Kalau rakyat kenyang, biarlah para pemimpin kenyang
belakang. Kalau rakyat lapar, maka biarkanlah para pemimpin lapar
duluan. Itulah kata-kata bijak yang pernah diucapkan oleh Mgr. Albertus
Soegijapranata. Kata-kata itu diucapkan ketika rakyat mendapat
kesengsaraan luar biasa akibat agresi militer Belanda.
Jaman itu, Republik ini mengalami surplus pemimpin.
Pemimpin-pemimpin terbaik, berkualitas, dan progressif muncul di jaman
itu, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Amir Sjarifuddin, Tan Malaka,
Sjahrir, dan lain-lain.
Indonesia merdeka, yang kita nikmati udaranya saat ini, juga
diproklamasikan dalam kesederhanaan: tidak ada pesta, tidak ada musik,
tiang benderanya pun dari bambu yang baru dipotong, bendera merah-putih
dijahit sendiri, tidak ada seragam peserta upacara, dan upacaranya hanya
berlangsung di halaman rumah.
Saat itu presiden belum menerima gaji. Jangankan untuk membeli
pakaian mahal, kebutuhan untuk makan saja kadang tidak memadai. Pernah
terjadi, pada suatu malam, Bung Karno dan menteri-menterinya menggelar
rapat darurat. Rapat berlangsung hingga larut malam, tetapi tidak ada
kopi dan sepotong roti pun untuk disantap.
Situasinya sangat berbeda sekarang. Untuk urusan baju saja, Presiden
SBY menghabiskan Rp 839 juta. Selain itu, pidato kenegaraan Presiden SBY
di DPR, pada 16 Agustus 2012, menghabiskan anggaran sebesar Rp 1,2
miliar. Sedangkan uang negara yang dihamburkan untuk perhelatan upacara
HUT Kemerdekaan RI di istana negara mencapai Rp 7,8 milyar (FITRA).
Ini persoalan bangsa kita sekarang: para pemimpin tidak sanggup
memberikan keteladanan kepada rakyatnya. Ketika rakyat sedang dililit
kemiskinan, para pemimpin tega menggelar pesta kemewahan. Sementara
rakyat disuruh hidup sederhana, para pemimpin dan keluarganya justru berfoya-foya. Saat si pemimpin gembar-gembor memerangi korupsi, eh, anggota partainya justru ramai-ramai korupsi.
Ada yang berpura-pura merakyat: makan soto di pinggir jalan, naik
ojek ke Istana Bogor, rela berdesak-desakan di atas KRL, ngamuk-ngamuk
di pintu tol, dan menumpang tidur di rumah petani. Anehnya, setiap
aksinya itu selalu meminta “jepretan” kamera wartawan dan
digembar-gemborkan di media massa. Bahkan, tak jarang si pejabat menulis
sendiri cerita suksesnya di media sendiri.
Sudah lama rakyat di negeri ini disuguhi pemimpin tuna-martabat.
Korupsi menjalar di mana-mana. Akhirnya, lebih sulit mencari pejabat
bersih ketimbang pejabat korup. Kementerian Dalam Negeri mengungkapkan
fakta, sebanyak 281 kepala daerah di Indonesia tersandung kasus. Dan,
70% diantaranya adalah melakukan praktek korupsi.
Jumlah anggota DPR korup juga tak sedikit. Data Kemendagri juga
menemukan, di tingkat provinsi, dari total 2008 anggota DPRD di seluruh
Indonesia, setidaknya ada 431 yang terlibat korupsi. Sementara di
tingkat kabupaten dan kota, dari total 16.267 kepala daerah, ada 2.553
yang terlibat kasus.
Seorang pemimpin, kata Bung Hatta, harus mampu menjadi penyuluh di
tengah jalan yang gelap. Dengan begitu, rakyat bisa melihat masa depan.
Yang terjadi sekarang, karena tak ada pemimpin yang sanggup jadi
penyuluh, maka rakyat seakan berada di lorong gelap tanpa seberkas
cahaya pun meneranginya.
Akan tetapi, bagi kami, rusaknya kualitas pemimpin sekarang tak lepas
dari kegagalan sistem politik yang dianut bangsa kita. Demokrasi
liberal hanya menekankan prosedur, namun mengabaikan substansi.
Akhirnya, demokrasi liberal tidak menghasilkan political leader, melainkan political dealer.
Disamping itu, biaya demokrasi sekarang dirancang mahal. Akibatnya,
hanya kaum bermodal banyaklah, kaum plutokrat, yang sanggup ambil-bagian
dalam berbagai kontestasi politik. Kelak, biaya politik mahal itu akan
dibayar mahal dengan korupsi dan penyelewengan kekuasaan.
Sistem politik kita ini juga makin jauh dari partisipasi rakyat. Hal
ini bukan hanya menciptakan antara kekuasaan dengan rakyat, tetapi juga
berpotensi melahirkan ketegangan dan benturan. Akhirnya, yang terbentuk
bukanlah kekuasaan efektif yang bekerja sesuai kehendak rakyat,
melainkan kekuasaan elitis yang melayani kepentingan segelintir elit.
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini