Banyak
fenomena menarik diseputar pelaksanaan pekerjaan akhir tahun dalam
pengadaan barang/jasa pemerintah. Salah satu fenomena menarik tersebut
adalah soal keterlambatan. Ini utamanya muncul dari
tanggapan dan diskusi mengenai solusi akhir tahun yang dipublish oleh
para pendiri P3I termasuk dalam blog ini. Lihat artikel Langkah-Langkah Akhir Tahun untuk APBD dan Alternatif II : Langkah Akhir Tahun Versi Permendagri 37/2012.
Pernyataan menarik dari beberapa kalangan bahwa keterlambatan adalah hak penyedia?
Benarkah demikian? Mari kita cermati lagi aturan yang tertuang dalam Perpres 54/2010 sebagaimana telah dirubah melalui Perpres 70/2012. Khususnya pada pasal 93 dan pasal 120.
Benarkah demikian? Mari kita cermati lagi aturan yang tertuang dalam Perpres 54/2010 sebagaimana telah dirubah melalui Perpres 70/2012. Khususnya pada pasal 93 dan pasal 120.
Perpres
70/2012 merubah diksi dan pemahaman tentang keterlambatan. Keterlambatan
tidak lagi dilekatkan dengan sanksi yaitu denda. Sebagaimana telah
diulas dalam artikel P70/2012: Melepaskan Keterlambatan dari Perangkap Denda. Hal ini kemudian membawa dampak pada pemahaman tentang keterlambatan disatu sisi dan denda keterlambatan disisi lain.
Mari kita
buka lagi buku Cara Mudah Membaca Peraturan Pengadaan. Perpres 54/2010
sebagaimana telah dirubah melalui Perpres 70/2012 menuliskan:
Pasal 93
-
PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak apabila:
-
kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak;
a.1. berdasarkan penelitian PPK, Penyedia Barang/Jasa tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan;
a.2. setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan;
b. Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;
-
-
Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa:
a. Jaminan Pelaksanaan dicairkan;
b. sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka dicairkan;
c. Penyedia Barang/Jasa membayar denda keterlambatan; dan
d. Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam.
Pasal 120
Selain perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1), Penyedia Barang/Jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa, dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari nilai Kontrak atau nilai bagian Kontrak untuk setiap hari keterlambatan.
Kedua
pasal inilah yang memuat pasal keterlambatan. Pasal 120 kemudian
diterjemahkan sebagai hak terlambat buat penyedia untuk menghindari
sanksi dimasukkan dalam daftar hitam.
Yang perlu diperhatikan adalah runtutan pasal.
Pasal 93 membahas tentang pemutusan kontrak. Dimana
didalamnya menyebutkan bahwa pemutusan kontrak bisa tidak dilakukan
kalau PPK menilai penyedia akan mampu bertanggungjawab dan menyelesaikan
pekerjaan apabila diberi kesempatan maksimal 50 hari setelah
berakhirnya kontrak.
Poin
pentingnya adalah penilaian PPK terhadap kapabilitas dan motivasi
(kemampuan) penyedia dalam bertanggungjawab menyelesaikan pekerjaan
apabila diberi kesempatan. Apabila penilaian negatif berarti putus
kontrak dan berlaku semua sanksi yang ada pada pasal 93 ayat 2.
Sanksi
putus kontrak pasal 93 ayat 2 berlaku kumulatif. Jaminan pelaksanaan
dicairkan, pelunasan uang muka atau pencairan jaminan uang muka,
membayar denda keterlambatan dan dimasukkan daftar hitam. Sanksi terkait
uang muka hanya berlaku apabila diberikan uang muka. Kemudian denda
keterlambatan apabila telah diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan
ternyata tetap tidak bisa menyelesaikan pekerjaan.
ternyata tetap tidak bisa menyelesaikan pekerjaan.
Pasal 120
membahas khusus tentang sanksi terkait keterlambatan. Yang kemudian
disebut dengan denda keterlambatan. Khusus untuk keterlambatan yang
disebabkan oleh kesalahan penyedia maka dikenakan sanksi 1/1000/hari
selama masa keterlambatan.
Kedua pasal
ini sama sekali tidak berbicara tentang hak penyedia. Yang ada justru
pertimbangan profesional dari PPK dalam meneliti atau menilai berbagai
sisi dari pelaksanaan pekerjaan. Apabila penyedia dinilai mampu
menyelesaikan pekerjaan dalam masa keterlambatan maka dari sisi
kemanfaatan (output maupun outcame) lebih besar dibanding harus putus
kontrak.
Namun kalau
berdasarkan penilaian profesional PPK penyedia dianggap tidak mampu
menyelesaikan meski diberikan kesempatan 50 hari. Tentu pemberian
kesempatan adalah hal yang tidak bernilai apapun, sehingga putus kontrak
adalah hal yang paling logis.
Penilaian
ini salah satunya didapatkan PPK dari rekam jejak kapabilitas dan
motivasi penyedia selama melaksanakan kontrak sebelumya. Untuk itu
penting bagi PPK untuk mengendalikan kontrak sejak awal, agar sebelum
mendekati akhir kontrak sudah bisa dilakukan langkah-langkah pencegahan,
pemutusan atau penghentian.
Jadi jelas keterlambatan bukanlah hak penyedia yang dapat diambil untuk semua pekerjaan, melainkan pemberian kesempatan oleh PPK berdasarkan penelitian atau penilaian yang profesional.
Ini agar jelas mana Pihak I sebagai pemberi pekerjaan dan Pihak II yang
menerima dan melaksanakan pekerjaan, sebagaimana tertuang dalam dokumen
kontrak.by http://samsulramli.wordpress.com/2013/01/08/terlambat-hak-penyedia/
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini