Good governance adalah “mantra” yang diucapkan oleh banyak orang di
Indonesia sejak 1993. Kata governance mewakili suatu etika baru yang
terdengar rasional, profesional, dan demokratis, tidak soal apakah
diucapkan di kantor Bank Dunia di Washington, AS atau di kantor LSM yang
kumuh di pinggiran Jakarta. Dengan kata itu pula wakil dari berbagai
golongan profesi seolah disatukan oleh “koor seruan” kepada pemerintah
yang korup di negara berkembang. “Good governance, bad men!” terkepung
oleh seruan dari berbagai pihak, kalangan pejabat pemerintah pun lantas
juga fasih menyebut konsep ini, meski dengan arti dan maksud yang
berbeda.
Proses pemahaman umum mengenai
governance atau tata pemerintahan mulai mengemuka di Indonesia sejak
tahun 1990-an, dan mulai semakin bergulir pada tahun 1996, seiring
dengan interaksi pemerintah Indonesia dengan negara luar sebagai
negara-negara pemberi bantuan yang banyak menyoroti kondisi obyektif
perkembangan ekonomi dan politik Indonesia. Istilah ini seringkali
disangkutpautkan dengan kebijaksanaan pemberian bantuan dari negara
donor, dengan menjadikan masalah isu tata pemerintahan sebagai salah
satu aspek yang dipertimbangkan dalam pemberian bantuan, baik berupa
pinjaman maupun hibah.
Kata governance sering dirancukan
dengan government. Akibatnya, negara dan pemerintah menjadi korban
utama dari seruan kolektif ini, bahwa mereka adalah sasaran nomor satu
untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Badan-badan keuangan internasional
mengambil prioritas untuk memperbaiki birokrasi pemerintahan di Dunia
Ketiga dalam skema good governance mereka. Aktivitis dan kaum oposan,
dengan bersemangat, ikut juga dalam aktivitas ini dengan menambahkan
prinsip-prinsip kebebasan politik sebagai bagian yang tak terelakkan
dari usaha perbaikan institusi negara. Good governance bahkan berhasil
mendekatkan hubungan antara badan-badan keuangan multilateral dengan
para aktivis politik, yang sebelumnya bersikap sinis pada hubungan
antara pemerintah negara berkembang dengan badan-badan ini. Maka,
jadilah suatu sintesa antara tujuan ekonomi dengan politik.
Tetapi, sebagaimana layaknya
suatu mantra, para pengucap tidak dapat menerangkan sebab akibat dari
suatu kejadian, Mereka hanya mengetahui sebgian, yaitu bahwa sesuatu
yang invisible hand menyukai mantra yang mereka ucapkan. Pada kasus good
governance, para pengucap hanya mengetahui sedikit hal yaitu bahwa
sesuatu yang tidak terbuka dan tidak terkontrol akan mengundang
penyalahgunaan, bahwa program ekonomi tidak akan berhasil tanpa
legitimasi, ketertiban sosial, dan efisiensi institusional.
Satu faktor yang sering dilupakan
adalah, bahwa kekuatan konsep ini justru terletak pada keaktifan sektor
negara, masyarakat dan pasar untuk berinteraksi. Karena itu, good
governance, sebagai suatu proyek sosial, harus melihat kondisi
sektor-sektor di luar negara.
2.1. Arti Good governance
Governance,
yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah penggunaan
wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan
negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme,
proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok
masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum,
memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.
Definisi lain menyebutkan
governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial
yang melibatkan pengaruh sector negara dan sector non-pemerintah dalam
suatu usaha kolektif. Definisi ini mengasumsikan banyak aktor yang
terlibat dimana tidak ada yang sangat dominan yang menentukan gerak
aktor lain. Pesan pertama dari terminologi governance membantah
pemahaman formal tentang bekerjanya institusi-institusi negara.
Governance mengakui bahwa didalam masyarakat terdapat banyak pusat
pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda.
Meskipun mengakui ada banyak
aktor yang terlibat dalam proses sosial, governance bukanlah sesuatu
yang terjadi secara chaotic, random atau tidak terduga. Ada
aturan-aturan main yang diikuti oleh berbagai aktor yang berbeda. Salah
satu aturan main yang penting adalah adanya wewenang yang dijalankan
oleh negara. Tetapi harus diingat, dalam konsep governance wewenang
diasumsikan tidak diterapkan secara sepihak, melainkan melalui semacam
konsensus dari pelaku-pelaku yang berbeda. Oleh sebab itu, karena
melibatkan banyak pihak dan tidak bekerja berdasarkan dominasi
pemerintah, maka pelaku-pelaku diluar pemerintah harus memiliki
kompetensi untuk ikut membentuk, mengontrol, dan mematuhi wewenang yang
dibentuk secara kolektif.
Lebih lanjut, disebutkan bahwa
dalam konteks pembangunan, definisi governance adalah “mekanisme
pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial untuk tujuan pembangunan”,
sehingga good governance, dengan demikian, “adalah mekanisme pengelolaan
sumber daya ekonomi dan sosial yang substansial dan penerapannya untuk
menunjang pembangunan yang stabil dengan syarat utama efisien) dan
(relatif) merata.”
Menurut dokumen United Nations
Development Program (UNDP), tata pemerintahan adalah “penggunaan
wewenang ekonomi politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan
negra pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme,
proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat
mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi
kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.
Jelas bahwa good governance
adalah masalah perimbangan antara negara, pasar dan masyarakat. Memang
sampai saat ini, sejumlah karakteristik kebaikan dari suatu governance
lebih banyak berkaitan dengan kinerja pemerintah. Pemerintah
berkewajiban melakukan investasi untuk mempromosikan tujuan ekonomi
jangka panjang seperti pendidikan kesehatan dan infrastuktur. Tetapi
untuk mengimbangi negara, suatu masyarakat warga yang kompeten
dibutuhkan melalui diterapkannya sistem demokrasi, rule of law, hak
asasi manusia, dan dihargainya pluralisme. Good governance sangat
terkait dengan dua hal yaitu (1) good governance tidak dapat dibatasi
hanya pada tujuan ekonomi dan (2) tujuan ekonomi pun tidak dapat dicapai
tanpa prasyarat politik tertentu.
2.2. Membangun Good governance
Membangun
good governance adalah mengubah cara kerja state, membuat pemerintah
accountable, dan membangun pelaku-pelaku di luar negara cakap untuk ikut
berperan membuat sistem baru yang bermanfaat secara umum. Dalam konteks
ini, tidak ada satu tujuan pembangunan yang dapat diwujudkan dengan
baik hanya dengan mengubah karakteristik dan cara kerja institusi negara
dan pemerintah. Harus kita ingat, untuk mengakomodasi keragaman, good
governance juga harus menjangkau berbagai tingkat wilayah politik.
Karena itu, membangun good governance adalah proyek sosial yang besar.
Agar realistis, usaha tersebut harus dilakukan secara bertahap. Untuk
Indonesia, fleksibilitas dalam memahami konsep ini diperlukan agar dapat
menangani realitas yang ada.
2.3 Prinsip-Prinsip Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)
UNDP
merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu legitimasi
politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan
berasosiasi dan berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan
(financial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi
dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya.
Sedangkan
World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik good governance adalah
masyarakat sispil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan
kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab,
birokrasi yang profesional dan aturan hukum.
Masyarakat Transparansi Indonesia
menyebutkan sejumlah indikator seperti: transparansi, akuntabilitas,
kewajaran dan kesetaraan, serta kesinambungan.
Asian Development Bank sendiri
menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4
pilar yaitu (1) accountability, (2) transparency, (3) predictability,
dan (4) participation.
Jelas bahwa jumlah komponen atau
pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi
dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar
lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai
prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu (1)
Akuntabilitas, (2) Transparansi, dan (3) Partisipasi Masyarakat.
Berikut ini adalah pembahasan mendalam dari ketiga prinsip tersebut disertai dengan indikator serta alat ukurnya masing-masing:
Prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance:
- Prinsip Akuntabilitas dalam Good Governance
- Prinsip Transparansi dalam Good Governance
- Prinsip Partisipatif dalam Good Governance
Indikator & Alat Ukur Prinsip dalam Good Governance:
- Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas dalam Good Governance
- Indikator & Alat Ukur Prinsip Transparansi Dalam Good Governance
- Indikator & Alat Ukur Prinsip Partisipasi Publik dalam Good Governance
Sumber:
Dra.Loina
Lalolo Krina P., Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas,
Transparansi & Partisipasi, Sekretariat Good Public Governance Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta – 2003
http://perencanaankota.blogspot.com
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini