Prof. Purbayu Budi Santoso
feb.undip.ac.id - "Perlu perbaikan secara menyeluruh untuk atasi kesenjangan ekonomi, termasuk dominasi ekonomi bawah tanah".
KEBERADAAN ekonomi bawah tanah
(underground economy) sebagai fenomena yang sangat jarang disinggung
dalam memperbincangkan kinerja ekonomi suatu negara, sebenarnya
merupakan pertanda besarnya pertumbuhan ekonomi yang belum tentu
dirasakan oleh rakyat banyak. Para pakar bahkan memperkirakan kegiatan
ekonomi bawah tanah di Indonesia berkisar 30-40% dari PDB.
Makin besarnya kegiatan ekonomi bawah
tanah, lebih tepat dihipotesiskan sebagai korban pertumbuhan ekonomi
yang tidak diiringi dengan penerapan hukum yang berkeadilan. Kesulitan
penerapan itu bisa jadi karena regulasi di Indonesia diatur oleh pihak
asing (Bradley R Simpson, Economist with Guns) atau pengaplikasian yang
masih tebang pilih.
Sebenarnya, makin baik kualitas
institusi menjalankan peraturan akan makin kecil angka ekonomi bawah
tanah. Dengan demikian, bisa disimpulkan makin maju posisi suatu negara,
secara otomatis aktivitas ekonomi bawah tanah makin mengecil.
Biasanya
kegiatan ekonomi bawah tanah digolongkan dalam empat kategori.
Pertama;
ekonomi ilegal, yaitu kegiatan penyediaan jasa, seperti prostitusi,
perjudian, atau perdagangan narkoba, yang semuanya jelas-jelas melanggar
hukum.
Kedua; pendapatan yang tidak dilaporkan, dengan tujuan menghindari tanggung jawab membayar pajak/ retribusi.
Kedua; pendapatan yang tidak dilaporkan, dengan tujuan menghindari tanggung jawab membayar pajak/ retribusi.
Ketiga; pendapatan
yang tidak tercatat, akibat perbedaaan antara jumlah pendapatan/
pengeluaran yang tercatat dalam sistem akuntansi dan nilai pendapatan/
pengeluaran yang sesungguhnya.
Keempat; sektor informal, yaitu
pendapatan yang diperoleh dari agen ekonomi secara informal, yang
mungkin tidak memiliki izin usaha, perjanjian kerja, atau kredit
keuangan.
Keberadaaan ekonomi bawah tanah yang lepas dalam perhitungan pendapatan nasional, makin membuat keberadaaan angka-angka makro ekonomi Indonesia mengalami bias. Kondisi itu membuat ketidakrealistisan perhitungan angka-angka statistik, yang oleh Eriyatno (2011) disebut gejala counter knowledge, yaitu apa yang dilaporkan tidak sesuai dengan kenyataan.
Dari ekonomi bawah tanah, kita bisa
melihat beberapa hal. Kegiatan pertama; prostitusi, perjudian,
penyelundupan, perdagangan narkoba dan sebagainya yang mengalami
kenaikan cukup pesat, karena korban dari orientasi pertumbuhan ekonomi
yang tidak disertai aspek pemerataan dan kurang kuatnya penegakan hukum.
Kegiatan kedua; pelaporan pajak yang terlalu rendah. Kasus Gayus Tambunan sungguh mencoreng institusi perpajakan. Slogan pajak yang intinya ’’tidak mau bayar pajak, apa kata dunia’’ bisa mengalami peredupan akibat ulah para pemimpin yang gemar berburu rente (rent seeking), baik untuk kepentingan pribadi maupun golongan.
Kegiatan kedua; pelaporan pajak yang terlalu rendah. Kasus Gayus Tambunan sungguh mencoreng institusi perpajakan. Slogan pajak yang intinya ’’tidak mau bayar pajak, apa kata dunia’’ bisa mengalami peredupan akibat ulah para pemimpin yang gemar berburu rente (rent seeking), baik untuk kepentingan pribadi maupun golongan.
Kegiatan ketiga; aktivitas proyek yang
secara akuntasi tidak dilaporkan sebagaimana mestinya. Modus ini
mengakibatkan hasil sebuah proyek cepat rusak. Masih ada pemeo habiskan
anggaran supaya tidak tersisa sehingga prinsip efisiensi dan efektivitas
tidak berjalan. Tidak berjalannya dua prinsip penting dalam ilmu
ekonomi itu juga dipicu oleh pelanggaran moral secara sistemik.
Berbasis Kerakyatan
Kegiatan keempat; membesarnya kegiatan
sektor informal, khususnya di perkotaaan. Keadaaan ini akibat kegagalan
pembangunan pertanian dan pedesaan sehingga ada migrasi ke kota secara
masif. Belum lagi, keberadaan pasar modern, seperti minimarket yang
sampai ke desa-desa, makin membuat orang desa kesulitan memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Model pertumbuhan ekonomi yang
mengakibatkan kemerebakan kegiatan ekonomi bawah tanah tak bisa
dibiarkan. Prof David T Eliwood seperti diberitakan harian ini
menyatakan model pertumbuhan ekonomi disebut kejahatan ekonomi karena
menciptakan kesenjangan antara pemilik modal besar dan modal kecil.
Membesarnya ekonomi bawah tanah juga makin membuat kesalahan angka
statistik, dan tentunya mengakibatkan salah memprediksi atau menelurkan
kebijakan.
Perlu perbaikan secara menyeluruh guna mengatasi kesenjangan ekonomi, termasuk dominasi ekonomi bawah tanah. Sistem ekonomi berbasis kerakyatan sangatlah penting. Pemerintah seharusnya mengangkat kekuatan ekonomi lokal supaya berstandar internasional, seperti India yang memiliki banyak perusahaan lokal yang bisa bersaing di pasar global.
Perlu perbaikan secara menyeluruh guna mengatasi kesenjangan ekonomi, termasuk dominasi ekonomi bawah tanah. Sistem ekonomi berbasis kerakyatan sangatlah penting. Pemerintah seharusnya mengangkat kekuatan ekonomi lokal supaya berstandar internasional, seperti India yang memiliki banyak perusahaan lokal yang bisa bersaing di pasar global.
Harapannya adalah tenaga kerja domestik
makin mendominasi sehingga mengurangi perkembangan sektor informal atau
ilegal. Penting pula melakukan penguatan hukum. Kita bisa mencontoh
keberhasilan berbagai negara, terutama China, yang bisa memberantas
korupsi melalui penegakan hukum secara berkeadilan.
Kita berharap ramalan ekonomi mendatang
yang penuh optimisme benar-benar terwujud. Pertumbuhan ekonomi sudah
semestinya diikuti kesejahteraan masyarakat, dengan salah satu ciri
aktivitas ekonomi bawah tanah menurun drastis. Kunci keberhasilannya
memang perlu pendekatan, kendati juga butuh keteladanan para pemimpin
dalam menyejahterakan rakyat, tidak sekadar memaparkan angka-angka yang
diragukan kebenarannya. (10)
– Purbayu Budi Santosa, guru besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip
sumber : suaramerdeka cetak
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini