Perjalanan Dinas bagi PNS
merupakan tugas Negara, namun tugas inilah yang paling diminati oleh sebagian
PNS ketimbang tugas lain yang diberikan kepadanya, disamping karena tugas ini
dilaksanakan dalam rangka tugas jabatan juga merupakan kesempatan PNS dapat
menikmati perjalanan ke luar daerah. Dalam rangka efektifitas dan efisiensi birokrasi
maka pengetatan pelaksanaan perjalanan dinas dilakukan dengan alasan agar tugas
ini seyogyanya dilaksanakan dengan mengedepankan azas manfaat dan kepentingan
program kegiatan. Tidak dapat disangkal bahwa selama ini terdapat perjalanan
dinas yang dilaksanakan hanya untuk jalan-jalan bahkan dilaksanakan secara
fiktif. Sehingga output dan outcome setelah perjalanan itu dilaksanakan tidak
dapat dipertanggungjawabkan, diukur, dinilai dan dievaluasi sesuai indikator
kinerja.
Bahwa pembiayaan untuk perjalanan
dinas harus sesuai dengan kebutuhan nyata dan memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan
keuangan Negara, sehingga analisa pembiayaan perjalanan dinas membutuhkan
kajian dan telaah secara mendalam, sehingga dapat diketahui berapa sebenarnya
kebutuhan anggaran untuk satu perjalanan dinas dari tempat kedudukan sampai
dengan tempat yang dituju dan kembali ke tempat semula.
Paling tidak ada 3 metode
pembayaran perjalanan dinas, yakni
(1). Lumpsum (uang yang dibayarkan sekaligus),
(2). At Cost (Biaya yang dikeluarkan sesuai dengan bukti pengeluaran yang sah)
dan
(3) Gabungan Lumpsum dan At Cost (Apabila
tidak ada bukit pengeluaran maka dibayar dengan uang sekaligus).
Ketiga
metode pembayaran tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing,
namun dari sisi akuntabilitas maka metode pembayaran kedua adalah yang paling
baik, karena dengan metode ini maka semua pembayaran dapat dibuktikan dan
dipertanggungjawabkan secara material. Pada umumnya Perjalanan Dinas terdiri
dari 3 komponen yaitu :
- Uang Harian (Uang makan, uang saku dan transport lokal)
- Biaya Penginapan
- Biaya Transport
Apabila menggunakan metode (1)
maka perjalanan dinas dibayarkan sekaligus tanpa mengurai atau dirinci sesuai
porsi ketiga komponen tersebut diatas,
Apabila menggunakan metode (2) maka Biaya
perjalanan dinas diurai sesuai rician peritem dan bukti pengeluaran untuk uang
harian, biaya penginapan dan transport yang dapat berupa tiket pesawat/bus,
boarding pass, bill hotel, nota, dan bukti lain yang dapat
dipertanggungjawabkan dan bilamana tidak dapat menunjukan bukti maka tidak
terbayarkan).
Dan Apabila menggunakan metode ke (3) maka uang harian dibayar lumpsum sesuai dengan
lamanya perjalanan dinas dilakukan sedangkan Biaya penginapan dan biaya transport dibayar at cost (peraturan
Menkeu Nomor 45/PMK.05/2007).
Khusus untuk biaya akomodasi/penginapan dan Biaya
Transport harus menggunakan metode at cost karena item ini dipercaya dan
memiliki harga pasar yang dapat dipertanggungjawabkan serta dapat diakses oleh
seluruh lapisan masyarakat melalui internet. Sehingga bilamana menggunakan
metode lumpsum maka sulit diyakini kebenarannya. Contoh : standar biaya akomodasi/penginapan di Kota B sebesar
Rp. 500.000,- sehingga untuk perjalanan dinas dari kota A ke Kota B selama 2
hari dibayarkan sebesar Rp. 1.000.000,- padahal perjalanan dinas tersebut
semestinya hanya Rp. 500.000,- karena akomodasi/penginapan tersebut hanya 1
malam, bukan 2 malam dan apalagi volume/kuantitas pembayaran yang digunakan Hotel
adalah per malam bukan per hari.
Standar biaya perjalanan dinas
melalui APBN diatur oleh Menteri keuangan sedangkan standar biaya perjalanan
dinas melalui APBD diatur oleh Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota,
sehingga standar biaya perjalanan dinas berbeda setiap kabupaten/kota. Beberapa
Kabupaten/Kota mengatur standar yang ketat untuk biaya perjalanan dinas
aparatur didaerahnya dan tidak sedikit Kabupaten/kota yang menetapkan standar
yang sangat longgar, sehingga perjalanan dinas dilaksanakan oleh para PNS didaerah
tersebut menjadi penghasilan atau pendapatan yang sah. Padahal apabila
Pemerintah dapat melakukan pengetatan biaya perjalanan dinas setiap tahunnya
maka dapat dipastikan terkumpul anggaran yang cukup untuk membiayai
program/kegiatan pro rakyat yang lain.
Tulisan ini dimaksudkan untuk
menggugah para pengambil kebijakan agar kiranya dapat meninjau kembali standar
biaya perjalanan dinas yang telah dikeluarkan, untuk dianalisa ulang apakah
standar tersebut telah sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan Negara.
Disamping itu diharapkan pula agar pada setiap penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran (RKA) agar didasari dengan Hasil Identifikasi kebutuhan Perjalanan Dinas
yang memuat tentang maksud dan tujuan perjalanan dinas itu diadakan, perkiraan
output dan outcome perjalanan dinas tersebut, analisa biaya kebutuhan
perjalanan, dan apa dampaknya apabila perjalanan dinas tersebut tidak
diakomodir dalam DPA/DIPA. Dan yang paling penting untuk mengukur urgensi
perjalanan dinas adalah laporan perjalanan dinas yang harus memuat hubungan
positif terhadap tupoksi PNS bersangkutan dan bilamana dalam laporan tidak
termuat hubungan positif maka perjalanan dinas tersebut tidak dapat dibayarkan.
Akhir kata,
lakukanlah perjalanan dinas dengan bijak, dan selalu ingat bahwa uang
yang dipakai adalah Uang Negara/Rakyat, dan pasti akan dipertanggungjawabkan
diakhirat dan didunia.
http://syarif-nakertrans.blogspot.com/
http://syarif-nakertrans.blogspot.com/
+ komentar + 1 komentar
pada intinya kemauan dan keinginann dari semua pihak dalam pengetatan anggaran baik pusat maupun daerah, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat dan sarana publik, kalau memang perjalanan dinas tersebut hanya untuk piknik dan jalan-jalan lebih baik dimanfaatkan untuk pembangunan di daerah tersebut, berpulang kepada niat dan kemauan untuk selalu mengedepankan dan mendahulukan masyarakat karena memang fitrahnya abdi masyarakat. salam blog, sukses.
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini