Home » » Ketika Fatwa Ulama (Mulai) Dicueki

Ketika Fatwa Ulama (Mulai) Dicueki

Written By Unknown on Tuesday, October 09, 2012 | 10/09/2012

Oleh: Yuliansyah
Dari Sahl bin Saad-Saaidi ra, Rasulullah SAW bersabda: Ya Allah jangan Kau temukan aku dan mudah-mudahan kamu (sekalian) tidak bertemu dengan suatu masa di mana para ulama sudah tidak diikuti lagi dan orang yang penyantun sudah tidak disegani lagi (HR Ahmad).

Judul tulisan di atas dilatarbelakangi ketika terjadinya kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium beberapa waktu lalu. Antrian panjang mewarnai pemandangan hampir di tiap SPBU di daerah ini.

Kondisi dan gejolak tak menentu menyangkut kapan berakhirnya kelangkaan dan antrian panjang masyarakat yang ingin mendapatkan BBM tersebut, membuat semua pihak terpanggil untuk mencarikan solusinya, tak terkecuali para ulama.

Salah satu kabupaten di daerah ini, melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat mengeluarkan fatwa atau imbauan mengenai hal itu yang dibagikan di SPBU. Isinya, tentang imbauan agar masyarakat tidak panik menghadapi kondisi tersebut, juga tidak melakukan penimbunan.

Pada selebaran itu juga secara tegas dimuat tentang larangan dan hukum syariat bagi mereka yang berkemampuan (baca:kaya) untuk membeli BBM bersubsidi, karena jenis itu hanya untuk masyarakat miskin dan kurang mampu.

Reaksi masyarakat ketika membaca selebaran MUI tersebut tersebut, setelah dibaca langsung dilipat diletakkan di saku maupun laci mobil. Sepertinya tidak ada reaksi yang membuat mereka terenyuh atau terpanggil dengan fatwa atau imbauan yang dikeluarkan para ulama itu. Padahal di selebaran itu juga dijelaskan hukum syariat menyangkut pelanggaran terkait dengan BBM tersebut.

Buktinya, antrean tetap panjang, BBM bersubsidi tetap diburu oleh mereka yang ‘berduit’.

Fenomena berbeda terjadi ketika ada imbauan dari gubernur dan juga pihak kepolisian di daerah ini yang melarang melakukan aksi penimbunan dan larangan pembelian BBM bersubsidi bagi mobil dinas dan sejenisnya.

Ketika imbauan itu dikeluarkan yang ditembuskan kepada para pengusaha SPBU, maka secara spontan antrean panjang perlahan bisa diminimalisasi. Pihak SPBU juga ‘taat’ dengan membatasi jumlah pengisian.

Ada Apa Dengan Fatwa ?

Kasus di atas hanyalah contoh kecil dari sekian banyak fatwa yang cenderung ‘dicueki’ oleh sebagian masyarakat. Meski fenomena itu tidak bisa diambil kesimpulan bahwasanya fatwa yang dikeluarkan oleh para ulama tersebut efektivitasnya belum bisa sepenuhnya mengubah sikap dan pola pikir masyarakat, namun setidaknya indikasi ke arah sana mulai terasa.

Contoh lain, misalnya fatwa haram yang dikeluarkan ulama ketika fenomena tukar uang menjelang lebaran beberapa waktu lalu yang dikategorikan riba.Tapi kenyataan di lapangan praktik tukar uang dengan imbalan (potongan) sekian persen tersebut tetap saja marak terjadi.

Jadi apa sebenaranya yang terjadi dengan fatwa-fatwa tersebut? Meski fatwa atau ijtihad dari para ulama tersebut tujuannya menjawab segala persoalan yang terjadi pada umat. Bahkan dalam fikih hal itu termasuk salah satu hukum yang wajib diikuti setelah Alquran dan sunah. Sebab fatwa atau ijtihad merupakan sebuah keputusan dari kumpulan para ulama yang ahli di bidangnya.

Itu merupakan PR besar bagi para ulama untuk mengkaji tentang efektivitas dari fatwa, imbauan atau nasihat yang mereka keluarkan secara komprehensif.

Di sisi lain, fatwa-fatwa yang bersifat kontemporer bahkan masuk dalam ranah ‘politik’ sepertinya kurang diminati.

Pada 2009 ulama mengeluarkan fatwa haram bagi mereka yang golput pada pemilu ketika itu. Fatwa itu tentu saja menuai kontroversi di tengah masyarakat, bahkan cenderung dicueki  larangan tersebut.

Bahkan ke depan ada wacana fatwa ulama dikeluarkan untuk masalah strategis kebangsaan dan kenegaraan (masail asasiyyah wathaniyyah). Sejumlah permasalahan nantinya, yang  akan dibahas meliputi, Etika Berdemonstrasi dan berekspresi, pemilihan umum kepala daerah, implementasi konsep HAM dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tanggung jawab pemerintah dalam mewujudkan kemaslahatan umat.

Secara implisit, tugas ulama hanya sebatas menyampaikan (tablig) melalui fatwa dan nasihat keagamaan. Namun untuk era sekarang dengan persolan multikompleks, fungsi seperti itu tidak lagi relevan.

Di era sekarang dakwah harus ‘berkolaborasi’ dengan pihak terkait yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam masalah itu. Misalnya saja dengan aparat penegak hukum dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Ulama tidak dapat berbuat banyak tanpa dukungan pihak yang berkompeten di bidangnya.

Dengan demikian tugas dan fungsi ulama sebagai pembimbing umat bisa lebih efektif, tentunya dengan tetap menggunakan metode tahapan dakwah yakni melalui lisan, perbuatan dan hati.

Sudah saatnya ulama bangkit, menunjukkan kepada dunia bahwa mereka berjuang murni untuk kemaslahatan umat, tidak ada kepentingan lain di balik upayanya membina umat sebagaimana ditudingkan selama ini.

Ulama lahir karena ada umat. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Menghargai dan mengikuti nasihatnya sudah menjadi kewajiban kita. (*)

PNS Dinas  Pendidikan di Tabalong
Share this article :

Post a Comment

Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini

Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.

Daftar Isi

Recent Post

Download Gratis

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Blogs Aksara - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger