Di usia yang baru menginjak delapan tahun, Kota Banjar,
Jawa Barat, berhasil menancapkan cakarnya sebagai daerah yang sukses di
provinsi itu. Berkat beragam terobosan yang pro rakyat digiatkan dan
dibiayai, kota di ujung selatan Jabar tersebut mampu mendongrak
kesejahteraan warga setempat.
Salah satu pemicunya adalah keberanian pemerintah kota
menetapkan anggaran publik jauh lebih besar dari anggaran pegawai. Sejak
tiga tahun terakhir, perbandingannya 55 persen untuk belanja publik dan
45 persen belanja aparatur. Tahun 2011, dari total anggaran belanja
sekitar Rp 400 miliar, sebanyak Rp 222 miliar di antaranya difokuskan
untuk belanja publik dan hanya Rp 178 miliar untuk belanja aparatur.
Prioritas itu didukung penyetopan sementara penerimaan
pegawai negeri sipil baru dalam tiga tahun terakhir. Sekretaris Badan
Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Daerah Kota Banjar Nana R
mengatakan, keberadaan 3.600 orang pegawai negeri dan 1.900 tenaga
sukarelawan sudah sangat ideal.
Pro rakyat
Keberanian ini membuka banyak perubahan daerah. Salah
satu bukti yakni peningkatan Indek Pembangunan Manusia (IPM). Di akhir
tahun 2010, Kota Banjar meraih IPM mencapai 73 atau berada di atas IPM
Jabar sebesar 71,64. Hasil evaluasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan
Institut Pemerintahan Dalam Negeri menetapkan Kota Banjar sebagai daerah
otonomi tersukses kedua di Jabar.
Di bidang kesehatan, misalnya. Sejak tahun 2004, Kota
Banjar telah membebaskan biaya berobat bagi keluarga tidak mampu. Kini,
sekitar 25 persen dari total penduduk sekitar 183.046 orang menikmati
bebas biaya di puskesmas dan kelas tiga Rumah Sakit Umum Daerah Banjar.
Di bidang pendidikan juga tidak kalah gaungnya. Sejak
tahun 2005, Kota Banjar menerapkan program intervensi siswa SD, SMP, dan
mahasiswa berprestasi, tetapi terancam putus sekolah. Program ini lebih
dulu dilakukan di Banjar sebelum bantuan operasional sekolah
diselenggarakan di Indonesia.
Tahun 2011, setiap siswa dari 5.000 siswa sekolah dasar
mendapatkan bantuan sebesar Rp 250.000 per tahun, dan 2.000 siswa
sekolah menengah pertama mendapatkan dana tambahan Rp 750.000 per tahun
per orang. Adapun 20 orang mahasiswa berprestasi dibiayai satuan kredit
semester yang diambil. Bantuan tersebut berlaku hingga mereka tamat
sekolah.
Keberhasilan ini mendapat apresiasi Kementerian
Pendidikan Nasional. Tahun 2008, Kota Banjar dinilai berhasil tuntas
wajib belajar pendidikan nasional sembilan tahun dengan angka
partisipatif kasar 118,24 persen.
Bahkan, 1.600 guru di Kota Banjar juga diberikan dana
tambahan Rp 500.000 per bulan per orang. ”Kami ingin mereka selalu
tenang dan fokus melakukan kegiatan belajar mengajar,” kata Wali Kota
Banjar Herman Sutrisno, yang berhasil mendapatkan rekor dari Museum
Rekor Dunia Indonesia dalam Pemilihan Kepala Daerah Kota Banjar periode
2008-2013 saat meraih 92,56 persen suara.
Di bidang ekonomi kerakyatan, Kota Banjar juga
menggenjot partisipasi warganya melalui Program Usaha Peningkatan
Pendapatan Keluarga (PUP2K), yang melibatkan 26 desa dan kelurahan.
Setiap desa mendapatkan dana Rp 5 juta per tahun. Dana itu menjadi modal
usaha bagi pengembangan warga desa, seperti usaha kecil menegah dan
pertanian.
Ada juga program Koperasi Jemaah Masjid (Kopjamas) yang
melibatkan 360 masjid dengan peserta aktif lebih dari 1.000 orang.
Setiap masjid diberikan dana stimulan Rp 10 juta. Dana itu diserahkan
secara mandiri pada pengurus masjid untuk modal para jemaahnya.
Peningkatan daya beli masyarakat juga disuntik dana
senilai Rp 2 miliar untuk pengadaan 100 sapi, 100 kambing, dan 100 ekor
domba pada 26 desa. Tahun 2011, program ini akan ditambah 100 ekor sapi
senilai Rp 900 juta. Hewan itu nantinya bisa dijadikan sumber nafkah
tambahan masyarakat.
”Mekanismenya kami serahkan pada koordinator tiap
daerah, tapi mereka diwajibkan membuat pertanggungjawaban tertulis per
tahun agar penggunaannya bisa dikontrol. Ada pakta persetujuan antara
pemerintah kota dan penerima stimulus. Sejauh ini, belum ada laporan
penyalahgunaan. Namun, bila terjadi penyalahgunaan, pelaku wajib bayar
ganti kerugian sebesar bantuan yang diterima,” ujar Herman.
Terus berlanjut
Tahun 2011, Kota Banjar mulai menggalakan program
Kampung Keluarga Berencana. Latar belakang utama yakni menekan
pertambahan penduduk di tengah keterbatasan wilayah Kota Banjar. Data
Kepala Badan Kependudukan, Pencatatan Sipil, Keluarga Berencana, dan
Pemberdayaan Perempuan tahun 2010 menyebutkan, jumlah penduduk di Kota
Banjar saat ini sebanyak 183.046 menempati 13.000 hektar.
Kampung KB jadi salah satu promosi keluarga berencana
yang melibatkan masyarakat. Masyarakat aktif menyosialisasikan
pentingnya KB dengan prioritas sterilisasi pada lelaki dan perempuan
dalam satu keluarga. Dalam kampung KB juga dilakukan beragam pelatihan
dan pendampingan bagi remaja dan masyarakat lanjut usia. Tahun 2010,
sebanyak lima kampung KB dari empat desa sudah dibentuk dengan dana
pendukung Rp 5 juta per tahun. Tahun ini, jumlah kampung KB ditingkatkan
menjadi 21 desa tersebar di empat kecamatan.
Program ini didukung 1.000 sukarelawan. Mereka bertugas
mencari akseptor dan disediakan tunjangan Rp 110.000 per bulan per orang
atau naik Rp 10.000 per bulan per orang dari tahun 2010. Sementara bagi
petugas posyandu mendapat tunjangan Rp 60.000 per bulan per orang atau
naik Rp 10.000 dari tahun lalu.
Kepala Badan Kependudukan, Pencatatan Sipil, Keluarga
Berencana, dan Pemberdayaan Perempuan Kota Banjar Obang Subarman
mengatakan, jumlah peserta program sterilisasi meningkat. Dalam setahun,
peserta lelaki meningkat, dari 145 orang menjadi 882 orang. Jumlah
akseptor perempuan naik dari 1.031 orang menjadi 1.146 orang.
”Kami juga memberikan Rp 500.000 per orang bagi akseptor
untuk biaya kesehatan dan modal usaha. Dana itu kami harapkan menjadi
semangat hidup lebih baik,” ujarnya.
Zarkasyi (58), warga Mandingwetan, Banjar, mengaku telah
terbantu melalui program kampung KB. Saat ini, ia punya empat anak yang
masih harus dibiayai segala kebutuhannya. Dengan ikut program
sterilisasi, ia yakin tidak akan bisa mendapatkan anak lagi.
Pengalaman lain dikatakan Atun Yudiana (49), warga
Mekarasari, mengatakan, lebih sehat setelah disterilisasi. ”Awalnya,
saya sering menderita sakit punggung, tapi sekarang sudah tidak terasa
lagi,” jelasnya.
Terbantu
Widya (50), warga Kecamatan Langensari, Kota Banjar,
mengaku sangat terbantu dengan program pembebasan biaya berobat di
puskesmas. Sebelumnya, bila sakit ia cenderung bertahan di rumah, tapi
kini dirinya mulai memberanikan diri memeriksakan diri ke puskesmas
karena bebas biaya.
Hal serupa juga diungkapkan Marja (43), warga Pataruman,
Kota Banjar. Dia mengaku anaknya yang duduk di bangku SMP sudah belajar
dengan tenang setelah mendapatkan bantuan dari Pemkot Banjar. ”Saya
sekarang bisa menghemat pengeluaran untuk biaya sekolah anak sekitar Rp
750.000 per bulan. Program itu sangat membantu,” ujarnya.
Sumber: Kompas (Senin, 4 April 2011)
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini