“Dari Miqdan r.a. dari Nabi Muhammad
Saw, bersabda: Tidaklah makan seseorang lebih baik dari hasil usahanya
sendiri. Sesungguhnya Nabi Daud a.s., makan dari hasil usahanya
sendiri.” (H.R. Bukhari)
“Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad Saw: Sesungguhnya Nabi Daud a.s., tidak makan kecuali dari hasil usahanya sendiri.” (HR. Bukhari)
“Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata:
Rasulullah Saw bersabda: Sungguh, seandainya salah seorang di antara
kalian mencari kayu bakar dan memikul ikatan kayu itu, maka itu lebih
baik, daripada ia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu
memberinya ataupun tidak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
“Dari Abu Abdullah Az-Zubair bin
Al-‘Awwam r.a., ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Sungguh seandainya
salah seorang di antara kalian mengambil beberapa utas tali, kemudian
pergi ke gunung dan kembali dengan memikul seikat kayu bakar dan
menjualnya, kemudian dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan
hidupmu, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama manusia,
baik mereka memberi ataupun tidak.” (HR. Bukhari)
“Dalam sebuah hadits Rasul saw
bersabda: Barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan karena
bekerja pada siang hari, maka pada malam itu ia diampuni Allah” (Hadits Riwayat Ahmad & Ibnu Asakir )
“Rasulullah saw pernah ditanya,
Pekerjaan apakah yang paling baik? Beliau menjawab, Pekerjaan terbaik
adalah usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan semua perjualbelian
yang dianggap baik,” (HR Ahmad dan Baihaqi).
Dalam hadits-hadits yang disebutkan di
atas, menunjukkan bahwa bekerja merupakan perbuatan yang sangat mulia
dalam ajaran Islam. Rasulullah saw memberikan pelajaran menarik tentang
pentingnya bekerja. Dalam Islam bekerja bukan sekadar memenuhi kebutuhan
perut, tapi juga untuk memelihara harga diri dan martabat kemanusiaan
yang seharusnya dijunjung tinggi. Karenanya, bekerja dalam Islam
menempati posisi yang teramat mulia. Islam sangat menghargai orang yang
bekerja dengan tangannya sendiri.
Ketika seseorang merasa kelelahan atau
capai setelah pulang bekerja, maka Allah Swt mengampuni dosa-dosanya
saat itu juga. Selain itu, orang yang bekerja, berusaha untuk
mendapatkan penghasilan dengan tangannya sendiri baik untuk membiayai
kebutuhannya sendiri ataupun kebutuhan anak dan isteri (jika sudah
berkeluarga), dalam Islam orang seperti ini dikategorikan jihad fi sabilillah.
Dengan demikian Islam memberikan apresiasi yang sangat tinggi bagi
mereka yang mau berusaha dengan sekuat tenaga dalam mencari nafkah
(penghasilan).
Kerja juga berkait dengan martabat
manusia. Seorang yang telah bekerja dan bersungguh-sungguh dalam
pekerjaannya akan bertambah martabat dan kemuliannya. Sebaliknya, orang
yang tidak bekerja alias menganggur, selain kehilangan martabat dan
harga diri di hadapan dirinya sendiri, juga di hadapan orang lain.
Jatuhnya harkat dan harga diri akan menjerumuskan manusia pada perbuatan
hina. Tindakan mengemis, merupakan kehinaan, baik di sisi manusia
maupun di sisi Allah SWT.
Seperti hadits di atas Rasulullah
menutarakan bahwa orang yang pergi ke gunung dengan membawa seutas tali
untuk mencari kayu bakar yang kemudian ia jual, maka apa yang dihasilkan
dari menjual kayu bakar itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada
sesama manusia.
Nabi Muhammad Saw serta para sahabat
pekerja keras. Bahkan beberapa sahabat merupakan saudagar kaya yang
kerap kali memberikan hartanya untuk membiayai pasukan Islam tatkala
harus bertempur dengan musuh-musuh Islam.
Bekerja dalam Islam akan mendapatkan
pahala, kenapa? Jawabannya sederhana, karena bekerja dalam konsep Islam
merupakan kewajiban atau fardhu. Dalam kaidah fiqh, orang yang
menjalankan kewajiban akan mendapatkan pahala, sedangkan mereka yang
meninggalkannya akan terkena sanksi dosa. Tentang kewajiban bekerja,
Rasulullah bersabda, Mencari rezeki yang halal itu wajib sesudah menunaikan yang fardhu (seperti shalat, puasa dan sebagainya), (HR ath-Thabrani dan al-Baihaqi)
Karena bekerja merupakan kewajiban, maka
tak heran jika Umar bin Khaththab pernah menghalau orang yang berada di
masjid agar keluar untuk mencari nafkah. Umar tak suka melihat orang
yang pada siang hari tetap asyik duduk di masjid, sementara sang mentari
sudah terpancar bersinar.
Akan tetapi perlu diingat bahwa yang
dimaksud dalam hadits-hadits di atas adalah orang yang bekerja sesuai
dengan ajaran Islam. Bekerja pada jalur halal dan bukan bekerja dengan
pekerjaan yang diharamkan oleh Allah SWT.
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini