BELAKANGAN ini tawuran antarpelajar menjadi
sorotan berbagai pihak, tak terkecuali kalangan media. Dalam sepekan
tercatat tidak hanya sekali tawuran terjadi. Pada Senin, 24 September
2012, tawuran melibatkan pelajar SMAN 6 dan SMAN 70. Lalu pada Rabu, 26
September 2012, tawuran melibatkan pelajar SMK Yayasan Karya 66 dan SMK
Kartika Zeni. Banyak tawuran yang disebabkan oleh hal-hal yang
sebenarnya merupakan hal yang sepele dan bisa diselesaikan melalui jalan
kekeluargaan. Tetapi faktanya, banyak yang sudah terdominasi oleh nafsu
emosi sehingga akibat yang terjadi adalah aksi tawuran yang saat ini
marak diberitakan hingga menelan korban jiwa. Sungguh ironis dan sangat
disayangkan, fenomena seperti ini terjadi dalam lingkungan kita.
Terlebih pelakunya merupakan seorang pelajar, seseorang yang
berpendidikan yang seharusnya menjadi teladan bagi pemuda yang tidak
berkesempatan menjadi seorang pelajar serta mampu bertindak atas dasar
kepahaman dan penuh moralitas.
Ironisnya, fenomena seperti ini erat kaitannya dengan dampak sistem pendidikan di Indonesia yang tak kunjung berbenah. Wacana pendidikan karakter yang konon kabarnya menjadi benteng dan garda terdepan pembentukan generasi visioner bangsa tidak kedengaran gaungnya lagi. Selain itu, guru konseling juga sangat berperan dalam upaya preventif aksi memilukan antarsesama pelajar ini. Tetapi, faktanya, banyak fungsi dan peran guru konseling di sekolah-sekolah lebih banyak ke arah persiapan menuju jenjang studi berikutnya, yakni perguruan tinggi. Menyikapi hal ini, perlu dilakukan revitalisasi fungsi dan peran guru konseling sebagai koordinator para guru di sekolahnya masing-masing untuk bersama-sama mendidik dan membangun karakter pelajar yang berakhlak mulia, bertanggungjawab dan memiliki sikap empati yang tinggi.
Banyak solusi yang sudah ditawarkan untuk menanggulangi permasalahan tawuran antara pelajar yang sepertinya sudah menjadi aksi tahunan para pelajar di Indonesia. Sangat dilematis dan ironis memang mengetahui kenyataan yang seperti itu. Terlebih melihat kondisi bangsa ini yang sedang kritis namun terus dilanda musibah yang tidak kunjung berkesudahan seperti problematika intolenransi beragama, HAM, korupsi, tingginya harga pangan dan masih banyak lagi. Persoalan aksi tawuran ini kontan semakin menambah banyak coretan tinta merah dalam rapor kinerja pemerintah.
Aksi tawuran antarpelajar sejatinya merupakan sebuah implementasi ekspresi emosi yang sayangnya dilakukan dengan tujuan dan cara yang kurang tepat. Aksi tawuran yang terjadi secara tersirat juga merupakan suatu bukti bahwa energi dan semangat yang dimiliki oleh para pelajar sangat tinggi sehingga perlu adanya sarana dan upaya strategis guna dapat mengarahkan serta mengonversi energi besar mereka menjadi positif . Dengan begitu, diharapankan dapat membawa dampak kebermanfaatan yang lebih banyak bagi masyarakat luas, salah satunya adalah dengan aktivitas mengaji.
Berangkat dari gagasan mengaji, yakni orang yang tergabung di dalamnya bersama-sama belajar mengenai ilmu agama yang kemudian dikemas dengan konsep kekeluargaan sehingga para pelajar dapat memiliki bekal dasar agama yang kuat. Mengaji selain sebagai sarana penanaman nilai-nilai akhlak yang mulia juga bisa menghasilkan buah prestasi yang mampu mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional lewat berbagai karya dan prestasi. Pada dasarnya, mengaji terdiri dari sekelompok orang yang memiliki latar belakang passion dan bakat yang berbeda-beda tetapi karena memiliki kesamaan visi sehingga dapat lebih mudah untuk diarahkan sehingga luaran yang dicapai adalah lahirnya konsistensi semangat berkarya dan berkontribusi bagi kemaslahatan dan kebermanfaatan banyak orang.
Akhirnya dari kelompok mengaji inilah dapat dilahirkan generasi-generasi muslim prestatif visioner yang membawa peran sebagai agent of solution dan agent of change. Dengan demikian, secara bertahap mereka dapat memberantas tradisi tawuran secara tuntas dan digantikan dengan buah prestasi dan karya yang bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya orang di muka bumi ini.
http://kampus.okezone.com/
Ari Akbar Devananta
Ketua Kelompok Studi Fakultas, Klinik Agromina Bahari Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada (UGM)
Ironisnya, fenomena seperti ini erat kaitannya dengan dampak sistem pendidikan di Indonesia yang tak kunjung berbenah. Wacana pendidikan karakter yang konon kabarnya menjadi benteng dan garda terdepan pembentukan generasi visioner bangsa tidak kedengaran gaungnya lagi. Selain itu, guru konseling juga sangat berperan dalam upaya preventif aksi memilukan antarsesama pelajar ini. Tetapi, faktanya, banyak fungsi dan peran guru konseling di sekolah-sekolah lebih banyak ke arah persiapan menuju jenjang studi berikutnya, yakni perguruan tinggi. Menyikapi hal ini, perlu dilakukan revitalisasi fungsi dan peran guru konseling sebagai koordinator para guru di sekolahnya masing-masing untuk bersama-sama mendidik dan membangun karakter pelajar yang berakhlak mulia, bertanggungjawab dan memiliki sikap empati yang tinggi.
Banyak solusi yang sudah ditawarkan untuk menanggulangi permasalahan tawuran antara pelajar yang sepertinya sudah menjadi aksi tahunan para pelajar di Indonesia. Sangat dilematis dan ironis memang mengetahui kenyataan yang seperti itu. Terlebih melihat kondisi bangsa ini yang sedang kritis namun terus dilanda musibah yang tidak kunjung berkesudahan seperti problematika intolenransi beragama, HAM, korupsi, tingginya harga pangan dan masih banyak lagi. Persoalan aksi tawuran ini kontan semakin menambah banyak coretan tinta merah dalam rapor kinerja pemerintah.
Aksi tawuran antarpelajar sejatinya merupakan sebuah implementasi ekspresi emosi yang sayangnya dilakukan dengan tujuan dan cara yang kurang tepat. Aksi tawuran yang terjadi secara tersirat juga merupakan suatu bukti bahwa energi dan semangat yang dimiliki oleh para pelajar sangat tinggi sehingga perlu adanya sarana dan upaya strategis guna dapat mengarahkan serta mengonversi energi besar mereka menjadi positif . Dengan begitu, diharapankan dapat membawa dampak kebermanfaatan yang lebih banyak bagi masyarakat luas, salah satunya adalah dengan aktivitas mengaji.
Berangkat dari gagasan mengaji, yakni orang yang tergabung di dalamnya bersama-sama belajar mengenai ilmu agama yang kemudian dikemas dengan konsep kekeluargaan sehingga para pelajar dapat memiliki bekal dasar agama yang kuat. Mengaji selain sebagai sarana penanaman nilai-nilai akhlak yang mulia juga bisa menghasilkan buah prestasi yang mampu mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional lewat berbagai karya dan prestasi. Pada dasarnya, mengaji terdiri dari sekelompok orang yang memiliki latar belakang passion dan bakat yang berbeda-beda tetapi karena memiliki kesamaan visi sehingga dapat lebih mudah untuk diarahkan sehingga luaran yang dicapai adalah lahirnya konsistensi semangat berkarya dan berkontribusi bagi kemaslahatan dan kebermanfaatan banyak orang.
Akhirnya dari kelompok mengaji inilah dapat dilahirkan generasi-generasi muslim prestatif visioner yang membawa peran sebagai agent of solution dan agent of change. Dengan demikian, secara bertahap mereka dapat memberantas tradisi tawuran secara tuntas dan digantikan dengan buah prestasi dan karya yang bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya orang di muka bumi ini.
http://kampus.okezone.com/
Ari Akbar Devananta
Ketua Kelompok Studi Fakultas, Klinik Agromina Bahari Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada (UGM)
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini