Sebenarnya
yang disebut kenal Tuhan adalah kita kenal Tuhan dengan ruh atau hati.
Cara cepatnya dengan mencari wasilah dengan berkat, tawasul dan doa.
Orang yang tidak ada ruh dalam beribadah (ibadah tidak dihayati/ lalai),
ia berdosa. Ketika mengadap Tuhan, hati ke mana-mana. Seolah-olah dalam
majlis raja, buat kerja lain. Sebab itu orang yang bertaqwa, waktu dia
mengadap Tuhan hatinya tersentuh, selalu merasa cemas tidak beradab
dengan Tuhan.
PERBEDAAN RASA BERTUHAN DAN BERPIKIR TENTANG TUHAN
Perasaan yang
dimiliki oleh manusia, seperti rasa malu, rasa jijik timbul secara
otomatik dan tidak dipaksa untuk merasakannya. Perasaan itu timbul
begitu saja, ketika berhadapan dengan kotoran timbul rasa jijik, ketika
berhadapan dengan harimau timbul rasa takut.
Merasa adalah kerja
ruh. Perasaannya bertukar berdasarkan apa yang dilihat. Kalau lihat
makanan rasa ingin, kalau melihat cacing rasa jijik. Begitulah perasaan
itu selalu silih berganti. Begitu jugalah dengan rasa bertuhan. Kalau
kita tidak kenal Tuhan, akan sukar untuk menimbulkan rasa bertuhan.
Walaupun kita memiliki ilmu tentang Tuhan berkuasa, Tuhan memberi ilmu
dan lain-lain lagi, tidak terasa Tuhan itu Maha Pelindung dan
Penyelamat, Maha mengetahui dan seterusnya.Tetapi kalau kita tahu Tuhan
berkuasa dan memahami bagaimana kuasa Tuhan itu, barulah sedikit banyak
merasakan Tuhan berkuasa. Misalnya untuk merasakan pentingnya oksigen
yang telah Allah beri dalam kehidupan kita. Kita tutup hidung, tentu tak
lama kita dapat bertahan.
Bila orang yang tak
ada rasa takut dengan Tuhan, seperti kisah seorang ibu yang membawa
anaknya masuk ke tengah hutan. Sampai di rumah dia ceritakan pada ibunya
dia bertemu dengan singa, yang dia katakan cantik dan dia pun
belai-belai. Begitulah keadaan seorang anak yang tidak kenal dengan
harimau, dia tidak ada rasa takut. Tetapi berbeda dengan dengan ibu yang
telah kenal dengan harimau, tentu akan timbul rasa takut dan bimbang
dengan keselamatan anaknya ketika mendengar cerita anaknya tentang
perjumpaan dengan harimau.
Jadi untuk orang
yang belum ada rasa, maka disuruh untuk berpikir. Sebagai latihan kalau
kita melihat ciptaan Tuhan seperti gunung, sungai, laut, burung dan
lain-lain, kita cuba kaitkan dengan Tuhan. Itulah yang disebut tafakur.
Bila latihan selalu dilakukan, maka satumasa akan terasa secara
otomatik, seperti perasaan-perasaan yang lain.
Bedanya dengan para
sasterawan yang jiwanya halus, tetapi jika tidak dikaitkan dengan
Tuhan, maka bila melihat gunung yang terasa betapa hebatnya gunung. Bila
melihat laut yang terasa betapa hebatnya laut. Sebab itu mereka seperti
orang yang tidak siuman, asyik dengan diri sendiri. Jadi di tahap awal
yang perlu dilakukan adalah berpikir tentang ciptaan Tuhan. Tetapi lama
kelamaan, bila sudah kenal Tuhan maka akan datang perasaan-perasaan yang
berkaitan dengan Tuhan secara otomatik, seperti rasa takut, bimbang,
cemas dll.
Sebab itu orang-orang yang hatinya sudah sentiasa merasakan wujudnya Tuhan, maka akan timbul rasa mabuk.
Mata Kepala, Mata akal dan Mata hati
Dalam kita
merasakan kebesaran Tuhan, mata kepala sebagai muqaddimah (pendahuluan)
untuk penglihatan selanjutnya. Adanya gunung, laut, sungai dan lain-lain
terlihat wujudnya dengan pandangan mata kepala. Setelah pandangan mata
melihat wujudnya sesuatu, kalau mata akal kita hidup maka akan tergerak
untuk berpikir. Bila akal berpikir, ertinya akal melihat, itulah akal
yang hidup, akal yang jaga. Kalau hanya mata kepala melihat, hasilnya
sedikit bahkan kadang tertipu, misalnya lihat gunung dari jauh cantik,
hijau, padahal setelah dekat tidak seperti itu.
Apa yang dilihat
oleh mata kepala, kalau akal kuat memikirkannya, maka akan mendapat
ilmu. Kalau melihat benda yang hijau, akal melihat atau buat kajian.
Tetapi yang lebih halus lagi, akal dapat melihat benda bukan hanya yang
lahir, bahkan juga ada sistem. Itulah yang dapat dikaji oleh ahli ilmu
pengetahuan (saintis). Sebab itu bila akal bertambah tajam makin banyak
rahasia alam yang dia dapatkan.
Di sinilah perlunya
mata hati. Kalau pikiran tidak didasarkan dengan ruh (mata hati) maka
akan semakin membutakan hati. Ketika mata melihat, kemudian akal
berpikir, mesti berasaskan ruh, supaya makin banyak berpikir, manusia
makin terasa kehebatan Tuhan. Makin terlihat kehebatan ayat-ayat Tuhan.
Bila kita sudah sering melakukan itu maka secara otomatik bila mata
melihat sesuatu, hasilnya akan dapat melihat kebesaran Tuhan. Setelah
itu tak perlu berpikir lagi dalam melihat kebesaran Tuhan, langsung
terasa ke dalam jiwa.
Bagaimana dalam bekerja selalu ingat Allah
Kalau pengaruh
kebesaran Allah sudah sangat terasa ke dalam jiwa kita maka kita berbuat
apa saja selalu ingat dengan Allah. Misalnya bila kita sedang makan
tiba-tiba ada harimau, apakah rasa ingin makan masih ada ? Tentu rasa
takut dengan harimau lebih besar mempengaruhi jiwa kita daripada rasa
ingin makan. Contoh lain, bila kita sayang dengan anak bungsu tiba-tiba
dipisahkan tentu akan terkenang selalu. Begitu juga sang anak, bila
ibunya di rumah sakit, walaupun dia berada di rumah tentu hatinya
teringat dengan ibunya.
Kalau
ingat Allah itu masih di akal, ketika kita berpikir hal lain, maka
ingatan kepada Allah akan hilang. Sebab itu Allah mesti dirasakan dengan
hati, sehingga walaupun akal berpikir hati selalu terkenang dengan
Allah.
Orang yang mabuk dengan Allah, hingga tidur pun masih terbawa rasa
bertuhan. Walaupun fisiknya tidur, tapi ruhnya bekerja. Seperti seorang
wali Allah, dalam tidur dia bertahlil.
http://sufipejuang.wordpress.com/
Post a Comment
Terimakasih bila Anda menuliskan komentar disini