Latest Post
Showing posts with label Curahan. Show all posts
Showing posts with label Curahan. Show all posts

Merindukan Pesta Rakyat

Written By Unknown on Monday, January 19, 2015 | 1/19/2015

Kerinduan menyambut Pesta rakyat pemimpin baru kami. Pesta - pesta baru untuk rakyat harus terus dikreasi. Pesta ini sejatinya hanyalah kegembiraan karena perjumpaan. Perjumpaan antara pemimpin dan rakyat. Bukanlah pesta hura – hura semata. Pesta kegembiraan karena dua kerinduan yang bersua. Jalan - jalan dan tanah lapang menjadi istananya.

Pesta - pesta semacam inilah yang menjadi kerinduan kita. Tidak berlindung dibalik gagah dan sigapnya para pengawal. Tetapi ia datang dan menyatu mengikuti dorongan kerinduannya. Melepas jas dan dasi yang membuatnya berjarak dan membuat rakyat enggan mendekat.  Meninggalkan mobil mewah yang membuatnya terpenjara dan terkungkung bisu. Dan pesta pun sempurna.

Di tengah-tengah warga miskin, di gang – gang sempit, pemukiman kumuh dan padat, di pasar – pasar, diterminal, dipinggiran sungai,  pesta itu disambut dengan  meriah.  Cinta  dan harapan pun bersatu di setiap tempat itu.
Dan nampaknya kabar kegembiraan pesta itu terus menyebar ke seluruh pelosok  dan merekapun menginginkan pesta serupa. Seperti kata pujangga, kekuatan cinta tak akan tertahankan oleh apapun juga. Tidak akan terhalang oleh  gunung maupun samudera. Tidak juga oleh hujan badai maupun terik sang surya. Berkat Tuhan pestapun menjadi nyata, dan kita semua telah menjadi saksinya. Dua kerinduan cinta antara rakyat dan pemimpin terpuaskan di sepanjang jalan.

Cinta rakyat sudah terlalu lama tertahan. Untuk bersua dan menyatu dengan pemimpinnya. Berbicara dan mendengar langsung apa rencananya. Jangan serahkan pada media menjadi jembatannya sebab kita kini ragu akan itikad baiknya. 

Pesta rakyat pasti tidak semua suka. Luka pesta demokrasi masih mengaga. Maka biarkan mereka juga mengekspresikan kekecewaannya. Mengkritik, mencaci atau bahkan mengumpat, biarkan dan terimalah saja. Mungkin jalan itu akan menyembukan lukanya. Inilah bagian dari ekspresi cinta kita  yang sesungguhnya, saat membiarkan sesama menyembuhkan lukanya, dan menemukan kembali harapan dan cintanya walau mungkin menyakitkan juga bagi kita. 
Kami merindukan Pesta Rakyat itu. Hanya dengan pesta ini, harapan yang mustahil bisa terjembatani. Yang diawang – awang bisa membumi. Harapan yang mati bisa hidup kembali. Dan inilah kekuatan cinta yang hakiki antara pemimpin dan rakyatnya.. Maka mari terus mengkreasi pesta – pesta, pesta perjumpaan antara pemimpin dan rakyat demi kemakmuran kita bersama.

Hasil Pleno

Written By Unknown on Sunday, May 11, 2014 | 5/11/2014

Sahabat.... kita sama-sama menyaksikan urutan kekuasaan disepakati, sumringah kecut merekapitulasi pundi-pundi, kita mau dibawa kemana. Uang yang dimasukkan sakumu itu tak cukup membayar lapak pasar rakyat miskin, buku dan baju sekolah anak-anakmu, menebus identitas dan keturunan apalagi menjamin keamanan dan kesejahteraan.

Sahabat.... mereka memutus mata rantai kebersamaan, tali asih dan toleransi karena mereka sudah berkorban untuk meraih jabatannya, mana ada yang gratis dan tanpa pamrih, ini profesi bukan pengabdian.

Jadi, biarlah kita tetap bermain batu dan mengolah hati dan jangan 2 kan TUHAN.

11052014-01.26 dinihari

Surat dari Tahun 2070

Written By Unknown on Saturday, November 02, 2013 | 11/02/2013

3 Strategi Perang China

Written By Unknown on Tuesday, January 08, 2013 | 1/08/2013

Negara China mempunyai sejarah yang panjang dalam hal peperangan antar kerajaannya. Sehingga banyak orang pintar yang menjadi penasehat perang atau para jendral harus mengadu strategi untuk memenangkan sebuah peperangan.

Diantaranya yang paling terkenal adalah Sun Tsu, Sun Bing, Qin Shi Huang, Liu Bang, Cao-Cao, Zhuge Liang, dll.

Nah tulisan kali ini kita hanya akan membahas 3 strategi perang China jaman dulu yang dikembangkan dan dipraktekkan di jaman modern ini. Kenapa cuma tiga ?

Karena ada ribuan atau mungkin ratusan ribu strategi perang yang mereka terapkan jaman dulu yang tidak mungkin kita bahas satu persatu. Nah apa-apa saja strategi perangnya itu? Mari kita bahas satu persatu.

1. Untuk menaklukan dunia saya tidak perlu memiliki seribu pasukan tetapi saya hanya butuh satu anak perempuan yang paling cantik di negeri ini. (Sun Tzu)
Pada jaman dahulu di negeri China seorang Kaisar dapat memiliki selir hingga mencapai 200 orang. Bagi yang memiliki anak perempuan yang cantik dapat di ajukan ke Kaisar untuk dipersunting sebagai selir.

Nah kalau kita memiliki seorang anak perempuan yang cantik bahkan paling cantik di negeri itu maka otomatis pasti akan dijadikan selir oleh Kaisar. Dan dengan menjadi yang tercantik dari semua selir yang di miliki Kaisar maka tentunya akan menjadi selir kesayangan Kaisar yang mana akan dipenuhi semua permintaannya oleh Kaisar. Jadi dengan begitu kita bisa memerintah kerajaan melalui sang anak.

Jadi inti dari seni perang ini adalah mempergunakan daya tarik wanita atau di negeri China dikenal dengan strategi " JEBAKAN WANITA CANTIK "

Bagaimana hal ini dipraktekan di jaman modern
Teori ini dikembangkan dengan baik di bidang pemasaran dan politik. Kita bisa lihat bagaimana tenaga-tenaga wanita dijadikan Sales Promotion Girls untuk menarik pembeli atau pengunjung suatu event dan bagaimana tenaga wanita juga dijadikan Lady Escourt yang kerjanya melakukan lobby kepada klien guna memenangkan sebuah tender.

Selain dari pada itu kita juga mendengar wanita dimanfaatkan untuk menghancurkan karir seseorang dengan memakai jasa mereka sebagai pembuat scandal kepada lawan bisnis atau politik.

2. Setelah sampai didaerah musuh bakar kapal dan buang persediaan makan. (Xiang Yu)
Ketika seorang Jendral kejam yang bernama Xiang Yu ingin memaksa anak buahnya berjuang mati-matian sampai titik darah penghabisan maka cara yang ditempuhnya adalah dengan mengancam kelangsungan hidup dari para tentaranya dengan membakar kapal untuk mereka pulang serta membuang semua perbekalan untuk makan mereka.

Sehingga kalau mereka tetap ingin hidup jalan satu-satunya adalah memenangkan perang. Karena kalau mereka dapat memenangkan peperangan berarti mereka dapat merampas semua kebutuhan yang mereka butuhkan dari pihak musuh yang kalah.

Di jaman modern strategi ini dipraktekan di bidang perdagangan atau lebih tepatnya di bidang ketenagakerjaan.

Cara yang dilakukan pengusaha atau perusahaan adalah dengan memberikan gaji yang kecil dan pas-pasan kepada karyawan agar mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dan baru bisa mencukupi kebutuhan mereka kalau mereka mencapai target yang ditentukan perusahaan dengan imbalan bonus dari pencapaian target.

Jadi dengan gaji yang pas-pasan atau malah kurang, maka tanpa disuruh pun para pegawai mereka akan bekerja mati-matian untuk mencapai target yang ditentukan agar menerima bonus yang dijanjikan perusahaan untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.

3. Tempat yang paling aman adalah tempat yang paling berbahaya. (Sam Kok)
Maksudnya adalah ketika melakukan pencurian di istana kaisar maka tempat yang paling aman bersembunyi adalah di istana itu sendiri. Kenapa ??? Karena kebiasaan orang mencuri di istana kaisar pasti sudah lari terbirit-birit dengan memakai jurus langkah sejuta.

Karena kalau ketahuan mencuri akan langsung di hukum pancung atau disiksa sampai mati. Maka dengan tetap di istana bahkan berteriak maling dan ikut serta dalam pencarian pencuri itu maka pasti orang tidak akan menyangka bahwa dialah yang melakukan pencurian karena semua orang tidak akan mempuyai nyali seperti itu.

Dijaman sekarang ini strategi perang ini malah lebih sering kita temukan di Indonesia. Para pejabat atau pemilik kekuasaan yang melakukan korupsi akan lebih dulu teriak maling kepada orang lain dan bertindak seakan-akan ingin memberantas korupsi agar orang menyangka dirinya bersih dari korupsi.

Orang sudah pasti akan berpaling kepada orang yang diteriakan dari pada kepada dirinya yang pura-pura bersih bahkan orang akan mendukungnya atas usahanya memberantas korupsi padahal dialah biang dari korupsi itu.

Dari tulisan diatas kita dapat melihat bahwa strategi perang China jaman dahulu tersebut telah dimodif sedemikian rupa agar dapat dipergunakan di abad modern ini. Tetapi yang sangat disayangkan mereka menggunakannya untuk kepentingan dan keperluan yang negatif.

The Death of Samurai : Robohnya Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo

Hari-hari ini, langit diatas kota Tokyo terasa begitu kelabu. Ada kegetiran yang mencekam dibalik gedung-gedung raksasa yang menjulang disana. Industri elektronika mereka yang begitu digdaya 20 tahun silam, pelan-pelan memasuki lorong kegelapan yang terasa begitu perih.
Bulan lalu, Sony diikuti Panasonic dan Sharp mengumumkan angka kerugian trilyunan rupiah. Harga-harga saham mereka roboh berkeping-keping. Sanyo bahkan harus rela menjual dirinya lantaran sudah hampir kolaps. Sharp berencana menutup divisi AC dan TV Aquos-nya. Sony dan Panasonic akan mem-PHK ribuan karyawan mereka. Dan Toshiba? Sebentar lagi divisi notebook-nya mungkin akan bangkrut (setelah produk televisi mereka juga mati).
Adakah ini pertanda salam sayonara harus dikumandangkan? Mengapa kegagalan demi kegagalan terus menghujam industri elektronika raksasa Jepang itu? Di Senin pagi ini, kita akan coba menelisiknya.
Serbuan Samsung dan LG itu mungkin terasa begitu telak. Di mata orang Jepang, kedua produk Korea itu tampak seperti predator yang telah meremuk-redamkan mereka di mana-mana. Di sisi lain, produk-produk elektronika dari China dan produk domestik dengan harga yang amat murah juga terus menggerus pasar produk Jepang. Lalu, dalam kategori digital gadgets, Apple telah membuat Sony tampak seperti robot yang bodoh dan tolol.
What went wrong? Kenapa perusahaan-perusahaan top Jepang itu jadi seperti pecundang? Ada tiga faktor penyebab fundamental yang bisa kita petik sebagai pelajaran.

Faktor 1 : Harmony Culture Error. Dalam era digital seperti saat ini, kecepatan adalah kunci. Speed in decision making. Speed in product development. Speed in product launch. Dan persis di titik vital ini, perusahaan Jepang termehek-mehek lantaran budaya mereka yang mengangungkan harmoni dan konsensus.
Datanglah ke perusahaan Jepang, dan Anda pasti akan melihat kultur kerja yang sangat mementingkan konsensus. Top manajemen Jepang bisa rapat berminggu-minggu sekedar untuk menemukan konsensus mengenai produk apa yang akan diluncurkan. Dan begitu rapat mereka selesai, Samsung atau LG sudah keluar dengan produk baru, dan para senior manajer Jepang itu hanya bisa melongo.
Budaya yang mementingkan konsensus membuat perusahaan-perusahaan Jepang lamban mengambil keputusan (dan dalam era digital ini artinya tragedi).
Budaya yang menjaga harmoni juga membuat ide-ide kreatif yang radikal nyaris tidak pernah bisa mekar. Sebab mereka keburu mati : dijadikan tumbal demi menjaga “keindahan budaya harmoni”. Ouch.

Faktor 2 : Seniority Error. Dalam era digital, inovasi adalah oksigen. Inovasi adalah nafas yang terus mengalir. Sayangnya, budaya inovasi ini tidak kompatibel dengan budaya kerja yang mementingkan senioritas serta budaya sungkan pada atasan.
Sialnya, nyaris semua perusahaan-perusahaan Jepang memelihara budaya senioritas. Datanglah ke perusahaan Jepang, dan hampir pasti Anda tidak akan menemukan Senior Managers dalam usia 30-an tahun. Never. Istilah Rising Stars dan Young Creative Guy adalah keanehan.
Promosi di hampir semua perusahaan Jepang menggunakan metode urut kacang. Yang tua pasti didahulukan, no matter what. Dan ini dia : di perusahaan Jepang, loyalitas pasti akan sampai pensiun. Jadi terus bekerja di satu tempat sampai pensiun adalah kelaziman.
Lalu apa artinya semua itu bagi inovasi ? Kematian dini. Ya, dalam budaya senioritas dan loyalitas permanen, benih-benih inovasi akan mudah layu, dan kemudian semaput. Masuk ICU lalu mati.

Faktor 3 : Old Nation Error. Faktor terakhir ini mungkin ada kaitannya dengan faktor kedua. Dan juga dengan aspek demografi. Jepang adalah negeri yang menua. Maksudnya, lebih dari separo penduduk Jepang berusia diatas 50 tahun.
Implikasinya : mayoritas Senior Manager di beragam perusahaan Jepang masuk dalam kategori itu. Kategori karyawan yang sudah menua.
Disini hukum alam berlaku. Karyawan yang sudah menua, dan bertahun-tahun bekerja pada lingkungan yang sama, biasanya kurang peka dengan perubahan yang berlangsung cepat. Ada comfort zone yang bersemayam dalam raga manajer-manajer senior dan tua itu.
Dan sekali lagi, apa artinya itu bagi nafas inovasi? Sama : nafas inovasi akan selalu berjalan dengan tersengal-sengal.
Demikianlah, tiga faktor fundamental yang menjadi penyebab utama mengapa raksasa-raksasa elektronika Jepang limbung. Tanpa ada perubahan radikal pada tiga elemen diatas, masa depan Japan Co mungkin akan selalu berada dalam bayang-bayang kematian.
Sharing is Giving. Please share this good article to your friends : 
by http://strategimanajemen.net/

Konsep Memancing Harimau Turun Gunung

Impian Amerika mengatakan bahwa siapa saja dapat membangun kehidupan dan karier yang sukses melalui kerja keras dan hidup hemat. Tetapi preskripsi sederhana ini tidak lagi berlaku dalam dunia yang kompleks dan lingkungan bisnis yang sangat kejam dewasa ini.

Semakin banyak orang Barat berpaling kepada kebijakan Timur untuk mendapatkan petunjuk menghadapi tantangan dan ketegangan dari kehidupan modern. Sebagian telah mengambil inspirasi dari filsafat Zen Budhisme yang toleran dan nonmaterialistis. Yang lain mencoba mengantisipasi pasang surutnya kehidupan mereka di masa depan dengan tos sekeping uang logam dan mengkaji incerprerasi dari heksagram yang terdapat dalam karya klasik Cina, Kitab Perubahan (I Ching). Sebagian mencari kunci atas kejadian yang menjurus pada hubungan antara hukum alam dan hukum perilaku manusia yang dipaparkan oleh filsuf Cina Lao Zi dalam Kitab tentang Jakm (Dao De Jing), teks klasik Taoisme. Yang lain-lain lagi memilih untuk melancarkan perjuangan sesuai dengan nasihat Sun Zi, ahli strategi militer Cina Kuno, pengarang Seni Perang (Sun Zi Bingfa).

Buku ini memperkenalkan suatu ikhtisar kebijakan Cina Kuno yang tidak banyak dikenal di Barat-tiga puluh enam siasat yang abadi. Berbeda dengan Seni Perang dan Kitab tentang Jalan, siasat ini tidak dikarang oleh seorang genius saja, melainkan oleh para pemimpin dan ahli siasat militer, politikus, saudagar, filsuf, penulis, dan bahkan rakyat biasa yang tidak terbilang banyaknya. Siasat ini tidak dituliskan sekaligus pada satu ketika melainkan dielaborasi, diperkaya, dan disempurnakan secara berangsur-angsur selama lima ribu tahun sejarah peperangan, kudeta, intrik istana, inovasi ekonomi serta kompetisi, dan bahkan perkembangan permainan Go (Weiqi)-yang, dengan kemungkinan konfigurasi kekuasaan sebanyak 10 hingga 761, adalah jauh Iebih rumit ketimbang catur Barat yang hanya memiliki kemungkinan konfigurasi kekuasaan sebanyak 10 hingga 120.
Tiga puluh enam siasat ini mempunyai manfaat praktis bagi siapa saja yang berminat memahami dinamika sejarah, politik, bisnis, dan hubungan manusiawi, dan memperkuat kehidupan atau kariernya. Masing-masing memberikan penjelasan atas fenomena yang beraneka ragam dari spionase intemasional, pengambilalihan perusahaan, kecelakaan mobil, dan rengekan anak-anak. Juga tersedia nasihat yang dapat diterapkan dalam segala hal mulai dari berpacaran hingga teknik menjual, dari tenis hingga teknologi, dan dari pengajaran hingga manufaktur. Apakah Anda sedang memulai suaui usaha baru atau menyempurnakan yang ada, apakah Anda berada di tempat yang sudah dikenal atau di wilayah yang belum dijajaki, apakah Anda merupakan orang bawahan, sederajat dengan yang lain-lain, atau berada di puncak tangga, tiga puluh enam siasat ini tentu akan menghasilkan sesuatu yang bakal relevan dengan situasi Anda.

Secara keseluruhan, tiga puluh enam siasat ini mengajarkan suatu cara berpikir, menyediakan suatu sarana untuk memahami perilaku orang lain, termasuk tindakan yang disengaja maupun yang tidak, dan untuk menganalisis segala macam situasi, yang muncul secara tidak disengaja maupun yang dirancang. Individu yang menguasai tiga puluh enam siasat ini akan mendapatkan alat untuk mengembangkan solusi terhadap segala jenis masalah dan menyesuaikan diri dengan segala macam kemungkinan.
Kalaupun Anda merupakan salah seorang di antara mereka yang beruntung dan puas atas nasib Anda, tiga puluh enam siasat ini akan menjadi bacaan yang menyenangkan dan mencerdaskan. Buku ini akan membawa Anda ke daerah terpencil dalam sejarah Cina yang berusia 5.000 tahun, dengan kisah-kisah yang tidak terhitung jumlahnya, baik yang benar maupun yang diragukan, mengenai kecerdikan dan kebodohan, ketekunan dan kecerobohan, kesetiaan dan rasa tidak berterima kasih, kemenangan dan kekalahan. Cerita-cerita ini diambil dari dua puluh empat jilid kronik sejarah, karya sastra klasik seperti Roman Tiga Kerajaan (Sanguo Yanyi), dan karya modern, termasuk tulisan Mao Zedong-yang dengan lihai menggunakan tiga puluh emam siasat ini dalam melawan Chiang Kai-shek dan Jepang.

Para pembaca yang sudah mengenal karya klasik Cina lainnya akan menemukan beberapa tema yang tidak asing lagi dalam tiga puluh enam siasat ini. Misalnya, angka tiga puluh enam itu sendiri berasal dari filsafat kesatuan hal-hal yang bertentangan, yang dipaparkan dalam Kitab Perubahan sebagai konsep yin dan yang. Yin dan yang merupakan dua kategori yang saling melengkapi dalam alam semesta; segala sesuatu dalam dunia ini dianggap termasuk salah satu dari keduanya. Yin adalah unsur perempuan, yang termanifestasikan dalam bumi, angin, air, dan rawa-rawa serta dihubungkan dengan kegelapan dan ketertutupan, sedangkan yang, unsur lelaki, termanifestasi dalam langit, guntur, api, dan gunung dan diasosiasikan dengan terang dan keterbukaan. Orang Cina Kuno menganggap rencana dan siasat, yang sering direncanakan dan diterapkankan secara diam-diam, sebagai termasuk dalam yin. Konsep yin dalam Kitab Perubahan diwakili oleh heksagram untuk “bumi”. Heksagram ini terdiri atas enam garis, dengan masing-masing garis terputus menjadi dua segmen, sehingga menghasilkan dua kolom yang terdiri atas enam garis pendek, yang hasil kalinya adalah tiga puluh enam.

Filsafat kesatuan dari hal-hal yang berlawanan muncul di seluruh tiga puluh enam siasat ini. Prinsip bahwa interaksi yin dan yang menentukan perkembangan peristiwa terlihat pada banyak sekali hubungan yang dijelajahi dalam siasat ini-antara sikap ofensif dan defensif, kekuatan dan kelenturan, keteraturan dan kemendadakan, kosong dan isi, musuh dan diri sendiri, tamu dan tuan rumah, kerja dan istirahat, dan banyak lagi.
Sebuah prinsip lain dari unit yang berlawanan adalah bahwa suatu kualitas atau entitas dapat berubah menjadi lawannya. Dengan keadaan yang tepat, yang lemah dapat mengalahkan yang kuat, yang kecil dapat menaklukkan yang besar, dan musuh dapat berubah menjadi teman. Transformasi itu boleh jadi tidak direncanakan atau tidak dapat dihindari: hippies berubah menjadi Yuppies; revolusi seksual membuka jalan bagi era AIDS; dan perlombaan senjata nuklir melahirkan negosiasi yang bertujuan memusnahkan senjata tersebut. Juga ini bisa merupakan hasil strategi dari satu atau lebih pihak.
Sejarah militer, percaturan politik, dan bisnis memberikan banyak sekali contoh mengenai transformasi yang direkayasa manusia:
• Saksikan bagaimana Mao Zedong mengalahkan secara total Chiang Kai-shek segera sesudah Perang Dunia II. Ketika perang penentuan dimulai, Chiang memiliki delapan juta pasukan dan perangkat keras militer AS bernilai beberapa miliar dolar, sedangkan Mao hanya mempunyai pasukan kurang dari satu juta orang yang dipersenjatai dengan senapan-senapan tua Jepang. Dalam tiga tahun, Mao melancarkan tiga perang besar melawan Chiang, yang terbesar memusnahkan lebih dari setengah juta pasukan terbaik Chiang. Hasilnya sudah diketahui dengan jelas: Mao mendirikan Republik Rakyat Cina pada tahun 1949, dan Chiang lari ke Taiwan.

• Kepentingan bersama Mao dan Richard Nixon dalam mengembangkan suatu kekuatan tandingan terhadap Uni Soviet telah mempersatukan musuh-musuh lama ini. Mao, setelah mencerca “imperialisme AS” selama beberapa dasawarsa, pada tahun 1972 mengundang Nixon, yang membangun karier politik di atas dasar antiko-munisme, ke Cina. Demikianlah proses normalisasi hubungan AS-Cina dimulai.

• Melalui kekuatan kenegarawan dan kepribadiannya, Mikhail Gorbachev mengubah citra Amerika terhadap Uni Soviet. Ronald Reagan, yang mencap Uni Soviet “kerajaan setan” pada awal jabatan kepresidenannya pada tahun 1981, dengan hangat menyambut Gorbachev di New York pada tahun 1988, dan penduduk New York berkumpul sepanjang rute iring-iringan mobil Gorbachev untuk mengelu-elunya. Pol pendapat umum memperlihatkan kepopulerannya berada di atas kepopuleran George Bush, presiden terpilih waktu itu.

• Charles Wang, kepala sebuah anak pemsahaan gurem dari perusahaan elektronik Swiss, ditertawai ketika pada tahun 1983 ia berbicara tentang kemungkinan menjadi produsen perangkat lunak independen terbesar di dunia. Belakangan perusahaan ini menelan induknya serta sejumlah pesaing dan akhirnya mencaplok lawan utamanya. Kini, Computer Associates International bahkan mengecilkan raksasa perangkat lunak yang populer seperti Microsoft Corporation dan Lotus Development Corporation.

• Menyadari bahwa dua pertiga minuman ringan yang dikonsumsi di Amerika Serikat adalah kola, para pembuat Seven-Up menemu-kan sebuah fonnula sukses pada posisi “bukan-kola”.
Strategi telah lama dikaitkan dengan medan perang, tetapi puncak pencapaian strategi adalah menang tanpa menggunakan persenjataan. Sebagaimana dikemukakan Sun Zi, “Menaklukkan musuh tanpa berperang merupakan puncak dari keahlian.
Sebenarnya, dengan strategi saja, orang bisa berhasil padahal sementara dengan peperangan bisa gagal. Seorang pembesar istana pada zaman dulu yang bernama Yan Ying sangat menyadari hal ini. Yan Ying bekerja untuk Negara Qi semasa periode musim semi dan gugur (722-481 SM). Ketika Cina terpecah menjadi beberapa kerajaan, masing-masing kerajaan berusaha mencaplok kerajaan lain. Kisah berikut ini memperlihatkan bagaimana Yan Ying menggunakan kehalusan diplomasi untuk menghalangi Negara Jin yang lebih besar dan lebih kuat:
Raja Jin telah mengirimkan seorang duta bernama Fan Zhao ke Qi untuk menyelidiki apakah Qi rentan terhadap serangan. Raja Qi, yang tidak ingin menimbulkan kemarahan negara yang lebih kuat itu, mengadakan perjamuan bagi Fan Zhao. Pada perjamuan ini Fan Zhao minta minum dari cangkir arak sang raja, dan raja setuju. Tetapi, Yan Ying merebut cangkir raja itu dari bibir Fan Zhao dan menggantikannya dengan yang lain. Kemudian Fan Zhao berpura-pura mabuk dan meminta agar orkes istana memainkan musik istana untuk mengiringinya menari. Yan Ying kembali menghalangi. Fan Zhao dalam amarah meninggalkan perjamuan ini. Raja Qi cemas dan memarahi Yan Ying karena memalukan duta tadi, sambil mengantisipasi terjadinya suatu serangan sebagai akibatnya. Sementara itu, Fan Zhao kembali ke Jin dan melaporkan bahwa scwaktu ia mencoba melanggar etika istana, Yan Ying segera berhasil menerka maksudnya. Raja Jin sependapat baliwa dengan Qi berada dalam keadaan tertib seperti itu, invasi merupakan hal keliru.
Khong Hu Cu yang bijaksana, yang ketika insiden ini terjadi baru berumur empat tahun, setelah dewasa memberikan komentar disertai perasaan kagum bahwa Yan Ying berhasil menggagalkan sebuah rencana invasi dari jarak beribu-ribu mil jauhnya “tanpa beranjak melebihi meja perjamuan.”
Strategi dapat merupakan hal vital dalam situasi yang tidak menguntungkan, seperti yang dihadapi Negara Qi itu, tetapi dapat juga esensial ketika orang berada pada situasi yang menguntungkan. Tiga puluh enam siasat ini dibagi dalam enam bagian, tiga yang pertama dimaksudkan untuk digunakan bila berada pada kedudukan yang kuat, tiga yang kedua bila berada pada posisi yang lemah. Secara spesifik, keenam kategori itu adalah: (1) siasat ketika berposisi lebih unggul, (2) siasat melancarkan konfrontasi, (3) siasat menyerang, (4) siasat untuk situasi kacau, (5) siasat mendapatkan penerimaan lawan, dan (6) siasat untuk situasi yang sangat sulit.
Akan tetapi, klasifikas ini memang tidak dibuat secara kaku; sebaliknya, selama beberapa ribu tahun mempraktekkan dan menyempurnakan teknik ini, para ahli strategi militer Cina menyadari bahwa prinsip yang tertinggi dari semuanya adalah keluwesan. Sun Zi mengakui nilai keluwesan ketika ia menyamakan kemampuan beradaptasi dalam peperangan dengan perilaku air, yang mengubah alirannya mengikuti keadaan tanah. Lao Zi, filsuf Taois, menyadari kekuatan keluwesan ketika ia mengamati bahwa air adalah unsur yang paling lemah namun sekaligus kekuatan pengikis yang paling perkasa. Ahli strategi yang baik, seperti air di atas batu, mengalah kepada lapangannya demi mengikis rintangan yang paling keras. Mereka tidak hanya membatasi diri mereka pada siasat yang seolah-olah cocok dengan keadaan mereka, melainkan memadukan dan menyesuaikannya menurut kondisi yang sebenarnya. Anda dapat mengkombinasikan beberapa siasat dari kelompok yang sama atau menggunakan paduan kelompok lain. Singkatnya, kaidah terakhir untuk menerapkan siasat ini adalah tidak mengikuti kaidah apa pun.
Buku ini menyediakan satu bab untuk  siasat dari seluruh tiga puluh enam siasat ini. Dalam bahasa Cina, setiap siasat dapat dirangkum dalam sebuah ungkapan yang ringkas dan tajam yang terdiri atas tiga atau empat karakter. Untuk masing-masing siasat, diberikan juga translitasi pinyin. Asal mula sejarah dan legenda siasat ini ditelusuri melalui kisah dan anekdot yang menguraikan penggunaannya. Nilai kekalnya sebagai perkakas analisis dan pedoman aksi diuraikan dengan contoh yang diambil dari masa kini. Juga disertakan petunjuk pemakaiannya dalam menjalankan karier, dalam hubungan pribadi, dan masalah kehidupan sehari-hari.
Sumber: Gao Yuan, “Lure the Tiger out of the Mountains: The 36 Strategems of Ancient China,” Simon & Schuster, New York, 1991.
Diterjemahkan oleh Setiawan Abadi dan diterbitkan oleh Pustaka Utama Grafiti (Jakarta) pada 1993 menjadi “Memancing Harimau Turun Gunung: 36 Strategi Perang Cina Kuno.”
Untuk putra keduaku, Gabriel Tianjiao Gao, dengan harapan agar generasinya menggunakan pengetahuan militer kuno ini bukan untuk perang melainkan untuk memperjuangkan perdamaian.

Bagaimana Cara Masyarakat Miskin Mengakses Dana Bantuan Hukum Pemerintah?

Written By Unknown on Monday, January 07, 2013 | 1/07/2013

Bagaimana Cara Masyarakat Miskin Mengakses Dana Bantuan Hukum Pemerintah?
Bagaimana cara mengakses dana untuk bantuan hukum versi Mahkamah Agung (SEMA) dan UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (versi Dephumham)? Karena posisi saya di daerah Mataram banyak masyarakat di sini yang buta hukum dan ekonomi yang kurang, terima kasih.
denny_nurindra

Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt5016221e867e3/lt5099df72d57f1.jpg
Sebelum menjawab pertanyaan Saudara, kami akan menerangkan terlebih dahulu mengenai latar belakang terbentuknya bantuan hukum di Indonesia. Awal mula regulasi pelembagaan bantuan hukum ke dalam hukum positif Indonesia adalah Pasal 250 HIR, yang mengatur tentang bantuan hukum bagi terdakwa dalam perkara yang diancam dengan hukuman mati dan atau hukuman seumur hidup, ahli hukum yang ditunjuk wajib memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma. Kemudian, pada 1970 lahirlah UU No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, di dalam Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 mengatur tentang bantuan hukum. Selain itu, diatur pula di dalam Pasal 56 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), untuk tindak pidana yang dituntut hukuman 15 tahun atau lebih dapat diberikan bantuan hukum secara cuma-cuma, hingga akhirnya pada 2 November 2011 disahkanlah UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (“UU Bantuan Hukum”).
 
Terhadap cara untuk mengakses dana untuk bantuan hukum sendiri sebenarnya diatur di dalam Pasal 16 s.d. Pasal 19 UU Bantuan Hukum, namun sejalan dengan berlakunya Undang-Undang tersebut, ternyata masih belum bisa berjalan maksimal sebagai akibat dari belum disahkannya Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana dari UU Bantuan Hukum. Akan tetapi, bukan berarti para pemberi bantuan hukum tidak dapat mendapatkan bantuan dana, karena sejalan dengan Pasal 16 ayat (1) UU Bantuan Hukum, disebutkan bahwa:
Pendanaan Bantuan Hukum yang diperlukan dan digunakan untuk penyelenggaraan Bantuan Hukum sesuai dengan Undang-Undang ini dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
 
Kemudian, lebih lanjut pada Pasal 17 UU Bantuan Hukum, disebutkan bahwa:
Pemerintah wajib mengalokasikan dana penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, serta Pendanaan penyelenggaraan Bantuan Hukum tersebut dialokasikan pada anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia
 
Selain dibebankan kepada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), bantuan dana terhadap pemberi bantuan hukum dapat pula diambil dari APBD (Anggaran Pengeluaran Belanja Daerah), seperti diatur di dalam Pasal 19 UU Bantuan Hukum yang menyebutkan bahwa:
Daerah dapat mengalokasikan anggaran penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
 
Dalam hal prosedur permohonan dana untuk bantuan hukum yang dialokasikan dalam APBD, dapat dilihat pada Pasal 27 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (“Permendagri 32/2011”), yaitu:
 
Pasal 27
(1)    Anggota/kelompok masyarakat menyampaikan usulan tertulis kepada kepala daerah.
(2)    Kepala daerah menunjuk SKPD terkait untuk melakukan evaluasi usulan tertulissebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)    Kepala SKPD terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada kepala daerah melalui TAPD.
(4)    TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan prioritas dan kemampuan keuangan daerah.
 
Setelah bantuan tersebut didapat, pemberi bantuan hukum diwajibkan untuk memberikan laporan pertanggungjawaban, sebagaimana diatur di dalam Pasal 34 Permendagri 32/2011, sebagai berikut:
 
Pasal 34
(1) Penerima bantuan sosial berupa uang menyampaikan laporan penggunaan bantuan sosial kepada kepala daerah melalui PPKD dengan tembusan kepada SKPD terkait.
(2) Penerima bantuan sosial berupa barang menyampaikan laporan penggunaan bantuan sosial kepada kepala daerah melalui kepala SKPD terkait.
 
Demikian kami sampaikan, semoga dapat berguna bagi Saudara
 
Catatan editor:
-      Setelah UU Bantuan Hukum berlaku, maka seharusnya pengelolaan dana bantuan hukum terpusat di Kementerian Hukum dan HAM. Lembaga-lembaga negara yang selama ini mengelola dana bantuan hukum, seperti Mahkamah Agung (“MA”), Kepolisian, dan Kejaksaan, harus menyerahkan dana bantuan hukum itu kepada Kementerian Hukum dan HAM. Namun, sesuai dengan Pasal 22 UU Bantuan Hukum, penyelenggaraan dan anggaran bantuan hukum yang diselenggarakan oleh ketiga lembaga tersebut serta lembaga-lembaga lainnya, tetap dilaksanakan sampai berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan. Jadi, saat ini boleh jadi Saudara masih dapat mengakses dana bantuan hukum di MA sesuai Surat Edaran MA No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum. Selengkapnya, simak artikel Dana Bantuan Hukum Terpusat di Kemenhukham.
 
-      Adapun yang berhak mendapatkan bantuan hukum adalah orang yang masuk kriteria miskin berdasarkan UU dan peraturan pelaksana UU Bantuan Hukum yang akan diterbitkan pemerintah (lebih jauh, simak artikel RPP Bantuan Hukum: Pemerintah Diingatkan tentang Pasal 56 KUHAP).
 
-      Mengenai cara mengakses dana bantuan hukum di Kementerian Hukum dan HAM, UU Bantuan Hukum dan RPP Pelaksanaan UU Bantuan Hukum sudah mengatur cara mengaksesnya. Pada intinya, warga dapat mengakses dana bantuan hukum lewat lembaga yang disebut Pemberi Bantuan Hukum (“PBH”). PBH adalah bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang (Pasal 1 angka 3 UU Bantuan Hukum). Untuk dapat masuk kategori PBH, maka diperlukan verifikasi dan akreditasi dari Panitia yang dibentuk Kementerian Hukum dan HAM. Hingga saat ini, peraturan menteri tentang verifikasi dan akreditasi belum diterbitkan. Selengkapnya, simak artikel Bocoran Draf Permen Verifikasi dan Akreditasi LBH.
 
Dasar hukum:
1.    Herzien Indonesisch Reglement/Reglemen Indonesia Baru (Stbl. 1984: No. 16 yang diperbaharui dengan Stbl. 1941 No. 44);
3.    Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman;
5.    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Minus Keteladanan Pemimpin

Written By Unknown on Sunday, December 02, 2012 | 12/02/2012


tumbangnya oligarki

Kalau rakyat kenyang, biarlah para pemimpin kenyang belakang. Kalau rakyat lapar, maka biarkanlah para pemimpin lapar duluan. Itulah kata-kata bijak yang pernah diucapkan oleh Mgr. Albertus Soegijapranata. Kata-kata itu diucapkan ketika rakyat mendapat kesengsaraan luar biasa akibat agresi militer Belanda.
Jaman itu, Republik ini mengalami surplus pemimpin. Pemimpin-pemimpin terbaik, berkualitas, dan progressif muncul di jaman itu, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Amir Sjarifuddin, Tan Malaka, Sjahrir, dan lain-lain.
Indonesia merdeka, yang kita nikmati udaranya saat ini, juga diproklamasikan dalam kesederhanaan: tidak ada pesta, tidak ada musik, tiang benderanya pun dari bambu yang baru dipotong, bendera merah-putih dijahit sendiri, tidak ada seragam peserta upacara, dan upacaranya hanya berlangsung di halaman rumah.
Saat itu presiden belum menerima gaji. Jangankan untuk membeli pakaian mahal, kebutuhan untuk makan saja kadang tidak memadai. Pernah terjadi, pada suatu malam, Bung Karno dan menteri-menterinya menggelar rapat darurat. Rapat berlangsung hingga larut malam, tetapi tidak ada kopi dan sepotong roti pun untuk disantap.
Situasinya sangat berbeda sekarang. Untuk urusan baju saja, Presiden SBY menghabiskan Rp 839 juta. Selain itu, pidato kenegaraan Presiden SBY di DPR, pada 16 Agustus 2012, menghabiskan anggaran sebesar Rp 1,2 miliar. Sedangkan uang negara yang dihamburkan untuk perhelatan upacara HUT Kemerdekaan RI di istana negara mencapai Rp 7,8 milyar (FITRA).
Ini persoalan bangsa kita sekarang: para pemimpin tidak sanggup memberikan keteladanan kepada rakyatnya. Ketika rakyat sedang dililit kemiskinan, para pemimpin tega menggelar pesta kemewahan. Sementara rakyat disuruh hidup sederhana, para pemimpin dan keluarganya justru berfoya-foya. Saat si pemimpin gembar-gembor memerangi korupsi, eh, anggota partainya justru ramai-ramai korupsi.
Ada yang berpura-pura merakyat: makan soto di pinggir jalan, naik ojek ke Istana Bogor, rela berdesak-desakan di atas KRL, ngamuk-ngamuk di pintu tol, dan menumpang tidur di rumah petani. Anehnya, setiap aksinya itu selalu meminta “jepretan” kamera wartawan dan digembar-gemborkan di media massa. Bahkan, tak jarang si pejabat menulis sendiri cerita suksesnya di media sendiri.
Sudah lama rakyat di negeri ini disuguhi pemimpin tuna-martabat. Korupsi menjalar di mana-mana. Akhirnya, lebih sulit mencari pejabat bersih ketimbang pejabat korup. Kementerian Dalam Negeri mengungkapkan fakta, sebanyak 281 kepala daerah di Indonesia tersandung kasus. Dan, 70% diantaranya adalah melakukan praktek korupsi.
Jumlah anggota DPR korup juga tak sedikit. Data Kemendagri juga menemukan, di tingkat provinsi, dari total 2008 anggota DPRD di seluruh Indonesia, setidaknya ada 431 yang terlibat korupsi. Sementara di tingkat kabupaten dan kota, dari total 16.267 kepala daerah, ada 2.553 yang terlibat kasus.
Seorang pemimpin, kata Bung Hatta, harus mampu menjadi penyuluh di tengah jalan yang gelap. Dengan begitu, rakyat bisa melihat masa depan. Yang terjadi sekarang, karena tak ada pemimpin yang sanggup jadi penyuluh, maka rakyat seakan berada di lorong gelap tanpa seberkas cahaya pun meneranginya.
Akan tetapi, bagi kami, rusaknya kualitas pemimpin sekarang tak lepas dari kegagalan sistem politik yang dianut bangsa kita. Demokrasi liberal hanya menekankan prosedur, namun mengabaikan substansi. Akhirnya, demokrasi liberal tidak menghasilkan political leader, melainkan political dealer.
Disamping itu, biaya demokrasi sekarang dirancang mahal. Akibatnya, hanya kaum bermodal banyaklah, kaum plutokrat, yang sanggup ambil-bagian dalam berbagai kontestasi politik. Kelak, biaya politik mahal itu akan dibayar mahal dengan korupsi dan penyelewengan kekuasaan.
Sistem politik kita ini juga makin jauh dari partisipasi rakyat. Hal ini bukan hanya menciptakan antara kekuasaan dengan rakyat, tetapi juga berpotensi melahirkan ketegangan dan benturan. Akhirnya, yang terbentuk bukanlah kekuasaan efektif yang bekerja sesuai kehendak rakyat, melainkan kekuasaan elitis yang melayani kepentingan segelintir elit.

Berpesta Di Tengah Kemiskinan

Pada tahun 1918, seperti Gajah Mada, mahapati Majapahit yang terkenal itu, Bung Hatta juga mengucapkan sebuah sumpah: Ia bersumpah tidak akan menikah sebelum Indonesia Merdeka. Hatta, yang ketika itu baru berusia 16 tahun, berusaha mendedikasikan seluruh kehidupannya demi bangsanya.
rakyat miskinBung Hatta memenuhi janjinya itu. Pada 18 November 1945, tiga bulan setelah Republik Indonesia diproklamasikan, Bung Hatta pun pun menikah dengan Rahmi Rachim. Meskipun saat itu Hatta sudah Wakil Presiden, tetapi acara pernikahannya berlangsung sangat sederhana. Bahkan, Bung Hatta hanya memberi sebuah buku berjudul “Alam Pikiran Yunani” sebagai mas kawin.
Kehidupan para pemimpin Republik pertama memang sederhana. Mimpi dan cita-cita besar mereka mengalahkan segala-galanya. Itu pula yang menyebabkan mengapa banyak penulis menyebut para pemimpin Republik pertama ini sebagai negarawan besar.
Zaman sudah berubah. Kita tidak lagi hidup di era Bung Karno maupun Bung Hatta. Di jaman sekarang, kita tentu saja sulit menemukan sosok pemimpin seperti Bung Karno dan Bung Hatta ini. Yang paling banyak kita temui di jaman sekarang adalah bukan pemimpin, melainkan “pencari kekayaan yang menggunakan jalur politik”.

Dan lihatlah pernikahan dua anak pejabat negara hari ini: Edhie Baskoro (anak Presiden SBY) dan Siti Rubi Aliya (anak Hatta Radjasa). Konon, pernikahan kedua anak pejabat tinggi negara ini menghabiskan berpuluh-puluh milyar. Sementara kekayaan SBY, seperti tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara pada 25 Mei 2009, hanya berjumlah Rp 7,14 miliar ditambah US$ 44.887.
Pesta pernikahan pun digelar bak pernikahan keluarga kerajaan di masa lampau: serbah mewah. Media pun melaporkan pernikahan ini dari detik ke detik, seolah-olah pernikahan ini adalah sebuah peristiwa nasional yang berpengaruh terhadap kehidupan rakyat. Sedangkan banyak persoalan yang penting, yang menyangkut kehidupan rakyat banyak, justru tidak terlaporkan.
Lebih parah lagi, SBY dan Hatta pun sibuk dalam hajatan keluarga itu, dan seolah-olah meninggalkan tugasnya sebagai pejabat negara. Lebih parah lagi, lembaga negara sepertinya mengalami “libur nasional” pada saat pernikahan. Sejumlah agenda rapat di gedung parlemen pun batal karena para legislator lebih memilih hadir dalam pesta tersebut. Jadinya terkesan seolah-olah pernikahan Ibas-Aliya ini adalah “hajatan nasional”.
Sebagian sekolah di sekitar Istana Cipanas, Cianjur, Jawa Barat juga meliburkan siswa-siswanya pada hari berlangsungnya akad nikah Ibas-Aliyah itu. Aneh sekali, pernikahan dua orang anak pejabat dibiarkan menganggu proses mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini tentu menjadi preseden buruk bagi masa depan.
Inilah sebuah ironi bagi bangsa kita sekarang: jika dulu para pemimpin bangsa rela mengorbankan kepentingan pribadi dan keluarganya demi kepentingan rakyat dan bangsa yang lebih besar, maka para pemimpin sekarang justru tega mengorbankan kepentingan rakyat dan bangsa yang besar demi menonjolkan kemewahan keluarganya.

Gaya Hidup Pejabat Negara


karikatur (Indopos)

  
Anda tahu harga jam tangan Ruhut Sitompul? Katanya, politisi partai Demokrat ini menggunakan jam tangan berharga Rp 450 juta. Sedangkan Anis Matta, yang juga salah satu pimpinan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), mengenakan jam tangan seharga Rp 70 juta.
Itu baru harga jam tangan. Coba tengok harga mobil para pejabat negara itu. Konon, ada tiga anggota DPR yang punya mobil seharga Rp 7 milyar. Sementara harga mobil rata-rata pejabat menteri berkisar antara Rp 400 juta hingga 1,325 miliar. Bagaimana dengan harga rumah dan kekayaan lainnya?
Nah, bagaimana dengan gaji Presiden? Berdasarkan peringkat gaji presiden tertinggi di dunia, gaji Presiden SBY menempati peringkat ke-16. Ia berada di atas peringkat gaji Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, yang memimpin negeri yang jauh lebih maju dan lebih makmur dibanding Indonesia.
Gaji Presiden SBY mencapai US$ 124.171 atau sekitar Rp 1,1 miliar per tahun. Gaji itu setara dengan 28 kali lipat dari pendapatan per kapita Indonesia. Bahkan, jika dikaitkan dengan PDB per-kapita masing-masing negara, gaji Presiden SBY tercatat di peringkat ketiga di dunia. Gaji Pesiden SBY mencapai 28 kali PDB per-kapita.
Lebih tragis lagi, menurut Anis Matta, dirinya membeli arloji seharga Rp70 juta sebagai aksesoris untuk ‘memantaskan’ dirinya sebagai pejabat publik. Artinya, di mata Anis Matta, standar seorang pejabat publik harus punya, diantaranya, jam tangan paling murah Rp70 juta.
Apakah harus begitu? Bung Hatta, Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama, mengatakan, seorang pemimpin haruslah mengambil beban yang lebih berat; ia harus tahan sakit dan tahan terhadap cobaan; ia juga tidak boleh berubah hanya karena kesusahan hidup. “Keteguhan hati dan keteguhan iman adalah conditio sine qua non (syarat yang utama) untuk menjadi pemimpin,” kata Bung Hatta.
Dengan demikian, di mata Hatta, seorang pejabat negara atau pemimpin tidak boleh punya gaya hidup mewah. Sebab, gaya hidup mewah akan menuntut biaya hidup yang tiggi pula. Tentunya, hal itu akan memaksa si pejabat akan menggunakan segala macam cara untuk membiayai gaya-hidupnya itu.
Hatta sendiri adalah seorang sosok pemimpin sederhana. Ia melamar istrinya dengan sebuah mas kawin berupa buku karyanya sendiri. Ia juga harus menabung bertahun-tahun untuk memenuhi keinginannnya membeli sepatu. Konon, Hatta pernah negosiasi panjang dengan kusir bendi soal tariff. Akan tetapi, karena tidak terjadi titik temu, Hatta pun memilih jalan kaki.
Bung Karno juga begitu. Semasa hidupnya, sebagaian besar pakaian kebanggaan Bung Karno dijahit dan dipermak sendiri. Salah satu seragam kebesaran Bung Karno adalah pakaian bekas militer wanita Australia.
Orang bisa mengatakan jaman sudah berubah. Apakah bisa begitu? Tidak juga. Buktinya, Fidel Castro, Presiden Kuba, hanya menerima gaji sebesar 900 peso atau kira-kira 36$ per bulan. Atau, mari kita dengar cerita tentang Ahmadinejad. Konon, Presiden paling dibenci oleh AS ini tidak menerima gajinya. Ketika ia pertama kali menempati jabatan Presiden, ia memerintahkan menggulung karpet antik peninggalan Persia untuk dimuseumkan. Ia juga menolak kursi VIP di pesawat kepresidenan. Bahkan ia memilih tinggal di rumahnya yang sederhana.
Kenapa bisa berbeda begitu? Ini menyangkut beberapa hal. Pertama, ini adalah soal mendefenisikan kekuasaan. Di jaman Bung Karno dan Bung Hatta, kekuasaan dianggap sebagai sarana untuk memperjuangkan masyarakat adil dan makmur. Sedangkan sekarang, kekuasaan dijadikan sarana untuk memperkaya diri sendiri. Kedua, politisi di jaman Bung Karno dibimbing oleh sebuah ideologi atau keyakinan politik. Sedangkan pejabat publik sekarang berjalan tanpa ideologi dan tanpa keberpihakan kepada rakyat. Ketiga, sistim politik kita makin terkomoditifikasi dan jabatan politik tak ubahnya barang dagangan.
Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.

Daftar Isi

Recent Post

Download Gratis

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Blogs Aksara - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger