Home » » Kearifan “Membaca” Semesta-Alam

Kearifan “Membaca” Semesta-Alam

Written By Unknown on Tuesday, October 09, 2012 | 10/09/2012

Oleh: Sumasno Hadi
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis ia akan hilang di dalam masyarakat, dan dari sejarah” (Pramoedya Ananta Toer).

Jika Bung Karno pernah berpesan kepada bangsa Indonesia untuk “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah” (Jasmerah), maka kini menjadi penting bagi kita sebagai generasi penerus bangsa untuk menuliskan setiap fakta-kejadian ke dalam catatan sejarah.

Urgensitas mengenai tema membaca-menulis ini sangat dibutuhkan bangsa kita di tengah-tengah problim “sakit lupa”. Contoh, penyakit para penguasa yang gampang sekali lupa akan janji-janji manisnya di masa kampanye. Untuk itu -- dalam kehidupan yang tak boleh sering lupa-lupa ini -- pemembacaan fakta sejarah secara teliti sangatlah perlu dilakukan untuk kemudian ditulis sehingga menjadi catatan. Untuk kemudian dijadikan sebagai pengingat kepada generasi di masa mendatang.

Merenungkan kutipan dari buku berjudul Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer (Mas Pram) pada awal tulisan ini, dapatlah dikemukakan bahwa tulisan merupakan bentuk kreasi yang boleh dikatakan “mutlak” dibutuhkan oleh manusia dalam bereksistensi dalam lingkungannya.

Ironi yang dimaksudkan pada “orang pandai setinggi langit” itu dapat menambah pengertian, bahwa ketinggian yang dapat dicapai manusia seperti: pikiran, gagasan, ide-ide, atau bahkan teori-teori, yang kesemuanya itu tidaklah menjadi manfaat manakala tidak ditransformasikan menjadi tulisan.

Sangatlah tragis ketika tumpukan tulisan Mas Pram yang belum sempat diterbitkan malahan dibakar oleh aparat penguasa di masa Orde Baru dahulu, karena tulisan-tulisan Mas Pram dianggap berbahaya, dicap “kiri”, dan mengganggu stabilitas negara. Tentu Mas Pram menjadi berang dan terpukul lantaran “anak kandungnya” itu dihabisi tanpa pengadilan dan pembelaan hukum sebelumnya. Dari narasi itu sekurang-kurangnya ada tiga nilai potensial yang terkandung di dalam sebuah tulisan.

Pertama, tulisan sebagai penjelmaan ide, pikiran, dan gagasan manusia. Suatu tulisan memiliki nilai atau daya-kekuatan yang mampu berpengaruh secara nyata terhadap manusia yang membaca. Pengaruh itu tentu saja memiliki dualitas penilaian apakah tulisan itu bernilai positif atau malah negatif.

Kedua, tulisan memiliki potensi nilai komunikatif yang dapat melampaui batas-batas ruang dan waktu; maksudnya bahwa jika dipandang dari cakupan rentang waktu dan bangunan ruang, maka tulisan lebih mampu untuk dijadikan sarana komunikasi yang lebih luas ketimbang model verbal-konvensional seperti pada percakapan.

Ketiga, tulisan yang ditulis huruf demi huruf oleh penulisnya sehingga pada proses akhirnya menjadi suatu rangkaian kalimat yang dapat dibaca, tulisan itu memiliki nilai edukatif. Edukasi atau pembelajaran manusia melalui tulisan dapat diterangkan dengan urutan-urutan penulisan seperti dari proses perumusan ide dasar atau mengkonsep tulisan hingga pada bentuk uraian tulisan yang menarik.

Hal seperti tersebut di atas tentu membutuhkan keahlian yang diperolah dari proses latihan-latihan yang panjang. Oleh karenanya, seperti ungkapan bahwa “menulis merupakan tingkatan tertinggi keahlian manusia,” maka menjadi jelas bahwa menulis merupakan kebudayaan khas manusia yang sangat kaya akan nilai.

Bersandar pada nilai-nilai yang bersifat fundamental (filosofis) itu, urgensi terhadap pemahaman mengenai menulis-tulisan berhubungan dengan pemaknaan mengani esensi menulis. Kata atau istilah “menulis” perlu didahulukan pemahamannya dengan konsekuensi logis bahwa sebelum tulisan ada tentu karena ada yang menulis. Menulis mendahului tulisan. Silogisme menulis-tulisan ini malah dengan jelas sudah diajarkan dalam ajaran agama, yakni wahyu yang turun kepada nabi-nabi dan kemudian menjadi bentuk tulisan (kitab suci).

Keyakinan Islam menerangkan bahwa ayat Alquran yang turun pertama kali (Surah al Alaq 1-5) adalah kata “Bacalah”. Infromasi kewahyuan tersebut sudah semestinya menjadikan pemahaman akan perintah Tuhan kepada manusia untuk melihat dan kemudian membaca, tentu saja membaca “tulisan-tulisan”-Nya.

Dari situ, selanjutnya akan terbangun pengertian bahwa Sang Penulis telah terlebih dahulu “menulis”, barulah kemudian ada perintah “membaca”. Akan tetapi pemaknaan perihal “menulis-membaca” di sini tidaklah sebatas bentuk tulisan berupa huruf-huruf sebagai hasil budaya manusia, tetapi dalam artian yang lebih luas. Membaca dan menuliskan kehidupan.

Menurut Guru Besar Fakultas Filsafat UGM, Prof Dr Damardjati Supadjar membaca merupakan proses “membathinkan yang lahir”, dan menulis adalah proses “melahirkan yang bathin.” Dari pengertian yang sangat filosofis tersebut dapat dikatakan bahwa proses menulis merupakan satu bentuk dari hakikat manusia dalam hal “berolah diri”.

Dengan melahirkan yang batin -- transformasi dari dimensi batiniah (ide, pikiran, gagasan) hingga berdimensi lahiriah (tulisan) -- maka  proses “olah diri” sebagai proses pendewasaan manusia untuk selalu manjadi kualitas yang lebih baik dapat menemukan bentuk praktisnya, yaitu dengan menulis. Manusia menulis, kemudian tulisan itu terbaca, lalu hasil bacaan itu dituliskan lagi. Jadi, membaca dan menulis di sini dapat dimaknai sebagai siklus yang akan selalu menyertai kehidupan manusia.

Setiap waktu, manusia tidak dapat mengelak akan fenomena yang terus dihadapinya, dan fenomena tersebut tak lain adalah semesta-alam sebagai bahan bacaan yang kemudian mesti dituliskan (dilahirkan).

Akhirnya, refleksi filosofis mengenai membaca dan menulis yang lebih bersifat abstraksi ini mestilah dikembalikan pada ranah yang lebih aplikatif-praktis. Kepraktisan tersebut sangat diperlukan dengan tujuan menjadi output yang diharapakan, yaitu kemanfaatan.

Maka uraian filosofis ini mesti saya pertegas dengan kalimat definitif bahwa, membaca dan menulis merupakan hakikat atau yang mendasari manusia dalam bereksistensi. Membaca dan menulis bukan semata-mata pada bentuk huruf-huruf dan buku-buku, melainkan dalam arti yang seluas-luasnya. Marilah kita mulai membaca dan menulis. (*)

Penulis, magister filsafat, pengajar di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.
Share this article :

Post a Comment

Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini

Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.

Daftar Isi

Recent Post

Download Gratis

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Blogs Aksara - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger