Sudah lama ya, kita tidak membincangkan
pengelolaan keuangan pada SKPD yang berstatus BLUD. Pada tulisan
terdahulu (baca tulisan berjudul: Pengelolaan Keuangan Pada SKPD Yang
Berstatus Badan Layanan Umum Daerah), kita pernah membahas mengenai
problem dalam penganggaran pada SKPD/Unit Kerja yang berstatus BLUD.
Memang saat itu kami hanya mengetengahkan masalahnya saja, belum
memberikan solusi. Nah, pada kesempatan kali ini, kami mencoba
mengetengahkan tulisan yang semoga dapat memberikan solusi atas
permasalahan tersebut.
Sebelum kita mulai, ada baiknya kita ulas
sedikit problem penganggaran yang akan kita bahas solusinya tersebut.
Apa saja problem itu? Ada beberapa hal. Pertama, masalah klasifikasi
belanja sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 berbeda
dengan klasifikasi belanja sebagaimana yang diatur dalam Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006 atau Permendagri Nomor 59 Tahun 2007. Kedua,
diperkenankannya SKPD berstatus BLUD melakukan investasi dan utang
mendatangkan pertanyaan apakah SKPD tersebut boleh menganggarkan
pembiayaan dan belanja bunga dalam RKA-nya. Seperti diketahui kewenangan
untuk menganggarkan belanja bunga dan pembiayaan hanya dimiliki oleh
SKPKD.
Warkop Mania, keseluruhan perencanaan
bisnis dan penganggaran tahunan SKPD berstatus BLUD dituangkan dalam
sebuah dokumen bernama Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA). RBA berisi
program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran BLUD. RBA disusun
mengacu pada Rencana Strategis Bisnis (RSB) dan berdasarkan prinsip
anggaran berbasis kinerja, perhitungan biaya menurut jenis layanan,
kebutuhan pendanaan, dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan
diterima dari masyarakat, badan lain, APBD, APBN, dan sumber-sumber
pendapatan BLUD lainnya.
Sesuai pasal 72 Permendagri Nomor 61
Tahun 2007, dokumen RBA harus memuat a) kinerja tahun berjalan, b)
asumsi makro dan mikro, c) target kinerja, d) analisis dan perkiraan
biaya satuan, e) perkiraan harga, f) anggaran pendapatan dan biaya, g)
besaran persentase ambang batas, h) prognosa laporan keuangan, i)
perkiraan maju (forward estimate), j) rencana pengeluaran
investasi/modal, dan k) ringkasan pendapatan dan biaya untuk konsolidasi
dengan RAPBD. Ringkasan pendapatan dan biaya untuk dikonsolidasikan
dengan RAPBD merupakan ringkasan pendapatan dan biaya dalam dokumen RBA
yang disesuaikan dengan format RKA-SKPD/APBD. RBA disajikan sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD. Untuk BLUD-Unit Kerja, RBA disusun dan dikonsolidasikan ke dalam
RKA-SKPD.
Masalahnya, seperti apa penyesuaian
dokumen RBA ke dalam dokumen RKA harus dilakukan? Sebelum kita bahas hal
tersebut, mari kita lihat bagaimana desain penganggaran SKPD-BLUD dalam
dokumen RBA? Sesuai Permendagri Nomor 61 Tahun 2007, penganggaran
SKPD- BLUD terdiri dari pendapatan dan biaya.
Pertama mari kita bahas tentang
penganggaran pendapatan. Pendapatan SKPD- BLUD bersumber dari a) jasa
layanan, b) hibah, c) hasil kerjasama dengan pihak lain, d) APBD, e)
APBN, dan f) lain-lain pendapatan BLUD yang sah. Sesuai Pasal 62,
seluruh pendapatan BLUD tersebut, kecuali hibah terikat, dapat dikelola
langsung untuk membiayai pengeluaran BLUD sesuai RBA. Hibah terikat yang
diperoleh diperlakukan sesuai peruntukannya. Sedangkan pendapatan BLUD
berupa a) jasa layanan, b) hibah tidak terikat, c) hasil kerjasama
dengan pihak lain, d) APBD, e) APBN, dan f) lain-lain pendapatan BLUD
yang sah dilaksanakan melalui rekening kas BLUD dan dicatat dalam kode
rekening kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain-lain pendapatan
asli daerah yang sah dengan obyek pendapatan BLUD. Dengan mempedomani
Pasal 61, kita dapat membuat desain penganggaran pendapatan dalam
dokumen RBA dan penyesuaiannya (mapping) ke dalam dokumen RKA SKPD-BLUD, sebagai berikut:
Penyesuaian akun pendapatan SKPD-BLUD
dalam dokumen RBA ke dalam dokumen RKA ternyata tidak dapat diterapkan
sepenuhnya. Untuk pendapatan yang berasal dari APBN (dekonsentrasi dan
tugas pembantuan), jelas hal itu tidak mungkin dianggarkan dalam APBD
karena bukan dalam kerangka desentralisasi. Selain itu, pendapatan yang
berasal dari dana bantuan sosial yang bersumber dari APBN berupa dana
Jamkesmas juga tidak dapat dilakukan. Pembahasan mengenai mengapa dana
Jamkesmas tidak dianggarkan dalam APBD sudah pernah kami sajikan dalam
blog ini (Lihat tulisan berjudul: Dana Jamkesmas, masuk APBD nggak
sih?).
Sedangkan pendapatan dari APBD berupa
dana Jamkesda, belanja operasional (belanja pegawai dan belanja
barang/jasa), dan belanja investasi (belanja modal) tidak dapat
dianggarkan sebagai pendapatan dalam RKA karena sebenarnya hal tersebut
telah dianggarkan sebagai belanja dalam RKA SKPD-BLUD. Seharusnya,
pendapatan berupa dana Jamkesda, dana operasional, dan dana investasi
yang bersumber dari APBD tidak dicatat sebagai pendapatan SKPD-BLUD
dalam RBA, karena SKPD-BLUD masih merupakan bagian dari entitas pemda,
sehingga “subsidi” tersebut tidak dapat diakui sebagai pendapatan
SKPD-BLUD.
Yang penting dicatat adalah bahwa
pendapatan SKPD-BLUD dari hibah dan kerjasama dengan pihak lain juga
tetap harus dianggarkan dalam RKA. Namun terdapat perbedaan penganggaran
untuk dua sumber pendapatan tersebut. Pendapatan dari kerjasama
dianggarkan dalam Lain-lain PAD Yang Sah. Sedangkan pendapatan dari
hibah (baik terikat maupun tidak terikat) lebih tepat dianggarkan dalam
RKA sebagai Lain-lain Pendapatan Yang Sah-Pendapatan Hibah. Kewenangan
menerima dan menganggarkan pendapatan hibah memang terletak pada SKPKD
sesuai Permendagri Nomor 13 Tahun 2006. Namun SKPD-BLUD, sesuai
Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 juga diberikan kewenangan dalam hal itu,
sehingga menimbulkan konsekuensi bahwa SKPD-BLUD juga bisa
menganggarkan pendapatan hibah dalam RKA sebagaimana SKPKD.
Satu hal lagi, kita tahu bahwa SKPD-BLUD
penuh diberikan fleksibilitas untuk melakukan ikatan perdata berupa
utang, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Nah, bagaimana
SKPD-BLUD menganggarkan pendapatan dari utang? Padahal kita mengetahui
bahwa kewenangan untuk menganggarkan hal tersebut dalam akun penerimaan
pembiayaan hanya berada di tangan SKPKD. Tentu saja, karena SKPD-BLUD
juga diberikan kewenangan untuk melakukan utang sesuai Permendagri Nomor
61 Tahun 2007, maka tentu saja SKPD-BLUD dapat juga menganggarkan akun
pendapatan dari utang dan penyesuaiannya dalam dokumen RKA adalah akun
penerimaan pembiayaan-penerimaan dari utang. Sebenarnya tidak tepat
dikatakan sebagai pendapatan karena utang adalah sumber pembiayaan
defisit. Jika penerimaan dari utang tidak dianggarkan sebagai
pendapatan, maka dalam struktur penganggaran RBA seharusnya dimasukkan
pembiayaan sebagaimana dalam RKA SKPKD. Namun untuk dalam bahasan ini,
kami masih menggunakan istilah “pendapatan utang”. Bagaimana menurut
Anda?
Warkop Mania,
Sekarang pembahasan kita beralih ke biaya. Bagaimana desain penganggaran biaya dalam dokumen RBA dan penyesuaiannya (mapping)
ke dalam dokumen RKA SKPD-BLUD? Berbicara mengenai desain penganggaran
belanja, tentu kita harus melihat pula pada desain program dan
kegiatannya. Jika mengacu pada Pasal 63 Permendagri Nomor 61 Tahun 2007,
program dan kegiatan SKPD-BLUD adalah Program Peningkatan Pelayanan
dengan dua kegiatan utama berupa Kegiatan Pelayanan dan Kegiatan
Pendukung Pelayanan. Pertanyaannya, apakah satu program dan dua kegiatan
tersebut mampu mengakomodasi seluruh tugas pokok SKPD-BLUD yang harus
dilaksanakannya.
Alokasi anggaran biaya SKPD-BLUD
disediakan untuk membiayai program dan dua kegiatan SKPD-BLUD tersebut.
Masih menurut pasal tersebut, biaya BLUD terdiri dari biaya operasional
dan biaya non operasional. Biaya operasional mencakup seluruh biaya yang
menjadi beban SKPD-BLUD dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi.
Sedangkan biaya non operasional mencakup seluruh biaya yang menjadi
beban SKPD-BLUD dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi.
Biaya operasional terdiri dari biaya
pelayanan serta biaya umum dan administrasi. Biaya pelayanan mencakup
seluruh biaya operasional yang berhubungan langsung dengan kegiatan
pelayanan. Biaya umum dan administrasi mencakup seluruh biaya
operasional yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan.
Biaya pelayanan terdiri dari: a) biaya pegawai, b) biaya bahan, c) biaya
jasa pelayanan, d) biaya pemeliharaan, e) biaya barang dan jasa, dan f)
biaya pelayanan lain-lain. Sedangkan biaya umum dan administrasi
terdiri dari: a) biaya pegawai, b) biaya administrasi kantor, c) biaya
pemeliharaan, d) biaya barang dan jasa, e) biaya promosi, dan f) biaya
umum dan administrasi lain-lain.
Biaya non operasional terdiri dari: a)
biaya bunga, b) biaya administrasi bank, c) biaya kerugian penjualan
aset tetap, d) biaya kerugian penurunan nilai, dan e) biaya non
operasional lain-lain.
Permasalahannya, bagaimana penyesuaian (mapping)
akun-akun biaya operasional dan biaya non operasional tersebut ke dalam
dokumen RKA SKPD-BLUD yang nomenkalturnya mengacu pada Permendagri
Nomor 13 Tahun 2007? Simaklah tabel penyesuaian (mapping) berikut:
Anda perhatikan, bahwa penyesuaian (mapping)
yang kami usulkan hanya dengan menambah akun obyek belanja dalam
struktur penganggaran sesuai Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, yaitu
obyek belanja pegawai BLUD (untuk kelompok belanja langsung maupun
belanja tidak langsung), obyek belanja barang dan jasa BLUD (untuk
kelompok belanja langsung), serta obyek belanja non operasional BLUD
(untuk kelompok belanja tidak langsung). Cukup sederhana kan?
Mari kita lanjutkan bahasan kita ….
Jika kita amati nomenklatur biaya dalam
ketentuan Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 tidak menyebut adanya biaya
investasi dalam aset tetap/belanja modal. Padahal kebutuhan akan aset
tetap untuk mendukung tugas dan pokok SKPD-BLUD tentu saja akan selalu
ada. Nah, oleh karena itu, penganggaran biaya investasi dalam aset
tetap/belanja modal harus dibuat dalam RBA maupun RKA. Untuk itu,
nomenklatur biaya investasi dalam aset tetap harus dibuat dalam bagan
akun standar sistem akuntansi SKPD-BLUD.
Selain itu, sesuai fleksibilitas yang
diberikan, SKPD-BLUD dapat melakukan investasi. Investasi dapat berupa
investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Oleh karena itu,
selain kode akun biaya investasi dalam aset tetap (belanja modal),
pembentukan kode akun biaya investasi dalam penyertaan modal/obligasi
juga harus dilakukan.
Satu hal lagi, terkait penganggaran
pembayaran pokok utang, belum ada akun yang disediakan untuk menampung
transaksi tersebut. Padahal, sesuai Permendagri Nomor 61 Tahun 2007,
SKPD-BLUD penuh diperkenankan melakukan utang. Oleh karena itu
pembayaran pokok dan bunga dari transaksi utang yang dilakukannya
menjadi tanggung jawab SKPD-BLUD. Oleh karena itu, dalam bagan akun
standar sistem akuntansi SKPD-BLUD juga harus dibentuk akun biaya pokok
utang. SKPD-BLUD dapat menganggarkannya dalam RBA sebagai biaya pokok
utang sebagai bagian dari biaya non operasional, serta penyesuaiannya (mapping) dalam dokumen RKA adalah akun pengeluaran pembiayaan-pembayaran pokok utang.
Warkop
Mania…Tentu saja, masalah penyesuaian akun-akun RBA ke dalam akun-akun
RKA harus dibicarakan dengan SKPKD selaku instansi yang berwenang dalam
penyusunan kebijakan penganggaran.
Sekarang, untuk memperoleh gambaran
bagaimana penganggaran pendapatan dan biaya dalam RBA, kami membuat
ilustrasi berupa matriks berikut ini:
Nah, Warkop Mania, penganggaran
pendapatan dan biaya dalam RBA yang dikonsolidasikan ke dalam RAPBD
adalah yang bersumber dari BLUD dan Kas Daerah. Sekian dahulu diskusi
kita, semoga tulisan ini bermanfaat.
Salam Warkop.
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini