Warkop Mania,
Salah satu masalah yang sering dihadapi
dalam pengelolaan keuangan adalah pertanggungjawaban belanja. Seringkali
bendahara pengeluaran dan PPK berantem hanya gara-gara beda
pemahaman mengenai bukti-bukti apa saja yang perlu dilampirkan dalam
pengajuan Surat Perintah Pembayaran (SPP). Hal yang sama juga terjadi
antara bendahara pengeluaran dan BUD. Bahkan antara ketiga pihak
tersebut dengan auditor.
Apa penyebabnya?
Ternyata banyak pemerintah daerah yang
belum membuat suatu pedoman pembayaran yang dapat dijadikan rujukan bagi
semua pengelola keuangan di pemerintah daerah tersebut. Betapa
pentingnya pedoman itu disusun, bukan hanya agar tidak terjadi
perselisihan lagi, tetapi lebih pada kepastian akan bentuk
pertanggungjawaban yang semestinya dibuat sesuai substansi belanja dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku oleh pihak-pihak yang mesti
mempertanggungjawabkannya.
Banyak pengelola keuangan daerah, apakah
itu bendahara pengeluaran, staf verifikasi di SKPD, PPK SKPD, dan staf
penguji di BUD, hanya mendasarkan verifikasi atas bukti-bukti
pertanggungjawaban berdasarkan pengalaman sebelumnya atau rekomendasi
auditor. Meskipun telah ada pedoman itu, namun isinya tidak secara
lengkap mengatur seluruhnya, dan malah sudah tidak dijadikan sebagai
pedoman lagi.
Pentingnya dibuat pedoman pembayaran
belanja juga dalam rangka penguatan fungsi PPK SKPD. Sesuai peraturan
perundang-undangan, fungsi verifikasi sebenarnya sudah didelegasikan
kepada SKPD melalui fungsi PPK SKPD. Pedoman tersebut harus dapat
dijadikan acuan bagi PPK SKPD dalam melakukan verifikasi atas seluruh
bukti pertanggungjawaban belanja program dan kegiatan yang disampaikan
oleh PPTK melalui bendahara pengeluaran.
Pedoman tersebut setidaknya mengatur
mengenai penegasan kembali fungsi, uraian tugas dan kewenangan PPK SKPD,
mekanisme pembayaran, bukti-bukti pertanggungjawaban, dan ketentuan
mengenai batas waktu penyampaian pertanggungjawaban, serta
formulir-formulir yang diperlukan.
Banyak pemerintah daerah yang belum
memahami fungsi PPK SKPD tersebut. Pemahaman bahwa PPK SKPD juga
merupakan bagian dari sistem pengelolaan keuangan daerah, dan oleh
karena itu juga harus didukung dengan cara membangun sebuah sistem di
sana. Meskipun sangat sederhana, di sana juga harus dibangun sebuah
subsistem untuk membantu fungsi PPK SKPD. Sistem tersebut berupa
prosedur kerja yang dimulai dari penerimaan berkas SPP dari bendahara
pengeluaran, verifikasi oleh staf verifikasi, review dan persetujuan
oleh PPK SKPD atas hasil verifikasi para staf verifikasi, dan penyiapan
dokumen SPM. Alur ini sangat sederhana, namun memerlukan bantuan berupa
formulir-formulir berupa daftar uji kelengkapan SPP untuk setiap jenis
belanja per kegiatan dan bagan arus sederhana yang menggambarkan
keseluruhan prosedur tadi. Keseluruhan dari apa yang kami katakana tadi
sebenarnya dapat dirangkum dalam sebuah Pedoman Pembayaran Belanja yang
pemberlakuannya dilaksanakan dengan menerbitkan sebuah peraturan kepala
daerah.
Setelah pedoman tersebut disusun, maka
langkah sosialisasi dan workshop mutlak harus dilaksanakan agar
diketahui dan dipahami oleh seluruh pelaksana pengelola keuangan daerah.
Selanjutnya adalah mengimplementasikan pedoman tersebut sebagai sebuah
keharusan dalam pengelolaan keuangan daerah dan wajib ditaati oleh
seluruh pihak: bendahara pengeluaran, staf verifikasi SKPD, PPK SKPD,
PPTK, PA/KPA, dan BUD.
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini