Demokrasi pada dasarnya
mengakui setiap warga negara sebagai pribadi yang unik, berbeda satu
sama lain dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Demokrasi
memberikan kesempatan yang luas bagi pelaksanaan dan pengembangan
potensi masing-masing individu tersebut, baik secara fisik maupun mental
spiritual.
DEMOKRASI
juga mengakui bahwa setiap individu mempunyai hak dan kewajiban yang
sama. Karena itu, pendidikan yang demokratis adalah pendidikan yang
menempatkan peserta didik sebagai individu yang unik berbeda satu sama
lain dan mempunyai potensi yang perlu diwujudkan dan dikembangkan
semaksimal mungkin. Demokrasi dapat dimaknai sebagai milik orang-orang
yang cerdas dan berpendidikan.
Oleh sebab itu semua orang harus mengenyam pendidikan dengan baik.
Bah¬kan kalau tidak hati-hati praktik kebijakan pendidikan juga
mengancam demokrasi. Pem¬berlakuan UU BHP di Indo¬nesia disinyalir
sebagai salah satu bentuk penerapan kapi¬ltalisme pendidikan. Kemudian
pemahaman bahwa pendidikan adalah proses mendapatkan ilmu pengetahuan
melalui bangku sekolah formal juga menggerus nilai-nilai demokrasi
pendidikan itu sendiri. Bahwa kemudian keberhasilan pendidikan juga
dilihat dari kuantitas jumlah ijazah atau sarjana yang diha¬silkan
merupakan bentuk prosedural pendidikan semata. Maka penting untuk
mewu¬judkan demokrasi pendidikan dalam makna sebenarnya.
Apa yang dikatakan ekonom Drajat Wibowo, fakta ini didukung oleh
statistik tentang semakin sejahteranya masyarakat Indonesia yang
dilatari oleh meningkatnya ilmu pengetahuan, sehingga mampu mengakses
pekerjaan-pekerjaan yang mensejahterakan. Jika digalakkan dan terus
dipertahankan, maka impian menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari 5
negara maju di dunia sebagaimana prediksi beberapa lembaga survey dan
keuangan global seperti Standard Cahrter Bank, akan segera terwujud.
Sebaran kesejahteraan akan mampu memutus mata rantai kemiskinan
struktural yang selama ini menjadi lingkaran setan dan akar problem
sosial, ekonomi serta politik di tanah air.
Melihat kontribusi besar dunia pendidikan dalam proses transisi
menuju konsolidasi demokrasi dewasa ini, pemerintah sebagai pihak yang
bertanggungjawab merealisasikan secara komperhensif cita-cita UUD
tersebut melalui implementasi UU Nomor 20 Tahun 2003, harus amanah dan
adil (tidak diskriminatif) dalam distribusi kesempatan meraih pendidikan
berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat.
Memaknai Demokrasi sebagai Unsur Pemersatu
Warganegara yang cerdas dan baik itu adalah mereka yang secara ajeg
memelihara, dan mengembangkan cita-cita dan nilai demokrasi sesuai
perkembangan zaman, dan secara efektif dan langgeng menangani dan
mengelola krisis yang selalu muncul untuk kemaslahatan masyarakat
Indonesia sebagai bagian integral dari masyarakat global yang damai dan
sejahtera. Dari kedua konsep dasar tersebut dapat dikemukakan bahwa
paradigma pendidikan demokrasi yang digagaskan adalah pendidikan
demokrasi yang bersifat multidimensional atau multidimensional
citizenship education(Cogan:1998). Sifat multidimensionalitasnya itu
terletak dalam asumsi positif dan programatiknya yang menyangkut
individu, negara, dan masyarakat global; tujuannya yang diarahkan pada
semua dimensi kecerdasan (spiritual, rasional, emosional, dan sosial);
latarnya (setting) yang mencakup seluruh jalur dan jenjang pendidikan;
dan pengalaman belajarnya yang terbuka, fleksibel, dan bervariasi
merujuk kepada dimensi tujuannya.
Paradigma ini berbeda dengan paradigma pendidikan demokrasi yang
pernah ada sampai saat ini, yang didasarkan pada asumsi normatif
kepentingan politik, tujuan yang monodimensional dan atomistik, tidak
ada interaksi antarlatar pendidikan, serta pengalaman belajar yang serba
terbatas, antara lain bersifat test-driven atau hanya digiring untuk
lulus tes dan bukan untuk mampu hidup yang demokratis di masyarakat.
Oleh sebab itu perlu dila¬kukan upaya untuk lepas dari bahaya kehancuran
demokrasi, ja¬ngan sampai lagi-lagi persoalan bangsa ini diselesaikan
dengan pemunculan “cara” baru atau sistem yang berbeda dari sebelumnya
akan sulit jika demokrasi harus diper¬debatkan dengan sengit.
Proses Pendidikan Berdemokrasi
Dalam membangun demokrasi, tanpa proses pendidikan yang menjadikan
warga negara yang merdeka, berpikir kritis dan sangat familiar dalam
praktik-praktik demokrasi. Hanya akan menimbulkan praktik demokrasi
yang meng¬gerus nilai-nilai kompre¬hen¬sifitas kehidupan bernegara. Elit
pemerintah atau penguasa terpaku pada persoalan politik dan kekuasaan,
sehingga de¬mok¬rasi dipahami sebagai demokrasi prosedural dan dalam
implementasi kehidupan politik juga tidak jauh dari “kepen¬ti¬ngan”
oknum yang tidak ber¬tanggungjawab terha¬dap rak¬yat. Sehingga Kesibukan
pemerintah da¬lam membahas koalisi ataupun oposisi sampai dengan
reshuffle kabinet sungguh memiriskan hati rakyat Indonesia, seolah yang
dihadapi oleh pemerintah ha¬nyalah “bagi-bagi kekuasaan” dan atau
kehancuran dan keka¬lahan dalam mempertahankan kekuasaan. Mungkin mereka
lupa bah¬wa semua yang mereka dapat¬kan adalah amanah yang dibe¬rikan
oleh rakyat yang tengah mereka lukai hati dan lahirnya. Demokrasi di
Indonesia hari ini terkesan sebagai jargon dan tidak meresap secara
substansial pada setiap diri bangsa In¬donesia.
Menurut Robert Dahl (1971), dijelaskan bahwa sistem politik demokrasi
adalah suatu sistem yang benar-benar atau hampir mutlak
bertanggungjawab kepada semua warga negaranya. Dalam pandangan klasik
de¬mokrasi adalah aspek yang selalu rapat dengan politik dan praktik
politik pada suatu negara. Demokrasi dalam suatu negara mengacu kepada
pelak¬sanaan Pemilu, atau demokrasi tidak jauh dari upaya peme¬rintah
dalam mewujudkan ma¬syarakat dari yang belum de-mokratis menuju rakyat
yang de¬mokratis memaksimalkan per¬kembangan diri setiap individu.
Merujuk pada pendapat Dahl tersebut demokrasi adalah suatu sistem atau
kebijakan yang bertanggung jawab penuh ter¬hadap seluruh warga negara,
responsibilitas itu mencakup seluruh aspek bukan terbatas pada aspek
politik saja.
Berbagai dinamika dan proses yang terjadi terkait akan dilaksanaan
Pilgub di Riau yang tinggal menghitung hari saja, harus terus dicermati
sebagai bagian dari masyarakat yang akan terus mengawal semua dinamika
dan proses tersebut hingga pelaksanaan Pilgub berlangsung. Tentu Dalam
hal ini kita harapkan agar masyarakat Riau harus tetap cerdas dalam
menjatuhkan pilihan dalam pesta demokrasi setiap lima tahun sekali.
Yaitu Pilgub yang akan nanti terpilih menjadi orang no satu di Riau ini.
Dengan menggunakan hak pilih, berarti warga ikut berkontribusi secara
nyata dalam mewujudkan proses demokratisasi. Dengan memanfaatkan hak
pilih pula, warga telah ikut menentukan masa depan Riau secara
demokratis. Hak pilih merupakan salah satu hak dasar warga negara.
Karena itu, sangat disayangkan jika sampai tak menggunakan hak pilih.
Kesadaran masyarakat terhadap pelaksanaan pilgub, menandakan dukungan
terhadap pelaksanaan Pilgub dan demokrasi di Riau. Penyelenggaraan
Pilgub di Riau memang sangatlah penting bagi suatu daerah. Karena
pilgub merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Pilgub juga
sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional.
Selain itu, pilgub merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi
dalam proses politik secara langsung.
Tentu Kondisi ini akan menjadi pondasi bagi pohon demokrasi yang
saat ini sedang tumbuh di negara kita. Demokrasi yang selalu berproses
seperti di atas adalah demokrasi terus harus di jaga dan dikawal.
Prinsip kebebasan berpendapat, kesamaan hak dan kewajiban, tumbuhnya
semangat persaudaraan tentunya akan menjadi roh Demokrasi itu sendiri.
Yang akan mempertegas keberadaan ma¬nu¬sia termasuk dalam meraih
cita-cita mereka di masa de¬pan kehidupan yang lebih sejahtera
Aprianto, Wakabid Litbang dan Infokom DPC GMNI Pekanbaru
http://monitorindonesia.com/
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini