Pertumbuhan
dan perkembangan kota-kota sangat cepat seiring dengan pesatnya
pembangunan yang dilaksanakan. Dewasa ini jumlah penduduk perkotaan di
Indonesia semakin meningkat, sudah sekitar 35% penduduk Indonesia
tinggal di wilayah perkotaan. Diperkirakan jumlah ini akan meningkat
pada akhir PJP II yaitu sekitar 60% dari jumlah penduduk Indonesia akan
tinggal di perkotaan. Sementara itu distribusi penduduk perkotaan akan
semakin meningkat di setiap propinsi, hal ini menunjukkan terjadinya-
peningkatan pendapatan yang lebih tinggi yang disertai dengan tingginya
diversifikasi kegiatan ekonomi. Pada akhir PJP II diperkirakan akan
terdapat 23 kota yang berpenduduk lebih dari 1 juta jiwa, 11 kota
diantaranya berada di luar jawa. Kontribusi yang diberikan oleh
kawasan-kawasan perkotaan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sosial sangat
berarti, diperkirakan lebih dari 60% dari PDB nonmigas akan berasal
dari kawasan-kawasan perkotaan tersebut.
Perkembangan
kota dan perkotaan yang pesat menuntut pengelolaan fungsi kota yang
lebih baik karena semakin berkembang suatu kota dan perkotaan maka
unsur-unsur pembentuknya pun akan semakin kompleks pula. Pada dasarnya
pengelolaan kota dititikberatkan pada tinjauan terhadap penataan ruang
yang ada mulai dari penyiapan rencana induk kota sampai dengan penyiapan
rencana unsur kota, pengaturan pemanfaatannya, pengelolaan
pengendaliannya, dan kaitannya dengan aspek-aspek lain terutama dengan
aspek-aspek:
pembangunan ekonomi kota;
finansial kota;
kelembagaan kota;
partisipasi swasta; dan
partisipasi masyarakat
Berkaitan
dengan pengelolaan kota dan perkotaan tersebut, langkah-langkah yang
ditempuh dalam kebijaksanaan pengembangan kota adalah sebagai berikut:
Desentraliasasi
pengembangan kota, dalam hal ini jelas bahwa peran daerah harus
ditingkalkan dalam pengembangan kota, dengan demikian perlu diberikan
kesempatan kepada daerah (Dati II) untuk mengembangkan kota-kota itu
sesuai dengan potensi/sumber daya yang ada, hal ini tentunya sejalan
dengan kebijaksanaan otonomi daerah yang dicanangkan pemerintah.
Peningkatan
partisipasi swasta dan masyarakat, sesuai dengan amanat yang termaktub
dalam UU No 24 Tahun 1992 Bab III yang menyatakan bahwa setiap orang
memiliki hak dan kewajiban sehubungan dengan penataan ruang tersebut.
Dalam pasal 4 ayat 2 UU No.24 Tahun 1992 dijeIaskan bahwa setiap orang
berhak untuk berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dengan demikian
perlu diciptakan pola kemitraan antara pemerintah dan swasta maupun
masyarakat dalam kegiatan penataan ruang ini.
Meningkatkan
akses kepada fasilitas fisik, sosial, ekonomi, dan budaya serta
pelayanan, juga menetapkan peraturan dan sistem hukum yang mendukung
pembangunan dan pengelolaan kota.
Meningkatkan
peranan kota-kota dalam meningkalkan pembangunan nasional dan wilayah.
Dalam kaitan ini perlu ditingkalkan kerjasama antar pemerintahan kota
dan antara kota dan daerah sekitarnya dalam kawasan andalan.
Sementara
itu bagi penataan ruang kawasan tumbuh cepat seperti metropolitan atau
kota besar maka diperlukan adanya beberapa strategi pembangunan yaitu:
Adanya
rencana strategik yang dikombinasikan dengan rencana anggaran (budget
planning). Rencana strategik ini lebih menitikberatkan pada
program-program konkret didalamnya termasuk koordinasi lintas sektoral
dalam pelaksanaan dan pembiayaan perkotaan. Dalam hal ini unsur
manajemen dalam pembangunan perkotaan lebih diulamakan. Dalam hal ini
baik partisipasi swasta maupun masyarakat sudah teridentifikasi secara
jelas. Karena rencana itu tidak hanya mencakup kegiatan-kegiatan
pemerintah kota saja tetapi mempertimbangkan kegiatan-kegiatan aktor
lain yang terlibat dalam pembangunan kota. Rencana strategik harus
mempunyai tujuan yang jelas dan sudah disepakati bersama baik antar
instansi terkait, masyarakat maupun pihak swasta. Rencana yang dibuat
harus realistis, transparan dan dapat diukur tingkat pencapaiannya untuk
mempermudah evaluasi terhadap efektivitas dan efisiensi dari rencana
tersebut. Dengan demikian terlihat perbedaan antara rencana strategik
dengan rencana tradisional (comprehensive planning) atau master plan.
Rencana yang diperlukan untuk penataan ruang kawasan tumbuh cepat adalah
rencana yang mempunyai daya antisipasi tinggi terhadap perkembangan,
serta operasional.
Perlu
diiakukan usaha peningkatan pendapatan daerah melalui pemungulan pajak
lokal yang ditargelkan untuk dapat mengganti biaya modal dalam
pengoperasiannya. Usaha yang dilakukan antara lain melalui penerapan
tarif yang didasarkan pada prinsip biaya penuh bagi pelayanan air minum,
pembuangan air limbah, dan sampah.
Perlu
peningkatan desentraliasasi dalam penentuan dan pemungutan pajak bumi
dan bangunan termasuk peningkatan administrasi pengelolaannya.
Peningkatan
partisipasi sektor swasta dalam pembangunan kota, peran pemerintah
dalam hal ini sebagai facilitator dan enabler dalam pengadaan fasilitas
kota.
Pengintegrasian
strategi transportasi perkotaan untuk mengurangi biaya yang disebabkan
oleh kemacetan akibat buruknya penanganan transportasi.
Peningkatan
peraturan yang berkaitan dengan kontrof polusi air, udara,dan tanah
serta pengurangan kemacetan lalu lintas. Antara lain melalui inspeksi
kendaraan, pemasangan alat kontrol emisi kendaraan, peningkatan pajak
bahan bakar untuk mengurangi polusi udara.
Perlu
peningkatan fungsi dan peran kota-kota kecil yang berada di kawasan
metropolitan, yang diharapkan berfungsi sebagai kota penyangga (buffer
cities) yang mandiri baik dalam penyediaan lapangan kerja maupun dalam
penyediaan fasilitas perkotaan bagi penduduk di wilayahnya.
Dari
uraian tersebut maka dapat dilihat bahwa pembangunan daerah dirasakan
sangat penting untuk mendukung perkembangan dan pengelolaan kota.
Berkaitan dengan dengan hal tersebut, pengembangan wilayah dilakukan
harus selaras dengan pembangunan daerah, mengingat pembangunan daerah
merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang terpadu dengan
pembangunan nasional yang terpadu dengan pembangunan nasional yang
terpadu dengan pembangunan sektoral dalam rangka mengupayakan pemerataan
pembangunan antar daerah.
Arah kebijaksanaan pembangunan daerah dalam
PJP II adalah sebagai berikut :
Memacu
pemerataan pembangunan di seluruh wilayah tanah air, daerah, dan
kawasan yang kurang berkembang (seperti kawasan timur Indonesia, daerah
terpencil, dan daerah perbatasan) dan hasil-hasiInya dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Meningkatkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat.
Meningkatkan
pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi
otonomi daerah, hal ini sesuai dengan sasaran pembangunan daerah dalam
PJP II sebagaimana diamanatkan dalam GBHN 1993 adaIah mantapnya otonomi
daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab, serta makin
meratanya pembangunan dan hasil-hasiInya dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Sasaran pembangunan daerah dalam Repeiita VI
adalah berkembangnya otonomi daerah yang nyata, serasi, dan bertanggung
jawab dengan titik berat pada daerah tingkat II.
http://thebatabatastudiodesain.blogspot.com
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini