Bertemu dengan Istri Syaikh Ahmad Yasin
Selama
ini, saya hanya dengar kisah dan perjuangan Syaikh Ahmad Yassin. Disana
saya bisa bertemu istrinya, saya bisa menggendong cucunya. Saya juga
selama ini tahu Syaikh Ar Rantissi dari orang lain, disini saya bisa
bertemu istrinya dan melihat makamnya. Dan rumah perdana mentri
Palestina, Ismail Haniya, lokasinya tidak jauh dari rumah syaikh Ahmad
Yassin dan Ar Rantissi.
Ketika
kami datang ke keluarga Syaikh Ahmad Yassin, kami sudah diceritakan
siapa syaikh Ahmad Yassin itu dari mulai profilnya, rumahnya dan
perubahan luar biasa yang dilakukannya. Semula penduduk Gaza jauh dari
agama, masjid-masjid kosong. Tapi semenjak dakwah yang dilakukan Syaikh
Ahmad Yassin, masjid selalu luber, penuh. Kemudian pemuda-pemuda datang
ke masjd untuk memenuhi masjid yang dulunya diimami orang yang buta dan
tua, sekarang berganti dengan yang muda dan intelek. Sampai tidak ada
bioskop di Gaza yang sebelumnya marak. Saat isteri Syaikh Ahmad Yassin menceritakan itu, rasanya tidak ada jarak diantara kami. Bagaimana gambaran masjid tempat Syaikh Ahmad Yassin melaksanakan shalat yang hancur diroket masih ada, selendangya, segala macam kenangan akan sang Syahid.
Berkunjung ke Makam Syuhada
Belum
lagi ketika kita datang ke makam. Cerita-cerita hidup itu begitu
menghantam ruhiyah kami. Dikatakan ada kuburan yang bertuliskan 'kullu nafsin dzaa ikotul maut' (setiap
yang bernyawa pasti akan mati) ditujukan untuk orang yang meninggal
biasa, seperti karena sakit atau karena tua. Tapi kalau yang meninggal
itu syahid, ada tulisan yang artinya 'janganlah kamu mengira bahwa
orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati bahkan mereka itu hidup
disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki' (Dikutip dari Al Qur'an surat Ali Imran Ayat 169-171)
Lalu
saya tunjuk salah satu makam yang meninggal syahid. Ternyata itu adalah
kuburan Syaikh Syiam. Dia adalah orang ketiga kelas kakap yang dibidik
Israel. Satu makam ada tiga orang orang, satu anaknya dan keponakannya.
Tubuh ketiganya hancur, kecuali kepalanya. Dan anaknya yang berusia 22
tahun hanya tinggal cicinnya. Bagaimana saya tidak merasa
terpanggil,saya harus bertemu dengan ibu dari pemuda. Alhamdulillah, kami
bertemu dengan ummu Mus'ab. Disitu kami diceritakan sebuah kisah luar
biasa. Mereka mengorbankan seluruh harta yang dimiliki, suami yang
mereka cintai, anak yang mereka kasihi dan sayangi demi kemuliaan bumi
Gaza.
Setelah
itu, pergilah kami ke kelompok-kelompok Tahfidz, dan kelompok cacat
yang tengah di rehabilitasi. Selama ini biasanya kami melihat orang
cacat karena kecelakaan. Mereka mengorbankan
seluruh tubuh mereka untuk kemuliaan Al Aqsha. Di situ saya melihat
mata yang tak lagi melihat, kaki yang tak lagi bisa berjalan. Tapi
diwajah mereka tak saya lihat guratan kesedihan sedikitpun. Saya jadi
bertanya, kontribusi apa yang sudah kita berikan demi kemuliaan Islam....bersambung Bag 4
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini