Rasanya tidak mudah pada saat sekarang ini
menemukan pemimpin yang benar-benar dicintai rakyat. Kecintaan terhadap
pemimpin seperti itu biasanya muncul oleh karena adanya ketulusan,
keikhlasan, dan selalu memberi ketauladanan. Pada zaman demokrasi
seperti sekarang ini, pemimpin seperti itu agaknya sulit ditemukan.
Seorang menjadi pemimpin karena dipilih rakyat. Akan tetapi dalam proses
pemilihan itu banyak terdengar adanya transaksi, misalnya siapa
membayar berapa, kepada siapa, dan seterusnya.
Proses menjadi pemimpin yang diwarnai oleh
transaksi antara yang memilih dan yang dipilih, maka nuansanya tak
ubahnya orang di pasar. Hubungan antara rakyat dan pemimpin mirip dengan
penjual dan pembeli. Tatkala masih terjadi tawar-menawar, antara
keduanya kelihatan saling mendekat. Akan tetapi ketika barang yang
diperjualkan tersebut sudah jatuh ke tangan pembeli dan sejumlah harga
sudah dibayar, maka hubungan itu akan putus dengan sendirinya. Begitu
pula hubungan pemimpin dan yang dipimpin, tatkala transaksi sudah
terjadi, maka hubungan itu juga menjadi putus.
Sejak zaman proses menjadi pemimpin diwarnai
oleh transaksi-transaksi seperti itu ternyata banyak membawa korban.
Para pemimpin bukan saja dijauhi oleh rakyatnya, tetapi juga lebih dari
itu bias membawa resiko yang amat tinggi.
Jabatan diberbagai levelnya
mirip komoditas yang di perjualbelikan. Mereka yang membeli tidak saja
berkeinginan duduk sebagai pejabat, melainkan berharap mendapatkan
keuntungan ekonomis. Menduduki jabatan sama artinya dengan bekerja untuk
mendapatkan penghasilan. Pemimpin seperti ini menjadi layak manakala
kemudian tidak dicintai rakyat. Rakyat sudah merasa membayar kepada
pemimpinnya, maka sebaliknya pemimpin ditunggu untuk menunaikan
kewajibannya.
Untuk mengembalikan agar pemimpin
dicintai oleh rakyatnya, maka tidak ada cara kecuali memperbaiki
hubungan antara keduanya kembali. Hubungan transaksional harus diubah menjadi hubungan pemimpin dan rakyat atas dasar ketulusan,
keikhlasan, ketauladanan, kasih sayang dan serupa itu lainnya. Pemimpin
memang harus memiliki kelebihan yang dibutuhkan oleh rakyatnya.
Kebutuhan itu tentu bukan saja yang bersifat material, melainkan justru
yang bersifat immaterial.
Akhir-akhir ini posisi pemimpin terasa
seperti terdegradasi. Selain tidak selalu dihormati, mereka juga
seringkali dikritik habis-habisan. Bahkan ada juga pemimpin yang berhentikan di tengah jalan. Namun juga anehnya,
dalam suasana seperti itu, di mana-mana masih banyak orang yang
berkeinginan mejadi pemimpin.
Resiko dan biaya yang sedekimian besar
tersebut ternyata belum bisa menyurutkan nafsu orang memburu posisi
tersebut. Bisa jadi, hal itu didorong oleh adanya idealisme, atau juga
sebaliknya, sekedar mencintai nafsu mencintai jabatan. Umpama keinginan
mejadi pemimpin atau pejabat didorong oleh nilai-nilai idealisme yang
tinggi, yaitu untuk memajukan dan menyejahterkan rakyat, maka betapapun
kiranya, mereka akan dicintai oleh rakyat yang dipimpinnya.
Yang kita butuhkan saat ini adalah seorang pemimpin yang siap berjuang mengarungi samudra
persoalan dan segala problematika rakyatnya. Maka yang ada di benak kita
hari ini bukan lagi tentang siapa pilihan kita, tapi langkah apa yang
bisa membuat hubungan sejatinya antara pemimpin dan yang dipimpin bisa berjalan dengan harmonis.
Di ibaratkan kita dalam suatu Masjid ingin menunjuk seseorang untuk menjadi imam Shalat Fardhu, maka pada saat itu para jamaah saling dorong mendorong dan menyepakatinya bahwa seseorang itu memang layak untuk menjadi imam. ~Wassalam.
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini