Home » , , » Pedoman Teknis Pengelolaan Batubara

Pedoman Teknis Pengelolaan Batubara

Written By Unknown on Thursday, March 14, 2013 | 3/14/2013

Pada awalnya, batu bara merupakan tumbuh-tumbuhan pada zaman prasejarah, yang berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Kemudian, karena adanya pergeseran pada kerak bumi (tektonik), rawa dan lahan gambut tersebut lalu terkubur hingga mencapai kedalaman ratusan meter. Selanjutnya, material tumbuh-tumbuhan yang terkubur tersebut mengalami proses fisika dan kimiawi, sebagai akibat adanya tekanan dan suhu yang tinggi. Proses perubahan tersebut, kemudian menghasilkan batu bara.

Setiap batu bara yang dihasilkan, memiliki mutu (dilihat dari tingkat kelembaban, kandungan karbon, dan energi yang dihasilkan) yang berbeda-beda. Pengaruh suhu, tekanan, dan lama waktu pembentukan (disebut maturitas organik), menjadi faktor penting bagi mutu batu bara yang dihasilkan.

Batu bara memiliki sejarah penggunaan yang sangat panjang dan beragam. Beberapa ahli sejarah yakin bahwa batu bara pertama kali digunakan secara komersial di Cina. Bahkan ahli sejarah mengatakan bahwa terdapat suatu tambang di timur laut Cina yang menyedikan batu bara untuk mencairkan tembaga yang kemudian digunakan untuk mencetak uang logam sekitar tahun 1000 SM. Kemudian seorang filsuf yunani,yaitu Aristoteles dalam salah satu tulisanya menyebutkan arang yang berbentuk seperti batu. Abu batu bara yang ditemukan di reruntuhan bangsa Romawi di Ingris menunjukkan bahwa bangsa Romamwi telah menggunakan batu bara sebagai sumber energi sejak 400 tahun SM.

Sebuah catatan sejarah dari abad pertengahan menyebutkan bukti pertama penambangan batu bara di Eropa. Bahkan catatan tersebut juga menyebutkan terdapat suatu perdagangan internasional batu bara laut dari lapisan batu bara yang terpapar di pantai Inggris yang kemudian dikumpulkan dan di ekkspor ke Belgia. Kemudian setelah revolusi industri pada abad 18 dan 19 bergulir, pengguanaan batu bara pun senantiasa makin berkembang pesat.


2.2.2. Kualitas Batubara
Kualitas batu bara ditentukan oleh faktor suhu, tekanan, serta lama waktu pembentukan. Kesemua faktor tersebut, kemudian dikenal dengan istilah maturitas organik. Semakin tinggi maturitas organiknya, maka semakin bagus mutu batu bara yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, maka kita dapat mengidentifikasikan batu bara menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Batu bara dengan mutu rendah.
Batu bara pada golongan ini memiliki tingkat kelembaban yang tinggi, serta kandungan karbon dan energi yang rendah. Biasanya batu bara pada golongan ini memiliki tekstur yang lembut, mudah rapuh, serta berwarna suram seperti tanah. Jenis batu bara pada golongan ini diantaranya lignite (batu bara muda) dan sub-bitumen
2. Batu bara dengan mutu tinggi.
Batu bara pada golongan ini memiliki tingkat kelembaban yang rendah, serta kandungan karbon dan energi yang tinggi. Biasanya batu bara pada golongan ini memiliki tekstur yang keras, materi kuat, serta berwarna hitam cemerlang. Jenis batu bara pada golongan ini diantaranya bitumen dan antrasit.

Kualitas Batu bara

Batubara merupakan bahan baku pembangkit energy dipergunakan untuk industry. Mutu dari batubara akan sangat penting dalam menentukan peralatan yang dipergunakan. Untuk menentukan kualitas batubara, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: High heating value (kcal.kg), Total moisture (%), Inherent moisture (%), Volatile matter (%), Ash content (%), Sulfur content (%), coal size (%), Hardgrove grindability index (<3mm, 40mm, 50mm), Fixed carbon (%), Phosposrus/chlorine (%), Ultimate analysis : (carbon, hydrogen, oxygen, nitrogen, sulfur, ash), ash fusion temperature.
a. High Heating Value (HHV)
High heating value sangat berpengaruh terhadap pengoperasian alat, seperti : pulverizer, pipa batubara, wind box, burner. Semakin tinggi high heating value maka aliran batubara setiap jamnya semakin rendah sehingga kecepatan coal feeder harus disesuaikan.
b. Moisture Content
Kandungan moisture mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya, pada batubara dengan kandungan moisture tinggi akan membutuhkan udara primer lebih banyak guna mengeringkan batubara tersebut pada suhu keluar mill tetap.
c. Volatile Matter
Kandungan volatile matter mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas nyala api. Kesempurnaan pembakaran ditentukan oleh :
Fixed Carbon
Fuel Ratio = ---------------------
Volatile Matter
Semakin tinggi fuel ratio maka carbon yang tidak terbakar semakin banyak.
d. Ash Content dan Komposisi
Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang bakar dan daerah konveksi dalam bentuk abu terbang atau abu dasar. Sekitar 20% dalam bentuk abu dasar dan 80% dalam bentuk abu terbang. Semakin tinggi kandungan abu dan tergantung komposisinya mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan dan korosi peralatan yang dilalui.
e. Sulfur Content
Kandungan sulfur berpengaruh terhadap tingkat korosi sisi dingin yang terjadi pada elemen pemanas udara, terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari letak embun sulfur, disamping berpengaruh terhadap efektifitas penangkapan abu pada peralatan electrostatic precipator.
f. Coal Size
Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus dan butir kasar. Butir paling halus untuk ukuran <3mm, sedang ukuran paling kasar 50mm. butir paling halus dibatasi dustness dan tingkat kemudahan diterbangkan angin sehingga mengotori lingkungan. Tingkat dustness dan kemudahan beterbangan masih ditentukan pula oleh kandungan moisture batubara.
g. Hardgrove Grindability Index (HGI)
Kapasitas mill (pulverizer) dirancang pada Hardgrove grindability index tertentu, maka untuk HGI lebih rendah kapasitasnya lebih rendah dari nilai patoknya untuk menghasilkan fineness yang sama.
h. Ash Fusion Characteristic
Ash Fusion Characteristic akan mempengaruhi tingkat fouling, slagging dan operasi blower.

2.3 Menemukan Batubara
Beberapa penelitian mengatakan, ada lebih dari 984 ton cadangan batu bara yang tersebar di seluruh dunia. Batu bara sendiri dapat ditemukan di lebih dari 70 negara, dengan cadangan terbesar di AS, Rusia, Cina, dan India.

Batu bara dapat ditemukan dengan melalui beberapa kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya membuat peta geologi, survei geokimia dan geofisika, yang pada akhirnya dilanjutkan dengan pengeboran ekplorasi. Akan tetapi, proses-proses tersebut tidak langsung menjadikan suatu daerah sebagai tempat penambangan batu bara. Faktor ketersediaan batu bara serta mutu yang didapat, menjadi penentu dalam membuat daerah penambangan.

Proses penambangan batu bara sangat ditentukan oleh unsur geologi endapan batu bara. pada umumnya, terdapat 2 proses penambangan batu bara, yaitu :
1. Tambang bawah tanah/dalam
Ada 2 metode penambangan bawah tanah, yaitu metode room-and-pillar dan tambang longwall.
a. Pada tambang room-and-pillar, endapan batu bara ditambang dengan memotong jaringan ‘ruang’ ke dalam lapisan batu bara dan membiarkan ‘pilar’ batu bara untuk menyangga atap tambang. Pada metode ini, penambangan batu bara juga dapat dilakukan dengan cara yang disebut retreat mining (penambangan mundur), dimana batu bara diambil dari pilar-pilar tersebut pada saat para penambang kembali ke atas. Atap tambang kemudian dibiarkan ambruk dan tambang tersebut ditinggalkan.
b. Tambang longwall mencakup penambangan batu bara secara penuh dari suatu bagian lapisan atau ‘muka’ dengan menggunakan gunting-gunting mekanis. Penambangan dengan metode ini, membutuhkan penelitian geologi yang mendukung serta perencanaan yang hati-hati, sebelum memulai penambangan. Setelah batu bara diambil dari daerah tersebut, atap tambang kemudian dibiarkan ambruk.
Keuntungan utama dari tambang room–and-pillar daripada tambang longwall adalah tambang room-and-pillar dapat mulai memproduksi batu bara jauh lebih cepat, dengan menggunakan biaya penyediaan peralatan bergerak kurang dari 5 juta dolar (peralatan tambang longwall dapat mencapai 50 juta dolar).

2. Tambang terbuka/permukaan
Tambang terbuka juga disebut tambang permukaan hanya memiliki nilai ekonomis apabila lapisan batu bara berada dekat dengan permukaan tanah. Metode tambang terbuka juga memberikan keuntungan yang lebih besar dari tambang bawah tanah, karena seluruh lapisan batu bara dapat dieksploitasi (90% atau lebih dari batu bara dapat diambil). Tambang terbuka yang besar dapat meliputi daerah berkilo-kilo meter persegi dan menggunakan banyak alat yang besar, termasuk dragline (katrol penarik), yang memindahkan batuan permukaan, power shovel (sekop hidrolik), truk-truk besar yang mengangkut batuan permukaan dan batu bara, bucketwheel excavator (mobil penggali serok), dan ban berjalan.

Batuan permukaan yang terdiri dari tanah dan batuan dipisahkan pertama kali dengan bahan peledak. Batuan permukaan tersebut kemudian diangkut dengan menggunakan katrol penarik atau dengan sekop dan truk. Setelah lapisan batu bara terlihat, lapisan batu bara tersebut digali dan dipecahkan kemudian ditambang secara sistematis dalam bentuk jalur-jalur. Kemudian batu bara dimuat ke dalam truk besar atau ban berjalan untuk diangkut ke pabrik pengolahan batu bara atau langsung ke tempat dimana batu bara tersebut akan digunakan.

2.4 Kegunaan Batubara
Saat ini dunia memproduksi batu bara kurang lebih 4030 Jt atau naik sebesar 38% selama 20 tahun terakhir. Pertumbuhan produksi batu bara yang tercepat terjadi di Asia, sementara produksi batu bara di Eropa menunjukkan penurunan. Negara penghasil batu bara terbesar tidak hanya terbatas pada satu daerah – lima negara penghasil batu bara terbesar adalah Cina, AS, India, Australia dan Afrika Selatan. Sebagian besar dari produksi batu bara dunia digunakan di negara tempat batu bara tersebut di produksi, hanya sekitar 18% dari produksi antrasit yang ditujukan untuk pasar batu bara internasional. Produksi batu bara dunia diharapkan mencapai 7 milyar ton pada tahun 2030 – dengan Cina memproduksi sekitar setengah dari kenaikan itu selama jangka waktu tersebut.



2.4.1 Pembangkit Listrik
Kehidupan moderen tidak bisa dibayangkan tanpa adanya listrik. Listrik menerangi rumah, gedung, jalanan, memanaskan rumah dan industri, serta menghidupkan sebagian besar peralatan yang digunakan di rumah, kantor dan mesin-mesin di pabrik. Meningkatkan akses ke listrik di seluruh dunia merupakan faktor kunci dalam mengentaskan kemiskinan

Gambar 2.2. Saat ini batu bara memasok listrik dunia sebesar 39%. Ketersediaan pasokan batu bara dengan biaya rendah sangat penting untuk memperoleh harga listrik yang tinggi di dunia. Foto pemberian Vattenfall

Karena pentingnya energi yang disebut sebagai listri ini maka pengupayaan penciptaan energi ini dilakukan dengan banyak hal. Salah satu cara untuk mendapatkan energi listri ini adalah dengan mengubah energi yang terdapat pada batu bara ini menjadi energi listrik. Pembangkit listrik pertama kali dibangun menggunakan batu bara bongkahan yang dibakar diatas rangka bakar dalam ketel untuk menghasilkan uap. Kini, batu bara digiling dahulu menjadi bubuk halus, yang meningkatkan area permukaan dan memungkinkan untuk terbakar secara lebih cepat


2.4.2 Produksi Besi dan Baja
Batu bara penting bagi produksi besi dan baja; sekitar 64% dari produksi baja di seluruh dunia berasal dari besi yang dibuat di tanur tiup yang menggunakan batu bara. Produksi baja mentah dunia berjumlah 965 juta ton pada tahun 2003, menggunakan batu bara sekitar 543 juta ton. Prose pembuatan baja membutuhkan bahan baku bijih besi, kokas (yaitu batu bara berjenis kokas yang dibuat secara khusus), dan sedikit batu gamping. Kemudian melalui proses kimia dalam tanur uap, bahan-bahan mentah tersebut pun melebur dan pada proses terakhir menghasilkan baja yang dapat dipergunakan menjadi alat-alat yang kita gunakan saat ini. Dalam perkembangannya industri baja ini mampu menjadi sektor industri yang cukup di gemari banyak negara.

2.4.3 Produksi Semen
Semen terbuat dari campuran kalsium karbonat (umumnya dalam bentuk batu gamping), silika, oksida besi dan alumina. Sementara itu, batu bara dipergunakan sebagai sumber energi dalam produksi semen. Energi yang dibutuhkan untuk memproduksi semen sangat besar. Oleh karena itulah, kebutuhan batu bara dalam proses produksi ini juga berkuantitas besar. Untuk memproduksi semen sebanyak 900 gr misalnya, akan membuttuhkan energi batu bara sebesar 450 gr. Dan banyak ahli memprediksi pada masa-masa mendatang peran batu bara sebagai input penting dalam industri semen akan tetap eksis.

2.4.4 Produksi Lain
Selain berperan dalam berbagai industri di atas, batu bara juga banyak berperan dalam pusat pengelolaan alumina, pabrik kertas, industri kimia serta farmasi. Batu bara juga merupakan suatu bahan penting dalam pembuatan produk-produk seperti:
1. Karbon teraktivasi, yaitu bahan yang digunakan pada saringan air dan pembersih udara serta mesin pencuci darah,
2. Karbon, yaitu bahan pengeras yang sangat kuat tetapi ringan, biasa digunakan pada konstruksi sepeda gunung maupun raket tenis,
3. Metal sislikon- digunakan untuk memproduksi silikon dan silan, yang pada giliranya akan digunakan untuk membuat pelumas, bahan kedap air, resin, kosmetik, shampo, dan pasta gigi.

2.5 Konsumsi Batubara
Batu bara memainkan peran yang penting dalam membangkitkan tenaga listrik dan peran tersebut terus berlangsung. Saat ini batu bara menjadi bahan bakar pembangkit listrik dunia sekitar 39% dan proporsi ini diharapkan untuk tetap berada pada tingkat demikian selama 30 tahun ke depan.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Merrill Lynch 8 Juni 2010 yang lalu kebutuhan impor batubara pada tahun 2009 mencapai 591 metrik ton (Mt), tahun 2010 diperkirakan naik menjadi 635 Mt dan pada tahun 2015 diperkirakan akan naik menjadi 803 Mt. Sementara itu apabila diproxy dari tingkat konsumsi batubara, menurut International Energy Agency (IEA) pada 1990 total konsumsi batubara dunia baru mencapai 3.461 juta ton, pada 2007 meningkat menjadi 5.522 juta ton atau meningkat sebesar 59,5%, atau rata-rata 3,5% per tahun dan . IEA juga memperkirakan konsumsi batubara dunia akan tumbuh rata-rata 2,6% per tahun antara periode 2005-2015 dan kemudian melambat menjadi rata-rata 1,7% per tahun sepanjang 2015-2030.

Meningkatnya konsumsi batubara dunia tidak terlepas dari meningkat pesatnya permintaan energi dunia dimana batubara merupakan pemasok energi kedua terbesar setelah minyak dengan kontribusi 26%. Peran ini diperkirakan akan meningkat menjadi 29% pada 2030. Sedangkan kontribusinya sebagai pembangkit listrik diperkirakan juga akan meningkat dari 41% pada 2006 menjadi 46% pada 2030. Meningkatnya peran batubara sebagai pemasok energi di masa-masa mendatang membuat industri ini memiliki daya tarik yang sangat besar bagi para investor tak terkecuali di Indonesia. World Energy Council memperkirakan cadangan batubara dunia terbukti mencapai 847.488 juta ton pada akhir 2007 yang tersebar di lebih dari 50 negara. Berdasarkan kandungan kalorinya, sebesar 50,8% berupa anthracite (kalori sangat tinggi) dan bituminous (kalori tinggi), dan 48,2% berupa sub bituminous (kalori sedang) and lignite (kalori rendah). IEA memperkirakan, dengan tingkat produksi saat ini batubara dunia dapat dieksploitasi setidaknya hingga 133 tahun ke depan, lebih lama dibanding cadangan minyak terbukti dan gas yang diperkirakan hanya dapat dieksploitasi sekitar 42 dan 60 tahun kedepan Meskipun tersebar di lebih dari 50 negara, sekitar 76,3% cadangan batubara terbukti terkonsentrasi 5 negara yakni AmerikaSerikat(28,6%), Rusia(18,5%), China(13,5%), Australia(9%) dan India(6.7%) .

Pada 2007 kelima negara ini memberikan kontribusi sebesar 82% terhadap total produksi batubara dunia yang sebesar 5.543 juta ton. Produsen batubara terbesar dunia tercatat China, AS, India, Australia, Afrika Selatan dan Indonesia. Pada 2007, ketujuh negara produsen ini menghasilkan sekitar 90,6% dari total produksi batubara dunia. China merupakan produsen terbesar yang menyumbang hampir separuh produksi dunia yakni 46% pada 2007, diikuti oleh AS 17,7%, dan India 8,2%. Meskipun sebagai produsen batubara terbesar, China sekaligus tercatat sebagai pengkonsumsi batubara terbesar dunia yang mencapai 46% dari total konsumsi dunia. Itu sebabnya dalam jajaran negara-negara pengimpor batubara, China termasuk dalam pengimpor keenam terbesar dunia dengan total impor 48 juta ton pada 2007. Prospek batubara ke depan diperkirakan akan semakin cerah. Meskipun terjadi penurun permintaan batubara dari negara-negara anggota OECD, penurunan ini akan tertututupi oleh peningkatan permintaan di kawasan Asia, khususnya China. Sementara itu adanya kendala pasokan, justru akan mendongkrak naiknya harga batubara.

Pasar batu bara yang terbesar adalah Asia, yang saat ini mengkonsumsi 54% dari konsumsi batu bara dunia – walaupun Cina akan memasok batu bara dalam proporsi yang besar. Banyak negara yang tidak memiliki sumber daya energi alami yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi mereka dan oleh karena itu mereka harus mengimpor energi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Contohnya Jepang, Cina Taipei dan Korea, mengimpor batu bara ketel uap untuk membangkitkan listrik dan batu bara kokas untuk produksi baja dalam jumlah yang besar.

Batu bara akan terus memainkan peran penting dalam campuran energi dunia, dengan kebutuhan di wilayah tertentu yang diperkirakan akan tumbuh dengan cepat. Pertumbuhan pasar batu bara ketel; uap dan batu bara kokas akan sangat kuat di negara-negara berkembang di Asia, dimana kebutuhan akan listrik dan akan baja dalam konstruksi, produksi mobil dan kebutuhan akan peralatan rumah tangga akan meningkat sejalan dengan bertambahnya penghasilan.


Sumber daya ini sebagian besar berada di Kalimantan yang menyimpan deposit sebesar 61% (21.088 juta MT), di Sumatera 38% (17.464 juta MT) dan sisanya tersebar di wilayah lain. Kalimantan juga memiliki cadangan deposit thermal coal dengan nilai bakar (calorific values) tertinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia. Berdasarkan kualitas, batubara dapat dikategorikan sebagai batubara kualitas tinggi dengan kadar zat terbang (volatile matter) tinggi, sehingga mampu menghasilkan nilai bakar mencapai 7,000 kcal/kg atau lebih. Sementara itu, batubara dengan kualitas rendah disebut batubara muda (brown coal lignite) ditandai dengan kadar air yang tinggi sehingga memiliki nilai bakar hanya sekitar 5,000 kcal/kg atau kurang.

Cadangan batubara Indonesia mayoritas berupa lignite yang mencapai 59%, diikuti sub-bituminous (27%), dan bituminous (14%). Anthracite, batubara terbaik, hanya berjumlah kurang dari 0.5% dari total cadangan. Lignite merupakan batubara yang kurang ekonomis untuk diekspor karena memiliki kadar air yang sangat tinggi (di atas 30%) dan nilai bakar di bawah 5.000 kcal/kg.

Pertambangan batubara Indonesia pada umumnya memproduksi batubara dengan calorific values bervariasi antara 5.000 – 7.000 kcal/kg, dengan kadar abu dan belerang yang rendah. Kadar belerang dalam batubara yang dihasilkan di Indonesia umumnya di bawah 1,0%, menghasilkan emisi gas SO2 yang rendah sehingga dapat digolongkan sebagai batubara ramah lingkungan.

Sebagian besar produksi (67,5%) digunakan untuk memenuhi pasar ekspor ke berbagai negara terutama di kawasan Asia Pasifik, seperti Jepang, Taiwan, Korea dan negara-negara ASEAN. Sisanya sebesar 32,5% digunakan untuk keperluan di dalam negeri antara lain untuk pembangkit listrik, pabrik semen, industri pulp dan lainnya. Pemakaian batubara terbesar adalah untuk industri listrik (PLTU) yang mencapai 20 juta ton, diikuti oleh industri semen sebesar 4,2 juta ton, dan sisanya untuk industri lain.



Konsumsi batubara Indonesia rata-rata meningkat sebesar 9% per tahun. Diharapkan konsumsi ini akan semakin meningkat dengan naiknya kontribusi batubara di dalam energy mix untuk mengurangi ketergantungan akan BBM yang saat ini cadangannya semakin menipis serta untuk optimalisasi pendapatan negara dari migas bagi kelangsungan pembangunan. Namun, pengembangan pemanfaatan batubara dalam negeri masih terkendala dengan keterbatasan infrastruktur pendukung terutama dalam hal transportasi dan distribusi. Disamping itu, harga jual batubara dalam negeri yang lebih rendah dibandingkan harga di pasar internasional menyebabkan produsen batubara lebih menyukai pasar luar negeri dibandingkan pasar dalam negeri.

Ekspor batubara Indonesia meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2004 dalam jangka waktu 5 tahun saja mengalami kenaikan 179%. Nilai ekspornya jika pada tahun 2004 hanya 14 milliar dolar AS maka tahun 2009 lalu menjadi 39,2 milliar dolar AS. Volume batu bara yang diproduksi Indonesia pun makin meningkat tiap tahunnya, yaitu dari 112 juta ton (2003) menjadi 208 juta ton (2009) atau naik hingga 84 persen, 270 juta ton (2010).


2.6 Pengolahan Batubara
Teknologi pengolahan atau preparasi batubara terdiri dari berbagai proses yang dapat diaplikasikan dengan tujuan meningkatkan kualitas batubara sehingga dapat mememenuhi kebutuhan pasar. Pada awalnya proses benefisiasi batubara hanya bertujuan untuk memproduksi batubara yang dapat dijual dan memberikan nilai ekonomis untuk kegiatan pertambangan batubara. namun saat ini benefisiasi batubara juga membawa manfaat terhadap lingkungan yang cukup besar diantaranya mengurangi emisi Sulfur Dioksida (SO2), Karbon Dioksida (CO2), dan partikel pengotor melalui suplai batubara bersih untuk dimanfaatkan. Proses peningkatan kualitas batubara pada prinsipnya meliputi pre-treatment, cleaning, sizing, dewatering, dan tailing treatment yang akan dibahas lebih lanjut pada subbab berikut.

2.6.1. Penanganan Material Padat
Keberhasilan operasi pencucian batubara sangat tergantung pada pengotor yang harus dipisahkan dari batubara. Agar butiran pengotor dapat dipisahkan maka diperlukan usaha untuk memperkecil ukuran batubara. Proses untuk memperkecil ukuran material disebut kominusi. Dalam melaksanakan tahap kominusi, pengecilan ukuran dilakukan hingga ukuran yang diperlukan saja, tanpa harus memperkecil ukuran sehingga menjadi terlalu halus karena akan menambah biaya kominusi yang relatif mahal. Secara umum bagian-bagian yang ada pada proses kominusi adalah peremukan (crushing). Proses crushing memerlukan proses pendukung seperti hopper dan feeder agar dapat beroperasi secara optimal.
1. Hopper (Penampung)
Hopper adalah bak penampung material padat sebelum diteruskan kedalam crusher (mesin penghancur) dengan bantuan feeder (mesin pengumpan). Hal yang harus dicermati dalam pemakaian hopper di industri pengolahan bahan galian adalah pengurangan daya tampung dari hopper. Hal ini merupakan kerugian karena hopper tidak dapat menampung material padat sebagaimana mestinya sehingga akan mempengaruhi proses kerja pengolahan bahan galian secara keseluruhan karena hopper merupakan tahap awal dari proses pengolahan bahan galian.

Dua masalah utama yang terjadi dalam hopper adalah timbulnya arching dan rathole. Arching adalah fenomena yang terjadi dimana pada bagian atas keluaran hopper material padat membentuk cekungan ke dalam. Sedangkan rathole adalah lubang yang tidak terisi oleh material padat dan terdapat pada bagian tengah dari hopper.


Pada dasarnya aliran keluar pada hopper dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu mass flow, funnel flow, expanded flow. Mass flow adalah bentuk aliran dimana seluruh material padat dalam hopper bergerak dengan serentak kebawah menuju keluaran hopper. Kondisi ini dapat terjadi bila dinding hopper memiliki kemiringan yang tajam dan halus. Funnel flow adalah bentuk aliran dimana hanya material solid yang berada diatas lubang keluaran hopper saja yang bergerak kebawah. Expanded flow adalah bentuk aliran mass flow 4 yang dilanjutkan dengan bentuk aliran funnel flow. Hal ini dapat terjadi karena terciptanya rathole yang stabil.


Oleh sebab itu desain hopper sangatlah penting. Desain sebuah hopper ditentukan dari material apa yang akan mengisi hopper. Karakteristik material padat yang akan mengisi hopper akan menjadi acuan utama sehingga kita dapat menentukan panjang area silinder dan panjang area kerucut dari hopper. Karakteristik material juga akan menentukan lebar dari diameter keluaran hopper dan kemiringan selimut kerucut sehingga dengan desain yang tepat diharapkan tidak terbentuk arching dan rathole.Dengan desain yang tepat kita juga dapat menentukan bentuk aliran keluar yang akan terjadi.

Pemilihan material sebagai liner untuk hopper memiliki peranan yang besar. Material yang bersifat sticky cenderung memiliki daya adhesi yang besar. Oleh karena itu penting untuk mendapatkan material liner yang memiliki permukaan yang bersifat smooth tetapi mampu menahan impact yang terjadi di dalam hopper.


2. Feeder (Pengumpan)
Feeder adalah mesin pengumpan yang berfungsi untuk menghantarkan material padat kedalam crusher (mesin penghancur) dari hopper (bak penampung). Feeder diperlukan untuk menghasilkan laju masuk material padat yang relatif konstan atau variable speed ke dalam crusher. Laju material padat yang masuk diharapkan teratur agar kerja crusher dapat menjadi optimal. Dengan laju material padat yang masuk teratur maka crusher akan terhindar dari kondisi crusher yang mendadak kosong ataupun mendadak penuh. Kondisi crusher yang kosong atau terlalu penuh akan mengurangi efektifitas kerja crusher.

Terdapat beberapa jenis feeder yang dikenal di industri, diantaranya adalah belt feeder, apron feeder, rotary table feeder, chain feeder, rotary plow feeder, screw feeder,dan vibratory feeder.


3. Proses Crushing (Peremukan)
Proses peremukan (crushing) bertujuan untuk menyesuaikan ukuran partikel batubara dengan ukuran yang dapat diterima oleh operasi pencucian dan untuk menyesuaikan ukuran partikel batubara dengan permintaan pasar. Operasi pengecilan harus dilakukan secara bertahap. Peremukan awal batubara umumnya menggunakan alat Roller Crusher yang diperlihatkan pada (Gambar 2.10) karena sifat batubara yang relatif lunak tetapi liat. Alat ini mempunyai berbagai kelebihan dibandingkan dengan Jaw Crusher yaitu lebih efektif untuk menghancurkan batubara, yang dapat menghasilkan material halus, dan membuat batubara menjadi gepeng.

Mekanisme penghancuran dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu abrasion, cleavage, dan shatter yang dapat dilihat pada Gambar 2.10. Abrasion terjadi bilamana energi yang kurang diterapkan pada proses penghancuran material padat sehingga hanya sebagian kecil dari material padat yang hancur yakni hanya bagian permukaannya saja dan menghasilkan distribusi ukuran partikel yang halus. Cleavage terjadi bilamana energi yang cukup diterapkan pada proses penghancuran sehingga material padat menjadi remuk dan menghasilkan distribusi ukuran partikel yang tidak jauh berbeda dengan ukuran umpan. Shatter terjadi bilamana energi yang lebih dari cukup diterapkan dalam proses penghancuran dan mnghasilkan banyak partikel dengan distribusi ukuran yang lebar (lihat Gambar 2.11).



Gambar 2.13 menunjukan irisan melintang suatu peremuk roller. Sudut θ adalah sudut jepit (nip angle) dari kedua permukaan roller. Partikel berdiameter d berada diantara dua roller. F adalah gaya gesek yang terjadi antara partikel dengan permukaan roll dan C adalah gaya kompresi terhadap partikel. Gaya p adalah komponen vertikal gaya C, dan q adalah komponen vertikal gaya F.
) dan
Bila μ adalah koefisien gesek antara permukaan roller dengan partikel maka . Dengan mengabaikan berat partikel, agar partikel dapat diremukan maka


Nisbah reduksi peremuk roller biasanya dinyatakan dengan nisbah diameter partikel terhadap setting d/s dan nilainya berkisar 4. Untuk peremuk roller permukaan halus, nisbah reduksinya sulit untuk bisa lebih besar dari 4 karena untuk memperbesar nisbah reduksi hanya dapat dilakukan dengan cara memperkecil setting akibatnya sudut jepit akan membesar dan memerlukan koefisien gesek yang besar pula. Untuk memperbesar koefisien gesek maka permukaan roller dibuat menjadi lebih kasar (corrugated) atau diberi gigi yang disebut peremuk roller bergigi.

2.6.2. Proses Classification
Batubara kotor yang diumpankan ke pabrik pencucian terdiri dari berbagai ukuran. Operasi alat pencucian akan sangat baik bila selang ukuran partikel terbesar dan terkecil relatif pendek. Oleh karena itu sebelum dilakukan pencucian harus dilakukan pengayakan agar partikel dapat dikelompokan berdasarkan ukurannnya atau dikenal dengan istilah klasifikasi.

Kegiatan klasifikasi ke dalam kelompok-kelompok ukuran dilakukan baik sebelum, selama atau sesudah operasi pemisahan menjadi batubara bersih dan pengotor. Kegiatan klasifikasi dilakukan dengan mengayak atau screening, sedangkan pemisahan partikel halus dilakukan di dalam suatu media (air).
1. Screening
Proses pengayakan adalah salah satu proses yang bertujuan untuk mengelompokan ukuran fraksi batubara, sehingga disebut juga dengan proses classification. Pengayakan primer (Gambar 2.8) dipakai pada awal proses untuk menyiapkan batubara kotor agar ukurannya sesuai dengan operasi pencucian
Alat yang dipakai untuk pengayakan biasanya ayakan getar (vibrating screen). Hasil yang diperoleh berupa kelompok batubara dengan berbagai klasifikasi ukuran seperti :
a. Fraksi +125 mm atau tertahan pada pengayak berukuran 125 mm digunakan untuk operasi kominusi.
b. Fraksi -125 mm atau lolos pada pengayak berukuran 125 mm digunakan untuk operasi pencucian dengan alat Jig.
c. Fraksi -125mm +6mm untuk operasi pencucian dengan alat Dense Medium Bath.
d. Fraksi -50mm +0.5mm untuk operasi pencucian dengan alat Dense Medium Separator.
e. Fraksi -0.5mm untuk operasi pencucian dengan alat Flotasi.


Pengayak sekunder biasanya dipakai untuk mengayak material diantara dua bagian tertentu dan jika pemisahan middling diperlukan. Contohnya seperti diperlihatkan pada (Gambar 2.14) dari umpan batubara yang berukuran -125 mm diayak dengan pengayak -16 mm dan + 0.5 mm. Fraksi yang lolos 0.5 mm (-0.5 mm) langsung dialirkan ke sirkuit flotasi namun yang tidak lolos 16 mm (+16 mm) akan kembali dilakukan kembali penggerusan hingga ukurannya -16 mm +0.5 mm dan siap dipasarkan. Tetapi bila diperlukan, fraksi yang berukuran -125 mm + 16 mm ini dapat dicuci kembali dalam dense medium bath untuk memisahkan fraksi batubara bersihnya dari middling. Setelah batubara menjadi bersih dapat pula dilakukan pengayakan untuk mengelompokannnya secara terpisah-pisah sesuai dengan ukuran yang dikehendaki.


2. Pengayak dewatering
Pencucian menggunakan alat Dense Medium Bath menggunakan media berat dan air sebagai pemisah antara batubara kotor dan bersih. Pengayak dewatering digunakan untuk mengurangi kadar moisture yang terdapat pada batubara dan mengambil kembali medium berat yang telah digunakan. Pengayak dewatering dapat berupa pengayak statis atau getar. Terkadang digunakan kedua pengayak tersebut dengan menempatkan sebuah Sieve Bend atau pengayak dewatering statis sebelum pengayak dewatering getar. Jika digunakan pengayak dewatering getar dua tingkat, pengayak pada bagian atas akan mengayak partikel kasar dan pengayak bagian bawah akan melakukan proses dewatering yang lebih efektif.
Sistem pencucian yang memakai suspensi media berat berupa magnetite halus yang akan dibahas pada subbab pencucian dengan media berat. Magnetite tersebut setelah pencucian sebagian terbawa oleh batubara maupun pengotornya, oleh karena itu magnetite harus diambil kembali agar bisa digunakan ulang. Pengambilan kembali magnetit ini dilakukan denga menggunakan pengayak Deck Wedge Wire. Caranya sama dengan pemakaian pengayak dewatering tetapi digunakan penyemprot air untuk membilas sebanyak mungkin magnetite.
Gerakan partikel di sepanjang permukaan pengayak dan getaran pengayak menyebabkan batubara seolah-olah mengalir di dalam air. Partikel akan turun di sela-sela partikel besar ke bawah hingga permukaan pengayak. Proses ini disebut stratifikasi yang merupakan dasar dari operasi pengayakan. Kemungkinan lolosnya partikel melalui lubang pengayak, setelah stratifikasi, disebut probabilitas pemisahan. Pada (Gambar 2.16) ditunjukan proses stratifikasi partikel lolos dengan kecepatan alir lolos dan panjang pengayak sebagai sumbu-sumbunya.

Hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan desain dan konstruksi pengayak adalah efisiensi harus semaksimal mungkin, pemakaian tenaga per ton batubara, rangka harus kuat dan perawatan seefisien mungkin. Efisiensi pengayak harus dikaitkan dengan tujuannya yaitu apakah untuk mengeluarkan partikel kecil atau mengurangi kadar air atau apakah untuk membagi menjadi beberapa kelompok ukuran. Efisiensi dapat dinyatakan pada persamaan 2.1
...... (2.1)
Beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi dan kapasitas pengayakan adalah:
a. Analisis ukuran umpan. Partikel yang paling sulit dipisahkan adalah partikel yang ukurannya mendekati ukuran pemisahan.
b. Panjang dan lebar pengayak.Semakin panjang pengayak maka semakin besar kemungkinan untuk lolos dan semakin lebar pengayak maka semakin banyak kapasitas yang dapat ditampung.
c. Luas total lubang pengayak. Hal ini dipengaruhi oleh jenis bahan pengayak dan jarak antar lubang.
d. Kemiringan pengayak
e. Kecepatan gerak (getar) pengayak.
f. Amplitudo pengayak.
g. Hambatan pada daerah pengayak.
h. Kadar lengas dalam umpan.
i. Tonnase pengumpanan dalam pengayak.

2.7 Proses Pencucian Batubara
Proses pencucian batubara dapat menggunakan dua prinsip pemisahan, yaitu :
a. Pemisahan batubara murni dengan pengotornya berdasarkan sifat densitas relatifnya. Batubara murni mempunyai densitas sekitar 1,3 sedangkan pengotornya mempunyai densitas relative diatas 2,2.
b. Pemisahan batubara murni dengan pengotornya berdasarkan sifat ketertarikannya permukaannya terhadap air. Batubara mempunyai sifat tidak tertarik terhadap air (hydrophobic) sementara pengotornya bersifat tertarik terhadap air (hydrophilic).
Prinsip fisika yang dipakai di dalam operasi pemisahan batubara bersih dari pengotornya berdasarkan densitas relatifnya adalah dengan prinsip endap-apung (float and sink). Proses dimana partikel mengendap ke dasar fluida dan membentuk endapan disebut settling. Teori pengendapan bebas (free setling) dipakai untuk operasi pemisahan partikel batubara dari pengotornya dengan cara diendapkan di dalam suatu larutan yang densitas relatifnya di antara densitas relatif batubara dan densitas relatif pengotor. Operasi pemisahan dengan cara pengendapan tidak mungkin dilakukan dalam kondisi pengendapan bebas karena ada partikel-partikel lain di dalam larutan yang mempengaruhi kecepatan pengendapan, kondisi pengendapan yang sebenarnya adalah pengendapan terintangi (hindered settiling). Pengendapan terrintangi dipengaruhi oleh sifat fisik partikel misalnya ukuran partikel, kekentalan larutan, dan densitas relatif partikel-partikel yang terlibat.
Batubara yang datang dari muka penambangan biasanya terdiri dari batubara bersih yang bercampur dengan sejumlah pengotor yang densitasnya lebih tinggi daripada densitas batubara seperti shale, batu-batuan dan clay, yang harus dipisahkan di pabrik pencucian sebelum batubara dikirim ke pembeli. Alat-alat yang dipakai pada operasi pemisahan yang bekerja pada perbedaan densitas meliputi launder, meja goyang (shaking table) dan jig. Alat-alat ini bekerja dengan bantuan gerakan air, baik secara horizontal, atau vertical, atau keduanya. Faktor yang mempengaruhi efisiensi proses alat-alat ini antara lain ukuran dan bentuk partikel.
Larutan yang digunakan di laboratorium biasanya berupa larutan organic. Prinsip endap-apung dipakai dalam skala industri untuk memisahkan batubara bersih dari pengotornya, tetapi tentu saja tidak mungkin menggunakan larutan organik untuk operasi pemisahannya karena biayanya akan sangat mahal dan sangat berbahaya. Operasi pemisahan skala industri dikenal nama pemisahan media berat (dense medium separation= DMS atau heavy medium separation= HMS)
Prinsip pemisahan media berat adalah bentuk dan ukuran partikel tidak boleh berperan terlalu besar, pemisahan hanya didasarkan pada perbedaan densitas relatif. Agar bentuk dan ukuran partikel di dalam operasi pemisahan media berat, maka media pemisahannya harus tidak dalam keadaan mengalir (stationer). Semakin kecil arus media pemisah di dalam operasi pencucian, semakin kecil pula pengaruh ukuran dan bentuk partikel.
Larutan yang ideal untuk pemisahan media berat adalah larutan yang mempunyai densitas relatif yang pasti dan tetap seperti misalnya perchlorethylene dan bromoform. Namun kedua larutan ini terlalu mahal bila dipakai untuk operasi berkapasitas besar sehingga perlu ditemukan larutan lain yang lebih murah. Salah satu alternatif yang pernah dicoba adalah dengan suatu larutan garam seperti misalnya Natrium Klorida (NaCl), Kalsium Klorida (CaCl2), dan Zinc Klorida (ZnCl2). Beberapa kerugian dengan larutan garam ini misalnya larutan bersifat kental dan lengket sehingga gerakan partikel batubara relatif lambat, kecuali bila densitas relatifnya lebih rendah, misalnya 1,35. Larutan bersifat korosif dan relatif mahal. Selain itu, adanya garam yang tersisa dapat mempengaruhi sifat batubara dan konsekuensinnya akan merugikan pemakai batubara.
Penggunaan larutan organic dan larutan yang mengandung garam tidak memuaskan operasi pencucian batubara dalam skala besar. Kemudian media lain dicoba dan ternyata sangat berhasil hingga sekarang. Media ini berupa partikel padat yang sangat halus yang dicampur dengan air membentuk suspensi. Suspensi adalah campuran bahan padat dengan bahan air. Partikel padat yang tidak larut dalam air ini digiling sampai halus sekali sehingga partikel ini tidak bisa mengendap selama operasi pencucian , akan tetapi terdistribusi secara merata ke seluruh bagian larutan. Cairan yang dipakai dalam preparasi batubara adalah suspensi air (densitas relatif = 1) dengan material padat mineral magnetit.
Densitas relatif suatu suspensi ditentukan oleh komposisi air dan bahan padatnya. Misal, bila suatu suspensi terdiri dari 3ml air dan 0,5 cm3 bubuk magnetit halus (densitas relatif 4,8) maka densitas suspensinya:
Berat 3 ml air dengan densitas relatif 1 adalah : 3 ml x 1 = 3 gram
Volume suspensi adalah : 3 ml + 0,5 cm3 = 3,5 ml
Berat bubuk magnetit adalah : 0,5 ml x 4,8 = 2,4 gram
Berat suspensi adalah : 2,4 gr + 3 gr = 5,4 gram
Densitas suspensi adalah :
Suspensi magnetit yang dipakai pada pabrik pencucian pasti akan terkontaminasi oleh partikel batubara dan shale yang amat halus akibat dari pecahnya batubara selama operasi pencucian, akibatnya densitas relatif suspensi akan menjadi tidak tepat lagi. Karena densitas partikel kontaminan lebih rendah daripada densitas magnetit, maka kontaminasi akan menurunkan densitas relatif suspensi. Penurunan itu harus dinaikkan lagi dengan cara menambahkan lebih banyak magnetit. Bila kontaminasinya terlalu berat dan jumlah magnetit yang harus ditambahkan untuk mengembalikan densitas relatif suspensi terlalu besar, maka penanganannya akan menjadi lebih sulit karena terlalu kental. Oleh karena itu, setiap jenis suspensi mempunyai batasan kontaminasi yang mampu ditanganinya. Dengan demikian, harus ada tahap operasi pembersihan media yang efisien dan berkesinambungan untuk mengurangi jumlah kontaminasi.
Ukuran partikel media memegang peranan penting terhadap sifat media berat. Semakin kasar partikel media maka partikel akan lebih mudah mengendap. Partikel kasar menimbulkan kondisi yang tidak stabil dan sebaliknya partikel halus menghasilkan kondisi yang lebih stabil. Waktu yang diperlukan oleh media padat untuk mengendap adalah ukuran kestabilan suatu suspensinya. Semakin kecil densitas relatif partikel, semakin stabil pula suspensinya. Kestabilan suspensi penting artinya untuk operasi konsentrasi batubara sehingga padatan tidak mudah mengendap.
Konsentrasi magnetit yang tinggi membuat media menjadi kental. Slimes, yaitu partikel tanah liat yang amat halus akan menurunkan densitas relatif setiap suspensi magnetit dan untuk mempertahankan densitas relatif perlu ditambahkan lebih banyak magnetit. Dengan demikian, konsentrasi akan naik dan timbul masalah viskositas atau kekentalan. Untuk memperoleh media yang stabil, laju-endap media harus serendah mungkin. Persamaan pengendapan (persamaan 2.2) menunjukkan bahwa:
.......................(2.2)
Maka laju endap dapat diperkecil dengan cara memperkecil diameter partikel (d), memperkecil densitas relatif media padat ), dan memperbesar tahanan fluida (R).
Suspensi yang kental bersifat tidak mudah mengalir. Bila suatu media berubah menjadi kental, maka partikel shale akan terapung di permukaan media. Peristiwa ini bukan karena densitas relatif media lebih tinggi daripada densitas shale, tetapi karena media terlalu tebal dan lengket untuk bisa mengendapkan shale. Karena shale mudah pecah oleh tekanan air menjadi lumpur. Suspensi ini sangat stabil dan merupakan slimes yang dikenal dalam operasi preparasi batubara, dapat dibentuk menjadi media yang murah. Magnetit adalah mineral yang jauh lebih keras daripada shale dan tidak aktif terhadap air. Densitas relatifnya dua kali shale. Suspensi magnetit dalam air jauh kurang kental dibandingkan dengan shale, dan magnetit tidak membentuk slime.
Densitas relatif suspensi merupakan fungsi dari densitas relatif padat dan fungsi dari konsentrasinya. Yang terakhir ini dipengaruhi oleh ukuran partikel media padat. Dalam garis besarnya, semakin kasar partikel maka semakin tinggi konsentrasi yang dapat diijinkan tanpa harus menaikkan kekentalan sampai ke tingkat tertentu yang dapat menyebabkan separasi menjadi tidak efisien. Konsentrasi material halus yang terlalu tinggi menimbulkan masalah viskositas, sedangkan konsentrasi yang terlalu rendah menyebabkan ketidakstabilan. Pada saat menimbang media mana yang akan digunakan untuk pemisahan media berat harus memperhatikan semua faktor di atas, termasuk pengaruh slimes yang mungkin dihasilkan dari lapisan batubara.

2.7.1 Dense Medium Separator
Dense Medium Separator atau DMS merupakan alat pemisah mineral dan batubara berdasarkan specific gravity yang dikenal juga dengan proses sink and float (tenggelam dan terapung). Specific gravity media yang digunakan untuk pemisahan DMS merupakan specific gravity medium yaitu terletak diantara specific gravity mineral tenggelam dan mineral terapung. Media ini bercampur dengan air dan untuk membentuk media ini digunakan magnetite atau fero-silicon. DMS digunakan untuk pemisahan batu bara dengan syarat tidak boleh ada material halus karena jika material ini bersatu dengan air akan membentuk density yang tinggi dan lebih kental. Proses ini menghasilkan dua produk :
a. Sink Product : batu bara yang berat ( tidak diinginkan )
b. Float Product : batu bara yang ringan ( yang dikehendaki )



Perbedaan sink dan float, jika kita mempunyai batu bara yang densitasnya 2,8 dan 1,4 dan yang diinginkan densitasnya sebesar 1,4 maka dipakai media dengan densitas 1,7. Maka batu bara yang densitasnya 1,4 ini akan mengapung dan dinamakan float sedangkan yang mengendap terdiri dari kotoran dan slate disebut sink.

Media pemisah yang dapat dipakai antara lain :
a. Air + magnetit halus dengan kerapatan 1,25 – 2,20 ton/m3.
b. Air + ferrosilikon dengan kerapatan 2,90 – 3,40 ton/m3.
c. Air + magnetit + ferrosilikon dengan kerapatan 2,20 – 2,90 ton/m3.
d. Larutan berat seperti Tetra Bromo Ethana ( berat jenis = 2,96), bromoform (berat jenis = 2,85) dan methylene iodida (berat jenis= 3,32). Tetapi larutan berat ini harganya mahal, oleh sebab itu hanya dipakai untuk percobaan-percobaan di laboratorium.

Peralatan yang biasa dipakai adalah gravity dense/heavy medium separators yang berdasarkan bentuknya ada 2 (dua) macam, yaitu :
1. Drum separator karena bentuknya silindris.
2. Cone separator karena bentuknya seperti corongan.

Pada operasi skala industri, penggunaan suspensi padatan halus dalam air mempunyai masalah tersendiri, diantaranya adalah teknik untuk mempertahankan suspensi yang stabil dan metoda untuk mengambil kembali media halus untuk sirkulasi ulang. Pada umumnya kehilangan media terjadi karena terlalu halusnya media berat, akibat gesekan dengan benda padat lainnya, sehingga sulit untuk ditangkap oleh magnetic separator.

Salah satu teknik pemisahan metoda berat yang dipakai di dunia industri adalah dense medium bath. Bak media berat mampu menerima batu bara sebagai ukuran. Ukuran terbesar dapat lebih besar dari 150mm. Penentuan ukuran partikel terbesar tergantung dari struktur lapisan batu bara atau lapisan yang ditambang. Bila batu bara hanya terdiri dari satu lapisan saja dan shale yang dikandungnya sedikit, partikel berukuran 150mm akan dipisahkan pada kadar abu 10%. Salah satu keuntungan apabila batu bara yang diolah berukuran kasar, dapat mengurangi jumlah batu bara halus yang harus diolah untuk pabrik preparasi, dan kandungan lengas yang rendah pada produk akhir. Semakin kecil ukuran partikel terbesar yang datang dari penambangan semakin banyak batu bara halus yang masuk ke umpan. Lebih dari itu, operasi peremukan dilakukan dengan tujuan memperoleh ukuran partikel sesuai dengan spesifikasi pasar, operasi material reject tidak perlu dilakukan. Faktor penting dalam operasi berbagai dense medium system didasarkan pada magnetite dan efisiensi recovery magnetite yang digunakan lagi.

Karena laju endap partikel kasar lebih besar dari pada partikel halus maka partikel-partikel kecil jumlahnya harus dibatasi. Laju endap partikel harus lebih besar dari nilai minimum tertentu agar partikel mengendap dalam waktu yang tepat. Dengan demikian dense medium bath baik untuk digunakan sebagai operasi pemisahan partikel kasar. Ukuran partikel terbesar yang dapat diterima dalam suatu siklus proses pemisahan media berat akan berbeda dari satu pabrik ke pabrik yang lain. Batu bara yang baru ditambang biasanya dilewatkan ke atas pengayak untuk membuang fraksi halus sebelum dimasukkan ke operasi pemisahan. Dense medium bath menghasilkan tiga produk akhir yaitu batu bara bersih, reject, dan middling.

Di dalam bak, batu bara bersih akan terapung, mengalir menuju keujung pembuangan bak untuk kemudian dikeluarkan. Setelah meninggalkan bak, media dipisahkan dari batu bara bersih dengan cara melewatkannya diatas pengayak drain lalu disemprot dengan air untuk membilas sisa media yang masih tertinggal sehingga diperoleh produk yang tidak terkontaminasi. Setelah dipisahkan dan dibilas, batu bara bersih diremuk untuk memperoleh ukuran sesuai dengan kebutuhan pasar. Material reject dibilas di pengayak rinse sebelum dibuang agar media yang terbawa bisa diambil kembali.

Bak media berat yang dipakai dalam proses pencucian dibagi atas dua kelas, yaitu bak dalam dan bak dangkal. Bak dalam biasanya memerlukan lebih banyak media dari pada bak dangkal. Hal ini tidak terlalu mempengaruhi jalannya operasi. Jenis bak yang termasuk Bak dalam ada tiga macam, yaitu Chance Cone, Barvoys, dan Drewboy. Jenis yang termasuk ke dalam jenis bak dangkal yaitu Leebar, Wemco, dan Tromp Shallow.

2.7.2 Dense Medium Cyclone
Cyclone adalah alat untuk melakukan klasifikasi dengan memanfaatkan gaya sentrifugal. Klasifikasi adalah proses pemisahan partikel berdasarkan kecepatan pengendapannya dalam suatu media. Cyclone terdiri dari sebuah kerucut yang atasnya terpotong dan diletakanterbalik, sebuah silinder di bagian atasnya dan sebuah saluran untuk memasukan umpan dibagian atas yang diperlihatkan pada Gambar 2.18. Di dalam cyclone, umpan akan terbagi menjadi dua bagian yaitu overflow dan underflow. Overflow dikumpulkan pada sebuah tabung, yang disebut vortex finder, yang letaknya di tengah menembus bagian atas cyclone. Underflow dikeluarkan melalui sebuah lubang di ujung bawah kerucut. Tempat keluarnya underflow dinamakan sebagai apex atau spigot.


Gambar 2.18 Skema cyclone

Siklon adalah alat untuk melakukan pemisahan berdasarkan ukuran partikel (classifyinng), untuk pengurangan kadar lengas (dewatering) dan untuk pencucian batubara. Pada (Gambar 2.19) ditunjukan skema dan cara kerja siklon. Batubara memiliki berat jenis antara 1,35 dan 1,5, sedangkan pengotor/ reject memiliki spesifik gravity sebesar 2,1-2,3. Siklon mampu memisahkan batubara secara efektif sampai ukuran yang relatif kecil, lebih kecil dari ukuran yang bisa diolah dengan bak media berat. Kegunaan lain siklon adalah untuk memisahkan batubara halus di dalam suspensi air pada ukuran partikel 0 – 2 mm, alatnya disebut Siklon Klasifikasi (Classifying Cyclone). Selain itu untuk pencucian batubara adalah siklon media berat (Dense Medium Cyclone). Siklon ini menggunakan media berat yang sama dengan yang dipakai di dalam bak media berat, yaitu menggunakan media magnetit. Kedua alat ini sangat efisien dan mampu membersihkan partikel batubara sampai ukuran 0,5 mm.

Gaya gravitasi pada cyclone sangat sedikit pengaruhnya dibandingkan dengan gaya-gaya lain. Karenanya, cyclone dapat bekerja hampir dalam segala posisi dan bahkan dapat dioperasikan secara terbalik, yakni apex berada di atas. Gaya-gaya utama yang bekerja di dalam cyclone adalah gaya sentrifugal dan gaya drag. Setiap partikel yang ada dalam cyclone akan mengalami dua gaya yang saling berlawanan arah tersebut. Gaya sentrifugal mengarah ke luar sedangkan gaya drag mengarah ke dalam. Partikel besar akan mengalami gaya sentrifugal yang lebih besar dibandingkan gaya drag sehingga akan terlempar ke arah dinding, mengikuti arus spiral ke arah bawah dan keluar melalui lubang apex sebagai underflow. Hal yang sebaliknya terjadi pada partikel kecil. Gaya sentrifugal tidak cukup kuat untuk mendorong partikel ke arah luar sehingga bergerak di spiral dalam yang bergerak ke atas dan keluar sebagai overflow.


Gambar 2.19 Skema dan cara kerja dense medium cyclone

Operasi pemisahan dengan siklon media berat lebih menguntungkan daripada bak media berat karena :
a. Operasi pemisahan lebih cepat; untuk selisih densitas yang sama antara partikel dan media berat, laju endap partikel shale lebih tinggi.
b. Operasi pemisahan lebih efisien; untuk laju endap yang sama, selisih densitas antara partikel dan media lebih kecil.
c. Mampu mengolah partikel kecil; untuk laju endap yang sama dan selisih densitas yang sama antara partikel dan media, ukuran partikel yang diolah bisa lebih kecil.
Dilihat dari ukurannya, siklon media berat memiliki kapasitas kerja yang tinggi khususnya untuk ukuran diameter siklon 510 mm, dan 610 mm, dengan kapasitas masing-masing 45 ton/jam dan 68 ton/jam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja siklon adalah :
1. Diameter Siklon
Semakin besar diameter siklon, semakin tinggi kapasitasnya. Pada umumnya, semakin kecil partikel yang akan dikurangi kadar airnya, semakin kecil diameter siklon. Tetapi, karena kapasitasnya juga berkurang, maka semakin banyak siklon yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan sirkuit.
2. Sudut Kerucut
Semakin sedikit sudut kerucut, semakin tinggi kapasitasnya dan semakin akurat pemisahan ukurannya. Sudut kerucut yang biasa digunakan adalah :
a. 12o – 15o untuk klasifikasi
b. 14o – 20o untuk pengentalan
Bila sudut kerucut membesar, pemisahan berdasarkan ukuran sedikit demi sedikit akan berubah menjadi pemisahan berdasarkan densitas.
3. Ukuran Lubang Umpan, Lubang Overflow, dan Lubang Underflow
Pada umumnya, ukuran lubang underflow akan menentukan kekentalan dan aliran produk yang telah dikentalkan; semakin besar lubang ini, semakin besar debit alirannya dan semakin besar jumlah partikel di dalam underflow. Akan tetapi, pada saat yang sama, kekentalan partikel akan menurun dan jumlah partikel halus di dalam underflow akan meningkat. Lubang overflow yang lebih besar (yakni, diameter vortex finder) akan meningkatkan volume aliran, kekentalan produk dan ukuran partikel terbesar di dalam overflow.
4. Panjang Bagian Silinder
Panjang saluran vortex finder harus seimbang dengan panjang bagian silinder dan posisinya lebih rendah dari lubang umpan. Efisiensi pemisahan berdasarkan ukuran berbanding lurus dengan panjang bagian silinder.
5. Tekanan Pengumpanan
Tekanan pengumpanan pada siklon berpengaruh terhadap volume yang diolah dan pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi kerja. Semakin besar tekanan berarti kapasitas semakin besar, pemisahan semakin efisien, cut point semakin kecil. Akan tetapi, bertambah besarnya tekanan akan membuat alat cepat aus
6. Kekentalan Umpan
Densitas umpan yang mengalir dari sirkuit flotasi menuju ke siklon pengental biasanya berkisar antara 20% - 25% dan dikentalkan hingga mencapai kira-kira 30% - 40% di dalam siklon pengental.
7. Ukuran Partikel
Efisiensi klasifikasi diukur berdasarkan jumlah partikel halus yang masuk underflow dan jumlah partikel kasar yang masuk ke overflow. Sedangkan efisiensi pengentalan dapat diukur berdasarkan jumlah partikel dari berbagai ukuran (tetapi biasanya partikel halus) di dalam overflow.
8. Efisiensi Klasifikasi
Efisiensi klasifikasi di dalam siklon dipengaruhi oleh densitas relatif karena gaya yang bekerja pada partikel besar yang densitas relatifnya rendah sama dengan gaya yang bekerja pada partikel kecil dengan densitas relatif tinggi.
9. Penempatan dan Operasi Siklon Media Berat
Siklon media berat umumnya dipasang miring membentuk sudut tertentu dengan bidang horizontal. Penempatan seperti ini membuat diameter apex orifice menjadi lebih besar dan mengurangi head loss karena overflow tidak perlu mengalir secara vertikal. Media dan batubara dimasukkan ke dalam siklon dengan perbandingan sekitar 5:1. Pipa overflow, yang disebut vortex finder mengarah ke penampung overflow. Sudut kerucut di ujung spigot biasanya berkisar 14o hingga 20o. Sudut tumpul dipakai untuk proses pemisahan batubara dan shale pada siklon air. Sedang sudut lancip dipakai pada jenis siklon klasifikasi dan siklon pengental.
Media berat yang digunakan untuk pemisahan bersifat abrasif karena itu, siklon dibuat dari campuran besi dan nikel yang keras (Ni-hard) atau dari bahan yang tahan panas dan tahan karat seperti nitride nonded silicon carbide atau sintered alumina. Siklon media berat biasanya bekerja pada tekanan pemompaan sebesar 70 hingga 100 kPa (10-14 psi).

2.7.3. Konsentrator Spiral
Konsentrator spiral merupakan alat yang digunakan dalam pencucian batubara halus. Dalam mengolah batubara halus biasanya terdapat masalah dalam pengelolahan limbah. Namun, di lain pihak berdasarkan prinsip keekonomisan maka batubara halus harus diolah. Tentunya produk hasil pencucian harus memuaskan konsumen. Sejauh ini, proses pencucian batubara halus dengan konsentrasi gravitasi yang menghasilkan batubara bersih yang lebih baik adalah spiral.


Gambar 2.20 Konsentrator spiral

Ukuran batubara yang efektif diolah di spiral adalah antara -3mm +0.075μm, yaitu di antara ukuran yang efektif untuk Dense Medium Cyclone dan ukuran yang efektif diolah dalam froth flotation. Pada prinsipnya ukuran yang diolah dalam spiral ini adalah batubara halus untuk DMC dan batubara kasar untuk pemisahan secara flotasi.

Keuntungan dari konsentrator spiral meliputi:
a. Kemampuan untuk ditingkatkan kualitas (high upgrading capability)
b. Operasi relatif mudah
c. Murah
d. Lebih mobile
e. Ramah lingkungan dan tanpa reagen kimia
Terdapat berbagai jenis spiral yang digunakan dalam pengolahan batubara, salah satunya adalah Humprey Spiral. Humphrey Spiral merupakan jenis spiral yang paling awal, spiral ini digunakan untuk memisahkan komponen-komponen padat dalam slurry berdasarkan perbedaan berat jenis. Pada saat proses terdapat tiga gaya utama yang bekerja yaitu gaya sentripetal, gaya dorong air, dan gaya gesek.

Adapun prinsip pemisahan pada alat ini adalah :
a. Partikel yang lebih ringan cenderung bergerak ke arah yang berjari-jari lebih besar (lingkaran luar) karena pengaruh gaya sentripetal.
b. Partikel yang lebih berat mengalami gaya sentripetal yang lebih kecil, sehingga ketika didorong dengan air, partikel akan bergerak pada lingkaran dalam (dekat dengan pusat putaran).
c. Pada bagian bawah spiral, terdapat slot atau chanel pemisah. Jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan


2.8. Operasi Dewatering Batubara
Proses pencucian batubara selalu menggunakan air sebagai medium untuk pemisahan dan pengangkutan. Sebelum dikirim ke konsumen, air yang terdapat pada batubara harus dikurangi (dewatering) hingga tingkat tertentu. Air dalam batubara menimbulkan beberapa kerugian diantaranya mengurangi nilai kalori dalam batubara, mengurangi efisiensi karbonisasi dalam pembuatan kokas dan mengakibatkan terjadinya sticking dan bridging.

Oleh karena itu, tujuan dari proses dewatering adalah :
a. Mengambil kembali air dalam tailing dari hasil flotasi untuk digunakan kembali (Reuse Water)
b. Mengambil padatan reject dalam tailing dari hasil flotasi

Ada dua jenis lengas (moisture) pada batubara yaitu lengas bebas (free moisture) dan lengas tertambat (Inherent moisture). Air yang dapat dihilangkan pada tahap ini hanyalah lengas bebas (free moisture), bukan lengas inherent. Penyesuaian kadar air sebelum batubara keluar dari pabrik pencucian merupakan langkah penting dalam sistem keseluruhan. Pengurangan kadar air juga dilakukan pada bahan pengotor dengan tujuan mendapatkan air untuk digunakan kembali dan mengurangi kadar air di pengotor sehingga mengurangi jumlah tailing pond.

Kemampuan air untuk menempel pada batubara tergantung pada ukuran partikelnya, semakin luas permukaan partikel maka semakin banyak air yang akan menempel. Partikel batubara yang berukuran kecil mempunyai titik kontak yang lebih banyak daripada partikel besar sehingga lebih banyak terkena air. Oleh karena itu pengurangan air harus dilakukan berdasarkan ukuran partikel. Jika kumpulan batubara terdiri dari partikel yang hampir sama ukurannnya, maka akan ada sejumlah ruang antar partikel (void) dimana air bisa lolos dan meresap kebawah. Bila kumpulan batubara terdiri dari partikel yang berbeda ukurannya, maka ruang bebas antara partikel besar akan terisi oleh partikel kecil sehingga menghambat air untuk lolos pada celah tersebut.

Alat yang digunakan pada tahap ini antara lain adalah siklon pengental klasifikasi, filter drum vakum, filter disc vakum dan screen bowl centrifuge.

2.8.1. Siklon Pengental dan Klasifikasi
Siklon atau cyclone selain dapat digunakan untuk melakukan pemisahan berdasarkan densitas juga dapat melakukan pemisahan berdasarkan ukuran partikel dengan merubah sudut kerucutnya. Sudut kerucut siklon klasifikasi lebih kecil daripada yang dipakai untuk pemisahan berdasarkan densitas.


Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja siklon adalah :
1. Diameter siklon. Semakin besar diameter siklon maka semakin tinggi kapasitasnya.
2. Sudut kerucut siklon. Semakin kecil sudut kerucut maka semakin tinggi kapasitasnya dan semakin akurat pemisahan ukurannya. Sudut kerucut yang digunakan untuk klasifikasi adalah 120 – 150, sedangkan untuk pengentalan adalah 140 – 200. Bila sudut kerucut membesar, pemisahan berdasarkan ukuran sedikit demi sedikit akan berubah menjadi pemisahan berdasarkan densitas.
3. Ukuran lubang umpan, lubang overflow, dan lubang underflow.Ukuran lubang akan menentukan kekentalan dan aliran produk yang telah dikentalkan.
4. Panjang silinder. Bagian silinder atas siklon harus cukup panjang agar memudahkan gerakan rotasi awal. Panjang saluran vortex finder harus seimbang dengan panjang bagian silinder dan posisinya lebih rendah dari lubang umpan.
5. Tekanan pengumpanan. Tekanan berpengaruh terhadap volume yang diolah dan pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi karena kapasitas menjadi semakin besar.
6. Kekentalan umpan. Umpan yang mengalir mempunyai kekentalan berkisar 20-25% dan dikentalkan hingga 30-40%.
7. Ukuran dan jenis partikel (batubara bersih atau kotor). Semakin kecil ukuran partikel maka diameter siklon baik bekerja pada diameter kecil namun membutuhkan jumlah yang lebih banyak.


2.9 Pengolahan Limbah Batubara
Limbah pencucian batubara (disebut reject, refuse, atau tailing) harus dikurangi kadar airnya sebelum dibuang. Pengurangan kadar air ini diperlukan agar air dapat digunakan kembali dalam proses pencucian sehingga terjadi efisiensi, menghemat kolam pengendap yang diperlukan untuk membuang reject, dan meminimalkan pencemaran lingkungan oleh limbah cair.
Pengelolaan limbah pencucian batubara terdiri dari beberapa tahap. Tahapan pengelolaan limbah pencucian batubara yang umum diawali dari proses pengayak lumpur (slurry screen), koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi dalam kolam pengendap atau thickener. Pengayak lumpur adalah pengayak statik berupa anyaman kawat baja halus dengan ukuran lubang antara 1 mm hingga 0,125 mm. Cara kerjanya sederhana, pengayak lumpur dipasangkan pada pipa yang mengalirkan limbah pencucian. Partikel padat yang tidak dapat melewati lubang ayakan akan tertahan.

Proses selanjutnya adalah koagulasi. Di dalam limbah pencucian batubara umumnya banyak terdapat ion-ion bermutan negatif. Akibat gaya saling tolak-menolak antar partikel bermuatan negatif maka partikel akan selalu stabil di dalam air. Agar partikel dapat diendapkan maka diperlukan penambahan ion positif agar partikel menjadi bermuatan netral. Jadi yang dimaksud koagulasi adalah proses pengendapan dengan penambahan ion bermuatan positif.

Setelah partikel bermuatan netral pengendapan partikel akan lebih mudah dilakukan. Proses selanjutnya adalah flokulasi. Flokulasi adalah proses pengendapan dimana ditambahkan sejumlah senyawa kimia (disebut flokulan) yang berfungsi untuk menggumpalkan partikel sehingga partikel berukuran lebih besar dan proses pengendapan dapat berlangsung lebih cepat. Dalam proses flokulasi diperlukan pengadukan agar kemungkinan bertumbuknya partikel dengan flokulan semakin besar.

Tahapan terakhir dalam pengelolaan limbah pencucian batubara adalah sedimentasi di dalam kolam pengendap atau thickener. Perbedaan antara kolam pengendap dengan thickener adalah pada kolam pengendap proses pengeluran endapan padat tidak terjadi secara kontinu sementara pada thickener pengeluaran endapan padat terjadi secara kontinu. 

 http://bangazul.blogspot.com/
Share this article :

Post a Comment

Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini

Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.

Daftar Isi

Recent Post

Download Gratis

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Blogs Aksara - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger