "Jangan ajari ikan
berenang."
Seperti diberitakan, berdasarkan pengalaman Presiden
dalam 8 tahun terakhir, ada dua jenis korupsi. Pertama, pejabat memang
berniat untuk melakukan korupsi. Kedua, terjadi karena ketidakpahaman
pejabat terhadap peraturan perundang-undangan.
"Negara wajib
menyelamatkan mereka-mereka yang tidak punya niat melakukan korupsi,
tetapi bisa salah di dalam mengemban tugasnya. Kadang-kadang,
diperlukan kecepatan pengambilan keputusan dan memerlukan kebijakan
yang cepat. Jangan dia dinyatakan bersalah dalam tindak pidana
korupsi," kata Presiden.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad menilai semua pejabat negara harus mengetahui peraturan perundang-undangan, khususnya berbagai hal mengenai tindak pidana korupsi. Menurut Abraham, mereka tidak boleh berlindung di balik ketidaktahuan peraturan perundang-undangan ketika tersangkut tindak pidana korupsi.
"Pemimpin dituntut harus cerdas. Kalau ada pemimpin mengatakan tidak tahu kalau telah terjadi korupsi, ya tidak usah mempimpin," kata Abraham seusai menghadiri peringatan puncak Hari Antikorupsi dan Hari HAM Sedunia di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/12/2012).
Sementara itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad menilai semua pejabat negara harus mengetahui peraturan perundang-undangan, khususnya berbagai hal mengenai tindak pidana korupsi. Menurut Abraham, mereka tidak boleh berlindung di balik ketidaktahuan peraturan perundang-undangan ketika tersangkut tindak pidana korupsi.
"Pemimpin dituntut harus cerdas. Kalau ada pemimpin mengatakan tidak tahu kalau telah terjadi korupsi, ya tidak usah mempimpin," kata Abraham seusai menghadiri peringatan puncak Hari Antikorupsi dan Hari HAM Sedunia di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/12/2012).
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini