Pejabat
Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Dan secara
harpiah, tercapai tidaknya pelaksanaan suatu pekerjaan menjadi
tanggungjawab seorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
TAHAP PERENCANAAN PEKERJAAN
Pada
tahap awal dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya PPK dapat
mengundang ULP/Pejabat Pengadaan dan Tim Teknis untuk membahas dan
mengkaji ulang tentang Rencana Umum Pengadaan yang telah dilaksanakan
oleh PA/KPA dalam rapat koordinasi awal. Dalam rangka mengkaji ulang
kebijakan umum tersebut PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan hanya me re-view
hal-hal :
- Apakah pemaketan sudah mengakomodir unsur-unsur prinsip pengadaan seperti unsur effisiensi, effektifitas, bersaing, tidak diskriminatif dan mendorong persaingan sehat, serta meningkatkan peran usaha kecil dan penggunaan produksi dalam negeri.
- Apakah biaya yang tercantum didalam rencana umum pengadaan masih layak untuk dilaksanakan pada saat pekerjaan fisik dilaksanakan. Hal ini dipertimbangkan karena proses pengajuan anggaran (pagu) biasanya memerlukan waktu yang cukup lama hingga persetujuan anggaran. Pengkajian ulang anggaran pekerjaan ini dapat dilakukan berdasarkan survei pasar.
- Apakah paket-paket sebagaimana rencana umum pengadaan masih dapat digabungkan dan/atau dipecah demi effektifitas dan effisiensi sejauh tidak untuk menghindari pelelangan.
- Kajian tentang Kerangka Acuan Kerja, Spesifikasi teknis dan Gambar, Waktu pelaksanaan dan hal-hal lain yang dapat merubah lingkup dan output pekerjaan.
- Berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dituangkan dalam Berita Acara Koordinasi :
- apabila PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan sepakat untuk merubah Rencana Umum Pengadaan maka perubahan tersebut diusulkan oleh PPK kepada PA/KPA untuk ditetapkan kembali;
- apabila ada perbedaan pendapat antara PPK dengan ULP/Pejabat Pengadaan terkait Rencana Umum Pengadaan maka PPK mengajukan permasalahan ini kepada PA/KPA untuk diputuskan; dan putusan PA/KPA bersifat final.
Berdasar
kesepakatan PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan dan/atau keputusan PA/KPA,
maka PPK menetapkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan yang meliputi:
kebijakan umum, rencana penganggaran biaya dan KAK. Dan selanjutnya PPK
menyerahkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan kepada ULP/Pejabat Pengadaan
sebagai bahan untuk menyusun Dokumen Pengadaan.
Dan di pasal 11 ayat 1, PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi :
1) Spesifikasi teknis Barang/Jasa;
2) Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
3) Rancangan Kontrak.
. |
Pada
tahap ini PPK harus memahami substansi dan lingkup pekerjaan yang akan
dilaksanakan karena hal-hal yang menjadi dasar dan pertimbangan harus
dimulai dari tahap ini.
SPESIFIKASI TEKNIS BARANG/JASA.
Untuk
mendapatkan barang berkualitas terbaik sesuai dengan kebutuhan dan
anggaran, maka spesifikasi teknis minimal yang harus dipenuhi harus
disampaikan terlebih dahulu sebelum dilakukan teknis dan harga.
Spesifikasi teknis minimal tersebut dibuat rinci dan terukur dan
merupakan persyaratan teknis minimal yang harus dipenuhi untuk
memastikan barang yang diserahkan nantinya sesuai dengan kebutuhan.
Penyusunan
spesifikasi teknis merupakan hak PPK, tetapi tidak diperkenankan
mengarah kepada merk tertentu kecuali untuk pengadaan suku cadang. Kalau
berdasarkan justifikasi teknis dan identifikasi kebutuhan hanya dapat
dipenuhi oleh satu merek, maka PPK dapat melakukan penunjukan langsung
kepada agen resmi peralatan tersebut disertai dengan negosiasi teknis
dan harga.
PPK
juga yang membuat dan mengeluarkan spesifikasi dan gambar untuk
dicantumkan didalam Dokumen Pengadaan. Ketentuan mengenai gambar
dilakukan sejauh dibutuhkan, terutama untuk Pekerjaan Konstruksi.
Penyedia tidak perlu membuat gambar, cukup mengajukan spesifikasi yang
dipersyaratkan.
Dalam
menetapkan spesifikasi teknis suatu pekerjaan termasuk metodologi PPK
harus mengacu kepada perundang undangan yang berlaku dan tidak
menghambat persaingan usaha. Informasi lebih lanjut mengenai teknis
pekerjaan tersebut, dapat dikonsultasikan dengan instansi teknis
terkait.
HARGA PERHITUNGAN SENDIRI (HPS)
PPK
dalam penyusunan HPS harus mendokumentasikan riwayat Penyusunan HPS
dengan baik, Penyusunan HPS berdasarkan pada harga pasar setempat dengan
mempertimbangkan informasi yang meliputi:
- informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS);
- informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
- daftar biaya/tarif yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal;
- biaya kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya;
- inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia;
- hasil perbandingan dengan kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain;
- perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana (engineer’s estimate), dan/atau
- informasi lain yg dapat dipertanggungjawabkan.
HPS
digunakan sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang
sah untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dan
Pengadaan Jasa Konsultansi yang menggunakan metode Pagu Anggaran.
Meskipun batas atas penawaran dengan evaluasi kualitas dan biaya adalah
pagu, namun HPS tetap diumumkan.
Untuk
pengadaan barang tidak ada ketentuan mengenai batas atas keuntungan
yang wajar. HPS bukan merupakan alat untuk menilai kewajaran harga.
Perhitungan HPS harus dilakukan dengan cermat, dengan menggunakan data
dasar dan mempertimbangkan harga pasar setempat pada waktu penyusunan
HPS. RAB pada TOR/KAK dan Standar Harga yang ditetapkan Kepala Daerah
hanya digunakan untuk menyusun anggaran, sedangkan HPS diperoleh dari
hasil survei pasar terkini.
Sesuai
dengan pasal 66 ayat (7) penyusunan HPS didasarkan salah satunya
adalah harga pasar setempat yang didapat dari beberapa sumber informasi,
Standar harga satuan yang dikeluarkan
Pemerintah Daerah/Lembaga tidak dapat dijadikan dasar dalam penyusunan
HPS, namun hanya digunakan untuk penyusunan RAB pada saat pengajuan
anggaran. ULP dilarang menambah klausul mengenai harga wajar
maksimal harus sesuai dengan Standar Harga Kepala Daerah/Lembaga
tertentu. Meskipun demikian bilamana standar tersebut sudah dituangkan
dalam DPA, maka penetapan HPS dan rinciannya tidak boleh melebihi
Standar Harga Bupati. Mengingat HPS digunakan sebagai dasar untuk
menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah (pasal 66 ayat (5) huruf
b), dan tidak boleh melampaui pagu yang tersedia (pasal 13).
Karena
jenis barang/pekerjaan cukup beragam, maka format penetapan HPS
disesuaikan dengan sifat dan ruang lingkup pekerjaan yang
dikompetisikan. HPS tetap diperlukan untuk semua metoda pemilihan,
kecuali kontes dan sayembara
HPS
dapat ditentukan dari nilai tertinggi, nilai tengah (median), nilai
yang paling banyak muncul (modus) atau rata-rata (mean) dari hasil
survei, sepanjang nilai tersebut diyakini dapat dipenuhi lebih dari 3
calon penyedia (bukan 3 produk). Nilai tersebut sudah termasuk
keuntungan, overhead, dan pajak.
HPS
jasa konsultansi terdiri dari komponen Biaya Langsung Personil
(Remuneration), Biaya Langsung Non Personil (Direct Reimbursable Cost,
dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Penyusunan HPS Biaya Langsung Personil
tenaga ahli dapat bersumber dari informasi biaya satuan yang
dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain
yang dapat dipertanggungjawabkan, antara lain INKINDO (pasal 66 ayat (7)
b).
Namun
dalam proses pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi harus dilakukan
negosiasi teknis dan biaya sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan
harga pasar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan (pasal 41 ayat
(2))
Sedangkan
penyusunan HPS untuk biaya non personil disesuaikan dengan ruang
lingkup dan metodologi pekerjaan untuk mendukung pelaksanaan tugas
penyedia jasa konsultansi tersebut. Harga Satuan Pekerjaan untuk biaya
non personil jasa konsultansi dapat pula mengacu kepada Standar Biaya
Umum yang ditetapkan Menteri Keuangan setiap tahun
PPK
bertanggung jawab untuk menetapkan HPS , apabila satuan kerja PPK tidak
memiliki pegawai yang menguasai teknis konstruksimaka PPK dapat meminta
bantuan tenaga ahli (konsultan perencana) untuk menyusun HPS.
RANCANGAN KONTRAK
Pihak
yang bertugas untuk menyiapkan kontrak adalah Pejabat Pembuat Komitmen
(pasal 11 ayat 1.a.(3)). Kontrak tersebut harus mengacu pada rancangan
kontrak yang merupakan bagian dari dokumen pengadaan yang ditetapkan
oleh PPK sebelum pemilihan dimulai (pasal). Penandatanganan kontrak
harus ditandatangani oleh orang yang berhak sebagaimana ketentuan tanpa
harus berhadapan langsung dengan pengguna barang/jasa.
Pemilihan
jenis kontrak didasarkan pada sifat dan ruang lingkup pekerjaan. Tidak
ada ketentuan yang baku untuk menentukan suatu jenis kontrak yang paling
sesuai untuk pekerjaan tertentu. Pada prinsipnya jika suatu kontrak
memiliki ketidakpastian jumlah atau volume pekerjaan, maka lebih sesuai
dengan kontrak harga satuan. Namun jika kontrak untuk pekerjaan yang
pasti baik jumlah, volume dan ruang lingkupnya, maka dapat menggunakan
kontrak lumpsum. Untuk pekerjaan yang belum memiliki volume yang pasti
dapat menggunakan kontrak harga satuan.
Dalam
tahapan perencanaan ini demi akuntabilitas dalam pelaksanaan kegiatan,
secara paralel, PPK mengusulkan satu orang atau lebih untuk menjabat
sebagai Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) dan Pejabat
Peneliti Kontrak (PEPEKON) yang ditujukan kepada PA dan mengangkat PPTK
(Pejabat Pelaksana Teknik Kegiatan) untuk membantu pelaksanaan
pekerjaan.
Tambahan
: Dalam hal DIPA/DPA/PNBP belum disahkan, pengumuman dapat dilakukan
dengan mencantumkan kondisi DIPA/DPA/PNBP belum disahkan (pasal 73)
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini